Liputan6.com, Jakarta Berita duka datang dari dunia hiburan Tanah Air dengan meninggalnya maestro musik Indonesia, Titiek Puspa pada Kamis (10/4/2025). Penyanyi legendaris berusia 87 tahun ini dikabarkan mengalami pendarahan otak kiri sebelum akhirnya meninggal dunia. Kasus ini kembali mengingatkan kita tentang bahaya penyebab pendarahan otak yang dapat menyerang siapa saja tanpa pandang usia. Titiek Puspa sempat menjalani operasi karena pecah pembuluh darah setelah pingsan usai menghadiri sebuah acara, yang menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini dan pentingnya penanganan medis segera.
Baca Juga
Advertisement
Pendarahan otak atau yang dikenal juga sebagai perdarahan intraserebral merupakan kondisi medis darurat yang terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah, menyebabkan darah masuk ke jaringan otak dan membentuk massa yang memberi tekanan pada sel-sel otak. Berbagai penyebab pendarahan otak perlu dipahami oleh masyarakat luas sebagai langkah awal dalam upaya pencegahan dan deteksi dini. Kondisi ini dapat berakibat fatal jika tidak segera mendapatkan penanganan medis yang tepat, sebagaimana terlihat dalam kasus yang menimpa Titiek Puspa.
Memahami berbagai penyebab pendarahan otak menjadi sangat penting mengingat kondisi ini dapat memicu komplikasi serius bahkan kematian. Tekanan darah tinggi, cedera kepala, dan berbagai kondisi medis lainnya merupakan beberapa penyebab pendarahan otak yang umum terjadi. Dengan mengenali faktor-faktor risiko dan gejala awal, kita dapat lebih waspada dan mengambil tindakan preventif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pendarahan otak.
Berikut penjelasan lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum secara komprehensif tentang penyebab pendarahan otak, gejala, diagnosis, hingga penanganannya pada Jumat (11/4).
8 Penyebab Pendarahan Otak
Pendarahan otak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik karena trauma fisik maupun kondisi medis yang mendasarinya. Memahami penyebab-penyebab ini penting untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan. Berikut adalah delapan penyebab utama pendarahan otak:
1. Cedera Kepala
Cedera kepala adalah penyebab paling umum pendarahan otak, terutama pada individu berusia di bawah 50 tahun. Trauma kepala bisa terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian, atau cedera kepala saat berolahraga. Guncangan keras pada kepala dapat menyebabkan pembuluh darah di otak pecah atau robek, yang kemudian mengakibatkan pendarahan. Pada lansia, bahkan cedera kepala yang terlihat ringan pun dapat menyebabkan pendarahan otak, meskipun tidak ada tanda-tanda cedera eksternal yang jelas seperti luka terbuka atau memar.
2. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyebab utama pendarahan otak yang sebenarnya dapat dicegah. Hipertensi yang berlangsung dalam jangka panjang dan tidak terkontrol dapat melemahkan dinding pembuluh darah di otak, membuat pembuluh darah tersebut rentan pecah. Ketika pembuluh darah yang lemah ini akhirnya pecah, terjadilah pendarahan ke dalam jaringan otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragik.
3. Aneurisma
Aneurisma adalah pembengkakan atau penonjolan pada pembuluh darah di otak yang terjadi karena melemahnya dinding pembuluh darah tersebut. Pembengkakan ini seperti balon yang dapat pecah sewaktu-waktu, terutama jika terkena tekanan darah tinggi. Ketika aneurisma pecah, darah akan masuk ke dalam jaringan otak atau ke area di sekitar otak, menyebabkan pendarahan yang dapat berakibat fatal.
4. Malformasi Arteriovenosa (AVM)
Malformasi arteriovenosa (AVM) adalah kelainan bawaan pada pembuluh darah di otak yang menyebabkan terbentuknya jalinan abnormal antara pembuluh darah arteri dan vena, tanpa melalui pembuluh kapiler sebagaimana mestinya. Kondisi ini hadir sejak lahir dan dapat menimbulkan masalah pada sistem peredaran darah, termasuk risiko tinggi pendarahan otak. Pembuluh darah dalam AVM memiliki dinding yang lebih tipis dan lemah, sehingga lebih rentan terhadap tekanan dan pecah.
5. Angiopati Amiloid
Angiopati amiloid adalah kelainan pada dinding pembuluh darah otak yang biasanya berkembang seiring bertambahnya usia dan sering berkaitan dengan hipertensi. Pada kondisi ini, protein amiloid terakumulasi di dinding pembuluh darah otak, membuatnya menjadi kaku dan rapuh. Hal ini dapat menyebabkan banyak pendarahan kecil yang tidak disadari sebelum akhirnya terjadi pendarahan besar yang signifikan.
6. Gangguan Darah
Hemofilia, anemia sel sabit, dan kondisi darah lainnya dapat meningkatkan risiko pendarahan otak. Gangguan darah ini menyebabkan penurunan kadar trombosit atau gangguan dalam proses pembekuan darah, sehingga tubuh tidak mampu menghentikan pendarahan secara efektif. Penggunaan obat pengencer darah (antikoagulan) juga dapat meningkatkan risiko pendarahan otak, terutama jika dosisnya terlalu tinggi atau jika dikombinasikan dengan kondisi lain yang meningkatkan risiko pendarahan.
7. Penyakit Hati
Penyakit hati dapat meningkatkan risiko pendarahan otak karena hati memainkan peran penting dalam produksi faktor pembekuan darah. Ketika fungsi hati terganggu, produksi protein pembeku darah dapat berkurang, menyebabkan gangguan pembekuan darah dan meningkatkan risiko pendarahan, termasuk di otak. Penyakit hati kronis seperti sirosis juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah portal yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tekanan darah secara keseluruhan.
8. Tumor Otak
Tumor otak, baik yang ganas maupun jinak, dapat menyebabkan pendarahan otak dengan memberikan tekanan pada jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya. Ukuran tumor yang semakin membesar dapat menekan pembuluh darah dan merusak dindingnya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan pendarahan. Beberapa jenis tumor, seperti tumor metastatik (kanker yang menyebar ke otak dari bagian tubuh lain), lebih cenderung menyebabkan pendarahan dibandingkan jenis tumor lainnya.
Â
Advertisement
Pengertian Pendarahan Otak
Pendarahan otak merupakan kondisi medis serius yang terjadi ketika pembuluh arteri di dalam otak pecah dan menyebabkan perdarahan pada jaringan sekitarnya. Kondisi ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti perdarahan intraserebral, perdarahan intrakranial, atau stroke hemoragik. Ketika pembuluh darah di otak pecah, darah yang keluar akan membentuk massa yang kemudian memberikan tekanan pada jaringan otak sekitarnya. Tekanan ini dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke sel-sel otak, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian sel-sel tersebut.
Pendarahan otak termasuk salah satu jenis stroke yang cukup berbahaya, mencakup sekitar 13 persen dari seluruh kasus stroke. Berbeda dengan stroke iskemik yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah, pendarahan otak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Kondisi ini merupakan keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan segera, karena keterlambatan penanganan dapat berakibat fatal atau menyebabkan kerusakan otak permanen. Sel-sel otak yang tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi dalam waktu yang cukup lama akan mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Jenis-Jenis Pendarahan Otak
Berdasarkan lokasi terjadinya, pendarahan otak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pemahaman tentang perbedaan jenis pendarahan otak ini penting untuk diagnosis dan penanganan yang tepat. Setiap jenis memiliki karakteristik, penyebab, dan tingkat keparahan yang berbeda-beda.
1. Pendarahan Intraserebral
Pendarahan intraserebral terjadi langsung pada jaringan otak itu sendiri. Jenis pendarahan ini umumnya disebabkan oleh hipertensi atau tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dalam jangka panjang. Pendarahan intraserebral dapat menyebar hingga ke ruang ventrikel otak dan menyebabkan pembengkakan otak yang berbahaya. Jenis pendarahan ini sering kali menghasilkan gejala yang parah dan memiliki tingkat kematian yang tinggi jika tidak segera ditangani.
2. Pendarahan Subarachnoid
Pendarahan subarachnoid terjadi pada area di bawah selaput pelindung otak (arachnoid). Penyebab utama jenis pendarahan ini adalah pecahnya aneurisma (pembuluh darah yang membengkak), cedera kepala yang parah, atau gangguan pembekuan darah. Pendarahan subarachnoid sering ditandai dengan sakit kepala yang sangat parah yang muncul secara tiba-tiba, sering digambarkan pasien sebagai "sakit kepala terburuk dalam hidup mereka". Kondisi ini juga dapat disertai dengan kekakuan leher, mual, muntah, serta sensitivitas terhadap cahaya.
3. Hematoma Epidural dan Subdural
Hematoma epidural dan subdural adalah kondisi di mana terjadi penggumpalan darah di antara otak dan tengkorak. Hematoma epidural terjadi di atas duramater (lapisan terluar selaput otak), sedangkan hematoma subdural terjadi di bawah duramater. Kedua kondisi ini sering kali disebabkan oleh cedera kepala traumatis, seperti yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas atau jatuh. Hematoma epidural cenderung berkembang lebih cepat dan membutuhkan intervensi medis segera, sementara hematoma subdural dapat berkembang lebih lambat dan kadang-kadang hanya menimbulkan gejala ringan pada awalnya.
Advertisement
Gejala Pendarahan Otak
Gejala pendarahan otak dapat bervariasi tergantung pada lokasi, ukuran, dan tingkat keparahan pendarahan. Beberapa gejala mungkin muncul secara tiba-tiba dan cepat memburuk, sementara yang lain mungkin berkembang secara bertahap seiring waktu. Mengenali gejala-gejala ini sangat penting untuk mendapatkan pertolongan medis segera. Berikut adalah beberapa gejala umum pendarahan otak:
Gejala Utama
- Sakit Kepala Parah yang Tiba-tiba: Sering digambarkan sebagai "sakit kepala terburuk dalam hidup", terutama jika pendarahan terjadi dengan cepat.
- Mual dan Muntah: Tekanan yang meningkat di dalam tengkorak dapat menyebabkan mual dan muntah yang tidak terkontrol.
- Perubahan Kesadaran: Mulai dari kebingungan, kesulitan tetap terjaga, hingga kehilangan kesadaran sepenuhnya (koma).
- Kejang: Terutama jika tidak ada riwayat kejang sebelumnya.
- Kekakuan Leher: Khususnya pada kasus pendarahan subarachnoid.
Gejala Neurologis
- Kelemahan atau Kelumpuhan: Biasanya terjadi pada satu sisi tubuh (hemiparesis).
- Kesulitan Berbicara atau Memahami Pembicaraan (afasia): Terjadi ketika pendarahan mempengaruhi area otak yang bertanggung jawab untuk bahasa.
- Gangguan Penglihatan: Bisa berupa penglihatan kabur, penglihatan ganda, atau kehilangan bidang pandang.
- Kesulitan Menelan (disfagia): Dapat terjadi ketika pendarahan mempengaruhi area otak yang mengontrol fungsi menelan.
- Kesulitan Berjalan atau Kehilangan Keseimbangan: Menunjukkan gangguan pada fungsi motorik dan koordinasi.
Gejala Lainnya
- Sensitivitas terhadap Cahaya (fotofobia): Terutama pada kasus pendarahan subarachnoid.
- Perubahan dalam Pola Pernapasan: Bisa menjadi lebih cepat, lebih lambat, atau tidak teratur.
- Detak Jantung Tidak Teratur: Menunjukkan bahwa sistem saraf otonom mungkin terpengaruh.
- Kesemutan atau Mati Rasa: Biasanya terjadi pada wajah, lengan, atau kaki pada satu sisi tubuh.
Diagnosis Pendarahan Otak
Diagnosis pendarahan otak memerlukan evaluasi medis komprehensif yang meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan berbagai tes penunjang. Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting untuk menentukan penanganan yang tepat dan meningkatkan peluang kesembuhan. Berikut adalah langkah-langkah dalam diagnosis pendarahan otak:
Anamnesis (Riwayat Kesehatan)
Dokter akan menanyakan tentang gejala yang dialami, kapan gejala tersebut mulai muncul, dan bagaimana perkembangannya. Informasi tentang riwayat kesehatan, termasuk hipertensi, penyakit jantung, diabetes, gangguan pembekuan darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, juga akan dikumpulkan. Dokter juga akan menanyakan tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi, terutama obat pengencer darah.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, dan tingkat kesadaran. Dokter akan melakukan pemeriksaan neurologis untuk menilai fungsi otak dan saraf, termasuk refleks, kekuatan otot, koordinasi, sensitivitas, dan fungsi kognitif. Pemeriksaan mata juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada pembengkakan pada saraf optik, yang dapat menunjukkan tekanan tinggi di dalam tengkorak.
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan adalah kunci dalam diagnosis pendarahan otak. Beberapa jenis pemeriksaan pencitraan yang umum digunakan antara lain:
- CT Scan (Computed Tomography): Ini adalah tes pencitraan yang paling cepat dan paling sering digunakan untuk diagnosis awal pendarahan otak. CT scan dapat dengan cepat mendeteksi adanya darah di otak dan lokasinya.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging): MRI memberikan gambar lebih detail tentang jaringan otak dan dapat mendeteksi pendarahan kecil yang mungkin tidak terlihat pada CT scan. MRI juga dapat membantu mengidentifikasi penyebab pendarahan, seperti tumor atau malformasi arteriovenosa.
- Angiografi Serebral: Prosedur ini melibatkan penyuntikan zat kontras ke dalam pembuluh darah untuk melihat aliran darah di otak. Angiografi dapat membantu mengidentifikasi aneurisma, malformasi arteriovenosa, atau penyempitan pembuluh darah.
- Lumbar Puncture (Pungsi Lumbal): Meskipun tidak selalu diperlukan, pungsi lumbal dapat membantu diagnosis pendarahan subarachnoid dengan memeriksa cairan serebrospinal untuk melihat adanya darah.
Pemeriksaan Laboratorium
Berbagai tes laboratorium dapat membantu dalam diagnosis dan manajemen pendarahan otak:
- Darah Lengkap: Untuk memeriksa jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
- Tes Pembekuan Darah: Untuk menilai kemampuan darah untuk membeku dan mengidentifikasi gangguan pembekuan darah.
- Tes Fungsi Hati dan Ginjal: Untuk menilai kesehatan organ-organ ini, yang dapat mempengaruhi pemilihan pengobatan.
- Toksikologi: Untuk memeriksa adanya obat-obatan atau zat terlarang dalam sistem, yang mungkin berkontribusi pada pendarahan.
Advertisement
Penanganan Pendarahan Otak
Penanganan pendarahan otak merupakan prosedur darurat medis yang memerlukan intervensi segera untuk mengurangi kerusakan otak dan mencegah komplikasi. Strategi penanganan tergantung pada penyebab, lokasi, dan tingkat keparahan pendarahan. Berikut adalah beberapa pendekatan dalam penanganan pendarahan otak:
Perawatan Intensif
Pasien dengan pendarahan otak biasanya dirawat di unit perawatan intensif (ICU) untuk pemantauan ketat. Ini meliputi:
- Monitoring Tekanan Intrakranial: Peningkatan tekanan di dalam tengkorak dapat memperburuk kerusakan otak. Dokter mungkin memasang alat untuk memantau tekanan ini.
- Manajemen Tekanan Darah: Kontrol ketat tekanan darah penting untuk mencegah perluasan pendarahan. Obat-obatan mungkin diberikan untuk menurunkan tekanan darah yang terlalu tinggi atau menaikkan tekanan darah yang terlalu rendah.
- Ventilasi Mekanis: Jika pasien kesulitan bernapas atau tidak sadarkan diri, ventilator mungkin diperlukan untuk membantu pernapasan.
- Pencegahan Kejang: Obat anti-kejang mungkin diberikan untuk mencegah atau mengontrol kejang, yang dapat memperburuk kerusakan otak.
Tindakan Operasi
Tindakan operasi mungkin diperlukan dalam beberapa kasus pendarahan otak:
- Kraniotomi: Prosedur pembedahan untuk mengakses otak dan menghilangkan penggumpalan darah. Ini sering dilakukan untuk hematoma epidural atau subdural yang besar.
- Ventrikulostomi: Pemasangan kateter ke dalam ventrikel otak untuk mengalirkan darah dan cairan serebrospinal, mengurangi tekanan di dalam otak.
- Klipping Aneurisma: Untuk aneurisma yang pecah, bedah saraf mungkin melakukan prosedur untuk memasang klip logam kecil pada pangkal aneurisma untuk mencegah pendarahan lebih lanjut.
- Embolisasi Koil: Alternatif untuk klipping aneurisma, di mana koil kecil dimasukkan ke dalam aneurisma melalui kateter untuk memblokir aliran darah ke dalamnya.
Terapi Medikamentosa
Berbagai obat-obatan dapat digunakan dalam penanganan pendarahan otak:
- Antihipertensi: Untuk mengontrol tekanan darah tinggi.
- Diuretik Osmotik: Untuk mengurangi pembengkakan otak dengan menarik cairan dari jaringan otak.
- Antikonvulsan: Untuk mencegah atau mengontrol kejang.
- Analgesik: Untuk mengelola nyeri.
- Faktor Pembekuan Darah: Untuk pasien dengan gangguan pembekuan darah atau yang menggunakan obat pengencer darah.
Rehabilitasi
Setelah kondisi pasien stabil, rehabilitasi menjadi fokus utama untuk membantu pemulihan fungsi yang hilang akibat pendarahan otak:
- Fisioterapi: Untuk membantu memulihkan kekuatan dan koordinasi otot.
- Terapi Okupasi: Untuk mengajarkan keterampilan yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari.
- Terapi Wicara: Untuk pasien dengan kesulitan berbicara, menelan, atau berkomunikasi.
- Terapi Kognitif: Untuk membantu pasien dengan masalah memori, perhatian, atau pemecahan masalah.
Â
Pencegahan Pendarahan Otak
Meskipun tidak semua pendarahan otak dapat dicegah, terutama yang disebabkan oleh kondisi bawaan seperti malformasi arteriovenosa, banyak kasus dapat dicegah dengan mengelola faktor risiko dan menerapkan gaya hidup sehat. Berikut adalah strategi pencegahan pendarahan otak:
Kontrol Tekanan Darah
Hipertensi adalah faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi untuk pendarahan otak. Langkah-langkah untuk mengontrol tekanan darah meliputi:
- Pemeriksaan Rutin: Periksakan tekanan darah secara teratur, terutama jika memiliki riwayat hipertensi atau risiko tinggi.
- Pengobatan: Ikuti resep dan saran dokter untuk pengobatan hipertensi.
- Diet Sehat: Kurangi konsumsi garam, tingkatkan asupan buah dan sayuran, dan batasi makanan berlemak jenuh.
- Aktivitas Fisik: Lakukan olahraga secara teratur, minimal 150 menit aktivitas aerobik intensitas sedang per minggu.
- Batasi Alkohol: Jika mengonsumsi alkohol, lakukan dengan moderat (maksimal 1 gelas per hari untuk wanita dan 2 gelas per hari untuk pria).
- Kelola Stres: Praktikkan teknik manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam.
Hindari Cedera Kepala
Cedera kepala adalah penyebab umum pendarahan otak, terutama pada usia muda. Langkah-langkah pencegahan meliputi:
- Gunakan Helm: Saat bersepeda, bermain olahraga kontak, atau berkendara motor.
- Gunakan Sabuk Pengaman: Selalu kenakan sabuk pengaman saat berkendara.
- Cegah Jatuh: Amankan rumah untuk mencegah jatuh, terutama untuk lansia, dengan memasang pegangan tangan di kamar mandi, menghilangkan kabel yang melintang di lantai, dan memastikan penerangan yang cukup.
- Supervisi Anak-anak: Awasi anak-anak saat bermain dan pastikan mereka menggunakan peralatan keselamatan yang sesuai untuk aktivitas berisiko.
Gaya Hidup Sehat
Gaya hidup sehat dapat membantu mencegah berbagai kondisi kesehatan yang meningkatkan risiko pendarahan otak:
- Berhenti Merokok: Merokok merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko pendarahan otak.
- Batasi Konsumsi Alkohol: Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan mengganggu pembekuan darah.
- Kontrol Berat Badan: Obesitas meningkatkan risiko hipertensi, diabetes, dan kondisi lain yang meningkatkan risiko pendarahan otak.
- Diet Seimbang: Konsumsi makanan yang kaya akan buah, sayuran, biji-bijian, protein tanpa lemak, dan lemak sehat.
- Aktivitas Fisik Teratur: Olahraga teratur membantu mengontrol tekanan darah, berat badan, dan kesehatan jantung secara keseluruhan.
Penggunaan Obat Yang Tepat
Penggunaan obat yang tepat dapat membantu mencegah pendarahan otak, terutama bagi mereka yang menggunakan antikoagulan:
- Ikuti Petunjuk Dokter: Gunakan obat sesuai dengan dosis dan jadwal yang diresepkan.
- Informasikan kepada Dokter tentang Semua Obat yang Dikonsumsi: Termasuk suplemen dan obat herbal, untuk menghindari interaksi yang berbahaya.
- Pemantauan Teratur: Untuk pengguna antikoagulan, pemeriksaan INR secara teratur penting untuk memastikan tingkat pengenceran darah yang tepat.
- Kenali Efek Samping: Ketahui gejala pendarahan yang harus diwaspadai dan laporkan segera kepada dokter.
Pendarahan otak merupakan kondisi medis serius yang memerlukan penanganan darurat. Pemahaman tentang penyebab, gejala, dan faktor risiko pendarahan otak sangat penting untuk deteksi dini dan pencegahan. Meskipun beberapa penyebab pendarahan otak tidak dapat dicegah, banyak faktor risiko yang dapat dimodifikasi melalui gaya hidup sehat dan manajemen kondisi medis yang tepat.
Advertisement
