Liputan6.com, Jakarta Banyak orang menganggap, hipertensi hanya ditemukan pada orang dewasa. Padahal peningkatan insiden hipertensi dewasa sebagian besar justru terjadi karena tidak dilakukannya deteksi dini pada masa kanak-kanak bahkan sejak baru lahir.Â
Begitu disampaikan pakar hipertensi yang juga salah seorang pendiri InaSH, dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP(K), FIHA, melalui siaran pers, Rabu (18/5/2016).
"Pada bayi baru lahir, hipertensi dapat terjadi karena renal artery thrombosis (gumpalan darah di ginjal). Sedangkan pada anak-anak, hipertensi disebabkan oleh kelainan sekunder, yaitu kelainan ginjal di jaringan (78 persen), kelainan endokrin seperti hipertiroid, hiperaldosterone atau Conn’s Syndrome dll (12 persen), obat-obatan dan Coarctation of the Aorta (penyempitan pada aorta)," katanya.Â
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan pada usia dewasa muda, hipertensi seringkali disebabkan oleh kelainan esensial atau primer seperti faktor keturunan dan gaya hidup yang tidak sehat.
"Prevalensi hipertensi pada anak menurut salah satu penelitian adalah 1-2 persen. Bisa terjadi karena kegemukan (anak kurang bergerak), asupan makanan yang tinggi garam, stres (pada remaja) dan sebagainya," tukasnya.
Untuk pengobatan hipertensi pada anak, kata dia, dibagi ke dalam 2 golongan besar, yaitu nonfarmakologis dan farmakologis yang tergantung pada usia anak, tingkat hipertensi dan respons terhadap pengobatan.
"Pengobatan hipertensi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengubah gaya hidup seperti penurunan berat badan, diet rendah lemak dan garam, olahraga secara teratur sedangkan farmakologis pemberian obat antihipertensi kepada anak. Namun secara umum, anak umur lebih dari 3 tahun seharusnya memeriksa tekanan darahnya secara rutin," ujarnya.