50 Persen Obat Palsu Berasal dari Tiongkok dan India

Perbedaan obat palsu dan ilegal sama-sama membahayakan masyarakat umum

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 18 Feb 2016, 20:10 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2016, 20:10 WIB
BPOM Musnahkan Obat Palsu dan Ilegal Senilai 7 Miliar
Petugas memperlihatkan sejumlah obat ilegal dan palsu sebelum dimusnahkan di halaman Kantor BPOM, Jakarta, Senin (26/5/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Peredaran obat palsu tak kian berkurang hingga saat ini. Obat palsu maupun ilegal masih menghantui masyarakat luas dengan risiko buruk yang mungkin saja terjadi.

Menurut Drs T Badhar Johan A, Apt, M. Pharm, selaku Deputi I BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mengatakan, "Dari hasil survei dengan populasi dan sampling tentunya, kami (BPOM) mendapatkan bahwa 50 persen obat palsu berasal dari Tiongkok dan India," ujarnya saat temu media peluncuran Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GN-POPA), bersama IDI dan IAI, Kamis (18/02/2016).

Hadirnya obat palsu maupun ilegal ini bukan hal baru melainkan hal ini semakin menjadi isu yang terus membesar dari tahun ke tahunnya.

Menurut data BPOM jenis obat palsu yang paling sering beredar datang dari obat kelas terapi disfungsi ereksi, obat penurun kolesterol, dan obat pelangsing.

"Obat yang mahal lah yang sering dipalsukan karena sangat laku di pasaran. Adanya obat palsu atau obat ilegal disebabkan adanya demand secara-terus menerus, sehingga pemasok tak berhenti menjual obat tersebut," ungkap Badhar.

Obat palsu dan obat ilegal sebenarnya tidak jauh berbeda. Badhar menjelaskan bahwa obat ilegal adalah obat yang masuk ke Indonesia tidak dengan tata cara hukum yang jelas dan benar, sedangkan obat palsu memiliki kandungan zat tidak standar atau tidak sesuai dengan ukuran sebenarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya