Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan akan menggelar aksi mogok kerja nasional yang melibatkan para mitra PT Pos Indonesia.
Rencana aksi ini muncul karena KSPI menilai hak-hak mitra PT Pos Indonesia tidak dipenuhi secara layak, terutama dalam hal upah, jam kerja, dan status hubungan kerja. Presiden KSPI yang juga Ketua Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan, jika masalah ini tidak segera diselesaikan, pihaknya siap memimpin aksi pemogokan nasional di seluruh Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Ia juga meminta agar Menteri BUMN Erick Thohir, segera bertemu dengan KSPI untuk berdialog dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.
Advertisement
"Kami mengingatkan Pak Erik Thohir, Pak Erik Thohir sebelum ini meledak dan saya akan pimpin langsung pemogokan besar-besaran, saya akan pimpin langsung pemogokan besar-besaran di seluruh Indonesia. Mari kita bertemu dan dialog mencari solusinya," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Senin (24/3/2025).
KSPI mengungkapkan mitra PT Pos Indonesia saat ini hanya menandatangani perjanjian kerja dengan PT Pos, tetapi tidak mendapatkan hak yang sama dengan karyawan tetap. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan kepastian kerja dan bisa diberhentikan kapan saja tanpa jaminan yang jelas.
Menurut KSPI, kondisi ini melanggar undang-undang ketenagakerjaan, karena mitra PT Pos Indonesia bekerja layaknya pekerja tetap, tetapi tanpa hak-hak yang seharusnya diberikan kepada pekerja sesuai regulasi yang berlaku.
"Mereka kapan saja bisa dipecat, ini semua melanggar undang-undang ketenagakerjaan," ujarnya. Said Iqbal menyoroti bahwa perbedaan perlakuan antara mitra dan karyawan tetap PT Pos Indonesia menimbulkan ketidakadilan yang harus segera diselesaikan.
Minta THR
Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta PT Pos Indonesia memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) bukan Bonus Hari Raya (BHR) bagi para pekerja.
Presiden Federasi Serikat Pekerja ASPEK Indonesia (FSPAI), Abdul Gofur, menyoroti ketidakadilan yang dialami pekerja PT Pos Indonesia selama bertahun-tahun.
Menurut Abdul Gofur, sejak 2019 hingga saat ini, para pekerja di PT Pos Indonesia tidak pernah menerima THR sebagaimana mestinya.
"Itu selama lima tahun, selama 2019 teman-teman bekerja, tidak pernah mendapatkan Tunjangan Hari Raya," ujar Abdul Gofur dalam konferensi pers, Senin (24/3/2025).
Abdul menekankan bahwa tuntutan ini bukan tanpa alasan. THR merupakan hak pekerja yang dijamin oleh regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Namun, yang diberikan kepada pekerja PT Pos Indonesia justru BHR, yang nilainya jauh lebih kecil dan tidak mencerminkan kesejahteraan yang layak bagi para pekerja.
“Kementerian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan dua surat edaran terkait THR dan BHR. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa BHR diperuntukkan bagi mitra kerja berbasis aplikasi, seperti kurir online dan pengemudi ojek online. Namun, status kemitraan pekerja di PT Pos Indonesia berbeda dengan mereka yang bekerja melalui aplikasi,” jelasnya.
Lantaran, para pekerja PT Pos Indonesia secara langsung menjalankan bisnis utama perusahaan, bukan bekerja sebagai pihak ketiga melalui aplikator.
Oleh karena itu, ia menegaskan mereka berhak mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan hanya sekadar BHR yang nilainya tidak jelas dan tidak mencerminkan kesejahteraan yang layak.
"Jadi, yang kami tuntut teman-teman bisa merasakan THR, mungkinbisa diperhitungkan dengan nilai UMP di masing-masing wilayah, di masing-masing UMK dan UMP," ujarnya.
Advertisement
BHR yang Tidak Transparan dan Tidak Layak
Abdul Gofur mengungkapkan, meskipun PT Pos Indonesia telah mencairkan BHR kepada para pekerja, skema pembagiannya dinilai tidak transparan.
“Kemarin sudah cair (BHR), sudah dikirimkan kepada seluruh teman-teman kemitraan dengan nilai BHR 20% dari pendapatan rata-rata setiap bulan. Namun, setelah dihitung-hitung, ada pekerja yang hanya menerima 10%,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti adanya potongan yang tidak wajar dalam pemberian BHR. Beberapa pekerja menerima jumlah yang sangat kecil, dengan alasan performa kerja mereka dianggap kurang baik. Padahal, menurut Abdul, baik THR maupun BHR seharusnya tidak boleh mengalami pemotongan.
“Kami juga meminta, teman-teman bukan dikasihnya BHR. Karena kalau BHR ada yang hanya mendapatkan Rp63.000 ada yang mendapatkan Rp83.000, apakah layak mereka akan menyongsong hari raya, hanya mendapatkan BHR Rp63.000. Menurut kami tidak layak,” ujar dia.
Seruan kepada Menteri BUMN
ASPEK Indonesia juga meminta Menteri BUMN, Erick Thohir, untuk bertindak tegas terhadap PT Pos Indonesia dan memastikan perusahaan-perusahaan BUMN menjalankan fungsinya sesuai dengan amanat negara.
"Kami juga meminta kepada Menteri BUMN Erick Thohir agar bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan BUMN, perusahaan BUMN ini perusahaan negara, yang memang bukan mencari untung tapi juga harus berfungsi untuk memberikan kesejahteraan Indonesia,” kata Abdul.
Ia khawatir, kebijakan yang tidak berpihak pada pekerja di PT Pos Indonesia dapat berdampak buruk terhadap pekerja di perusahaan swasta. Perusahaan swasta akan berpikir jika perusahaan negara saja bisa melakukan sistem kerja yang tidak adil, maka perusahaan swasta juga bisa mengikuti jejak yang sama.
"Nanti dilihat oleh perusahaan-perusahaan swasta. Kalau perusahaan negara saja bisa, kenapa kami tidak bisa? Akhirnya, ujung-ujungnya anak angs akita semua begitu lulus sekolah dan masuk ke dunia kerja. Nah, ini yang ingin kita sampaikan, ingin kita suarakan,” pungkasnya.
