Liputan6.com, Jakarta Jessica Kumala Wongso akhirnya divonis penjara 20 tahun karena terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap sahabatnya, Wayan Mirna Salihin.
Salah satu yang menarik perhatian publik mengenai kasus kematian Wayan Mirna Salihin adalah ekspresi Jessica sejak ditetapkan sebagai tersangka. Kebanyakan orang menganggap ekspresi wajah Jessica yang tampak tenang ini dianggap janggal. Makin menarik untuk dicermati ketika keputusan vonis terjadi pada 27 Oktober 2016. Secara kasat mata, Jessica terlihat banyak diam, tenang, dan bisa dikatakan minim ekspresi.
Baca Juga
Lantas, apa kata Pakar Deteksi Kebohongan, Handoko Gani, MBA, BAII melihat ekspresi Jessica tersebut?
Advertisement
Melalui pesan singkatnya, Handoko mengatakan, dalam ilmu deteksi kebohongan atau mikro ekspresi, salah satu cabang dari ilmu deteksi kebohongan, tidak ada definisi tenang dalam keilmuannya.
"Mungkin dalam definisi tenang bagi orang awam itu tidak histeris, tidak teriak, tidak menangis kencang, tidak berontak dan sebagainya. Tapi hal itu tidaklah sama dengan definisi ilmu mikro ekspresi," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (28/10/2016).
Menurut Handoko, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa mengontrol emosi. Kenapa? Karena emosi pertama yang dilihat merupakan feed back otak yang secara otomatis tidak bisa dikontrol, tidak bisa ditahan, bahkan keluar tanpa disadari dan bisa berlangsung cepat kemudian hilang lagi.
"Emosi akan muncul di wajah, gestur, kata-kata, suara, gaya bicara. Dan kalau kita (perhatikan) secara spesifik di wajah, pasti akan terlihat. Hanya masalahnya, apakah kamera menyorot atau tidak. Kedua, apakah sorotannya cukup jelas, terputus atau tidak. Jadi dengan kata lain, pasti ada," tuturnya.
Dalam hal Jessica, meski dia terlihat diam atau tenang, tetap saja ada ekspresi yang muncul di wajahnya.
Jessica sedih, marah, atau takut?
Jessica sedih, marah, atau takut?
Sebelumnya, Handoko menerangkan bahwa ekspresi ada banyak macamnya. Ekspresi terkait dengan amygdala (bagian otak yang berperan mengolah ingatan terhadap reaksi emosi) yang memerintahkan sejumlah otot untuk mengekspresikan emosi.
Otot-otot itu antara lain otot wajah yang bisa dilihat dari wajah. Amygdala juga bisa memerintah tubuh untuk diam mematung, sakit perut, gemetar, hingga kulit memucat, termasuk postur tubuh menurun, bahu menurun dan seterusnya.
Bicara soal Jessica, Handoko mencermati ekspresinya termasuk dalam kategori takut karena terlihat dari posturnya yang tampak turun, wajahnya juga sedikit memucat.
"Jadi takut itu tidak selalu diasosiasikan dengan teriak, seperti orang naik jet coaster. Ada orang yang takut ketemu ular, dia lari. Ada juga yang takut mematung atau loncat. Semua kategori itu termasuk takut. Dalam hal ini, Jessica sudah pasti takut," ujar penulis buku Mendeteksi Kebohongan tersebut.
Yang menarik, kata dia, justru ekspresi Jessica ini memperlihatkan hal yang sama bila dibandingkan dengan video CCTV yang ditayangkan televisi.
"Kalau dibandingkan dengan video CCTV yang memperlihatkan Jessica berdiri kemudian menghadap kamera lalu ekspresi wajahnya turun, alisnya, kemudian mulutnya turun dan dimasukkan ke dalam. Itu takut. Ditambah kemudian dengan gerakan tangan kanan menggaruk telapak telapak tangan kiri terus gantian, tangan kiri menggaruk telapak tangan kanan berkali-kali. Itu cukup lama, itu juga ekspresi takut," ujarnya.
Handoko melihat kecenderungan ekspresi pada saat sidang dengan CCTV juga mirip. Bisa dikatakan bahwa memang ekspresi Jessica takut seperti itu.
"Saya membantah pernyataan, Jessica tenang kok, dia tidak takut. Padahal, itu mungkin memang caranya (takut) seperti itu, mematung, wajah turun, alis turun, mulut masuk, bahu turun, dan sebagainya. Jadi itu bukan pertanda Jessica tenang, bahkan sekalipun vonis mempengaruhi hidupnya," katanya.
Advertisement
Ekspresi siapa yang paling menarik?
Ekspresi siapa yang paling menarik usai sidang vonis Jessica?
Bagi Handoko, ekspresi Jessica justru malah terlihat paling menarik dibandingkan orang-orang di sekitarnya atau mungkin keluarga korban yang terlihat mengeluarkan ekspresi makro (yang terlihat) dengan memaki, membentak dan sebagainya. Menurutnya, Jessica terlihat tenang.
"Ekspresi Jessica paling menarik. Tidak menunjukkan rasa takut dengan nangis, teriak, gemetaran, shock, atau pingsan. Kenapa begitu? Karena reaksi setiap orang berlainan," katanya.
Yang menarik lagi, menurut Handoko, Jessica juga bisa terlihat emosional. Hanya saja ini tidak terlihat karena kamera tidak menyorot, khususnya ketika dia menghadap ke Otto--waktu dipeluk.
"Pada saat divonis, kita lihat ada sedikit emosi dan takut. Kenapa saya menyorot emosi takut? Karena ini relevan dengan CCTV-nya sehingga menjadi perbantahan soal dia berdiri dan garuk-garuk tangan atau menjulurkan tangan saat membacakan nota pembelaan di mana terlihat tidak menjulur. Itu semua tanda ekspresi takut. Namun, yang perlu digarisbawahi, ekspresi takut ini bisa karena memang bersalah, atau takut karena mau dipenjara?" katanya.
Jangan menyimpulkan
Jangan menyimpulkan
Meski kini Jessica telah divonis terbukti bersalah, Handoko mengingatkan untuk tidak menyimpulkan ekspresi takut yang terlihat dari diri Jessica.
"Kita enggak bisa bilang takut ini bukti dia tidak bersalah. Jangan ada yang menyimpulkan, dia takut berarti kan normal, enggak juga. Takut karena bersalah, ketahuan, kita juga enggak bisa bilang begitu. Takut ini harus diverifikasi lebih dalam dengan bukti autentik. Jadi jangan sampai ada salah persepsi (bahwa) takut ini tanda bersalah atau sebaliknya karena `takut` punya makna," pungkasnya.
Advertisement