Banyak Anak Hubungan Seks di Luar Nikah, Salah Siapa?

Jika menganggap film porno adalah biang kerok peningkatan jumlah remaja yang hamil di luar nikah, lebih baik pikir dua kali.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 07 Agu 2015, 13:30 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2015, 13:30 WIB
Remaja Ini Mengira Dirinya Keracunan Makanan, Padahal Hamil
Orangtua dan guru pun harus memiliki pengetahuan yang lebih tentang seks dan kesehatan reproduksi. Serta mampu menjelaskan dengan sangat baik ke anaknya masing-masing. Sehingga anak tidak mendapat informasi yang salah.

Liputan6.com, London - Produksi film porno tidak bisa dihentikan untuk alasan apa pun. Jika guru, orangtua, dan masyarakat luas menganggap film porno adalah biang kerok peningkatan jumlah remaja yang hamil di luar nikah, lebih baik pikir dua kali. Kita harus menerima kehadiran film porno. Tapi kita memiliki kewajiban memberitahu bahaya film porno pada remaja.

Demikian tanggapan mantan Miss Belgia yang kini didapuk sebagai duta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk kesehatan seksual, Goedele Liekens (52) saat ditanyai mengenai fenomena hamil di luar nikah yang marak terjadi di hampir seluruh dunia oleh salah satu televisi swasta di London, Inggris.

Liekens mengatakan, standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut pendidikan seks harus diberikan sejak dini kepada anak dan juga murid. Tak boleh setengah-setengah, harus menyeluruh. Tentang bahaya dari seks yang dilakukan tanpa ikatan yang resmi, dampak bila sesudah kejadian itu memutuskan menikah, hingga seks merupakan sumber kesenangan dalam hubungan yang resmi.

"Cara ini pun menyangkut tentang rasa percaya diri seorang anak. Ada seorang gadis yang kurang harga diri memilih berhubungan seks di luar nikah dan di usia yang lebih hanya untuk mendapat perhatian dari lingkungan sekitar," kata Liekens dikutip dari situs Daily Mail, Jumat (7/8/2015)

Sebagai orang yang lebih tua, kata Liekens, kita harus melawan segala informasi yang salah yang didapati anak dari internet. "Ini sudah mendarah daging di hampir semua orang. Dan kita harus mengubah itu," kata Liekens.

Dengan kata lain, orangtua dan guru pun harus memiliki pengetahuan yang lebih tentang seks dan kesehatan reproduksi. Serta mampu menjelaskan dengan sangat baik ke anaknya masing-masing. Sehingga anak tidak mendapat informasi yang salah.

"Sebagai contoh, anak laki-laki menganggap hanya bermodal sebuah keberanian dan tahu harus melakukan apa untuk lawan jenisnya adalah cara untuk menjadi kekasih yang baik. Mereka pikir, mereka tahu benar bagaimana cara menjadi pacar yang baik," kata Liekens.

Banyak fantasi anak laki-laki yang memulai sesuatu dengan adegan romantis namun berakhir ke ranjang dan melakukan hubungan seks dengan kekasihnya. Liekens percaya anak laki-laki itu adalah korban dari keengganan orangtua terbuka tentang seks.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya