Bayi Hasil Bocah SD Hamili Siswi SMP di Tulungagung Juga Jadi Tanggung Jawab Kakek dan Neneknya

Kedua orangtua sang bayi yang masih remaja juga harus diberikan edukasi tentang tanggung jawab

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Mei 2018, 18:30 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2018, 18:30 WIB
Pernikahan dini (iStockphoto)
"Menemukan diri sendiri saja mereka belum tahu, apalagi mereka sudah diminta mengurus anak," jelas psikolog Kantiana Taslim (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kasus bocah SD hamili siswi SMP di Tulungagung, Jawa Timur cukup menghebohkan publik. Apalagi, keduanya masih duduk di bangku sekolah dan belum siap secara mental menjadi orangtua.

Untuk itulah, psikolog anak Kantiana Taslim menyarankan agar apabila sang bayi yang dikandung siswi SMP tersebut lahir, ada baiknya orangtua dari kedua remaja ikut bertanggung jawab mengasuh sang bayi.

Ini karena usia kedua remaja ada pada tahap seharusnya diisi dengan berbagai kegiatan positif seperti belajar, mengasah kemampuan, memperluas pertemanan, hingga mencari jati diri dan identitas.

"Menemukan diri sendiri saja mereka belum tahu, apalagi mereka sudah diminta mengurus anak," jelas Kantiana ketika dihubungi oleh Health Liputan6.com.

Selain itu, secara fisik, emosi, dan sosial keduanya belumlah matang untuk berkeluarga.

"Mereka masih butuh didampingi secara psikologis untuk itu. Bagaimana caranya untuk diedukasi. Mengapa ini merupakan tindakan yang salah, apa yang harus dilakukan selama kehamilan. Itu kan harusnya diedukasi dan dipantau," ucapnya. 

"Tidak cuma perempuannya, tapi juga laki-lakinya. Diajarkan mengapa ini salah, selama ini bagaimana, lalu gimana ke depannya, bagaimana bertanggung jawab. Apa yang harus dilakukan," tambah psikolog di Personal Growth tersebut.

 

Simak juga video menarik berikut ini:

 

 

 

 

Butuh Pendampingan Kesehatan Bagi Perempuan

KPAI memberi keterangan pers terkait insiden di CFD Thamrin yang melibatkan anak-anak. (Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com)
KPAI memberi keterangan pers terkait insiden di CFD Thamrin yang melibatkan anak-anak. (Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com)

Selain itu, di usia pra-remaja itu, kehamilan juga sangat rentan. Hal ini karena perkembangan fisik sang ibu belum matang.

"Pendampingan kesehatan itu perlu. Mungkin dari lembaga terkait atau dari orangtua sang anak sendiri," jelas psikolog lulusan Universitas Indonesia tersebut.

Karena pernikahan dini bukanlah jalan yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini, Kantiana menyarankan adanya pendampingan dari lembaga-lembaga yang tepat tidak hanya bagi sang anak, namun juga bagi orangtuanya.

"Orangtua juga diedukasi. Bagaimana untuk menyikapi anak ini. Bagaimana caranya mengajarkan tanggung jawab pada anak-anak ini," ucap Kantiana. 

Tanggung jawab yang dimaksud adalah mengenai menyikapi kehamilan, serta bagaimana keduanya bisa tetap mengurus anak sementara masih ingin dan perlu menempuh pendidikan.

 

Kakek Nenek Juga Bertanggung Jawab

Ilustrasi ibu hamil bisa mendaftarkan janin dalam JKN-KIS dari BPJS Kesehatan (iStock)
Bayi tersebut juga harus jadi tanggung jawab kakek neneknya (iStock)

Dikarenakan kedua remaja itu masih duduk di bangku sekolah, orangtua mereka juga sebaiknya ikut berperan apabila bayi tersebut dilahirkan.

"Jadi dikembalikan lagi ke kakek-neneknya. Tentunya dengan anak-anaknya agar dibimbing. Jadi ketika dia menginjak usia yang sudah matang, mereka (paham) harus gimana mulai mengasuh anak," tambah Katiana.

Di sisi lain, orangtua remaja tersebut juga tetap harus diperiksa apakah mereka layak untuk mengasuh bayi, sembari mengajari anak-anaknya.

"Bisa ditinjau serta dilakukan pemeriksaan psikologis kembali, apakah memang orangtua remaja tersebut layak untuk bertanggung jawab atas pengasuhan bayi, dan dapatkah mereka mengedukasi anak remajanya juga," tutup Kantiana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya