Liputan6.com, Jakarta Pemerhati masalah perempuan dan anak dari LSM Rumah Perempuan Kupang Libby Sinlaeloe berpendapat anak yang telah diadopsi, sebaiknya ditempatkan dalam keluarga inti guna menghindari terjadinya perlakukan kekerasan dari orangtua angkatnya.
"Intinya adalah dengan menempatkan anak yang diadopsi di dalam keluarga inti potensi kekerasan terhadap anak itu akan berkurang," katanya seperti dikutip Antara di Kupang, Rabu (8/7/2015).
Baca Juga
Menurut dia, terkadang sering terjadi kecemburuan sosial di dalam sebuah keluarga, baik antara orangtua dengan anak yang diadopsi, maupun dengan anak kandung dari orangtua kandung tersebut.
Advertisement
Ia mengambil contoh kasus yang terjadi di Kecamatan Alak, Kupang, dimana salah satu keluarga mengadopsi seorang anak dari semenjak berumur empat tahun karena keluarga tersebut sudah bertahun-tahun tidak memiliki anak.
Sebelum memiliki anak, bocah yang diadopsi tersebut sangat disayang, namun ketika sang istri sudah melahirkan, sang anak yang diadopsi itupun terkadang sering dimaki-maki, dipukul dan ditendang serta diusir dari rumah jika tidak mengerjakan apa yang diperintahkan.
Berkaca dari kasus Engeline yang dibunuh oleh ibu angkatnya, menurut Libby kemungkinan besar diakibatkan adanya kecemburuan sosial yang dialami oleh sang ibu angkat, sehingga hati nurani sang ibu telah ditutup untuk melaksanakan aksinya.
Di NTT sendiri, menurut dia, masalah pengadopsian anak tidak sebanyak dan separah yang terjadi di luar NTT, sebab hati nurani masyarakat NTT masih lembut dan masih memikirkan tentang kemanusiaan. "Kalaupun ada, saya yakin tidak separah seperti yang dialami oleh Engeline," ujarnya.
Rumah perempuan sendiri, dalam tahun ini, telah menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang terbilang angka kekerasannya sangat tinggi.
"Di tahun 2015 ini, sudah ada sekitar 43 kasus kekerasan terhadap anak yang telah ditangani oleh kami, dan dari jumlah tersebut 70 persen kekerasan dilakukan oleh orang tua, serta saudara dekat dari si korban," tambahnya.
Ia menilai jumlah tersebut sudah terbilang cukup banyak, karena jika dibandingkan pada tahun 2014 perhitungan Januari-Desember hanya ada 49 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani.