Bunda, Tak Apa Anak Suka Gigit Kuku

Siapa sangka studi terbaru ungkap anak-anak yang senang menggigit kuku ataupun menghisap jempol cenderung tak mudah kena alergi.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 13 Jul 2016, 06:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2016, 06:00 WIB
Anak gigit kuku
Anak gigit kuku

Liputan6.com, New York- Anak-anak yang suka menggigit kuku cenderung memiliki masalah pada mulut serta infeksi pada kulit. Namun siapa sangka studi terbaru mengungkap hal menarik.

Dalam studi yang yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatric, peneliti menemukan anak-anak yang senang menggigit kuku ataupun menghisap jempol cenderung tak mudah terkena alergi terhadap berbagai hal termasuk hewan peliharaan maupun tungau.

Studi ini dilakukan pada 1000 anak--yang secara periodik tim peneliti melakukan tes kulit (skin-prick test) hingga mereka berusia 32 tahun.

Hasilnya setengah dari mereka yang tidak menggigit kuku maupun menghisap jempol saat kecil positif alergi pada usia 32 tahun.

Sementara itu mereka yang paling tidak memiliki satu dari dua kebiasaan tersebut 40 persen cenderung punya alergi. Tapi yang melakukan dua kebiasaan tersebut saat kecil hanya 31 persen diantaranya positif alergi.

Temuan studi ini sesuai dengan hipotesis higiene (hygiene hypothesis). Hipotesis ini mengemukakan seseorang yang terpapar bakteri, virus, dan alergen secara dini membuat sistem kekebalan tubuh jadi lebih kuat.

Ada kemungkinan kuman yang didapat anak saat menghisap jempol ataupun menggigit kuku membuat mikroba di usus belajar bertahan. Sehingga berdampak meningkatkan sistem imunitas tubuh dan siap sedia menghadapi serangan bakteri ataupun kuman seperti dikutip laman Time, Selasa (12/7/2016).

Kendati demikian, hasil studi yang dilakukan peneliti dari Selandia Baru dan Kanada ini dianggap bukan cara yang baik untuk mencegah alergi.

"Yang ingin kami katakan adalah jangan terlalu takut sedikit kotor. Karena kami tidak tahu apa yang ada dalam kotoran, bisa jadi mikroba atau subsantasi lain yang mungkin bisa melindungi atau menyebabkan penyakit," tutur dokter spesialis paru McMaster University, Kanada yang juga salah satu penulis studi ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya