Liputan6.com, Jakarta Merespons aksi 22 Mei 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepada Kementerian Sosial serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan pendampingan psikologis mengatasi trauma. Kerjasama juga perlu dilakukan dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
Trauma ini khususnya dialami oleh anak-anak yang berada di sekitar titik-titik kerusuhan tersebut. Upaya ini perlu dilakukan karena banyak anak yang bukan peserta aksi 22 Mei berada di sekitar lokasi kejadian.
"Ini (pendampingan psikologis) perlu dilakukan agar anak-anak tidak merasakan ketakutan serta bisa menjalankan aktivitas sosialnya dengan baik," kata Komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan Napza Sitti Hikmawatty dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Sabtu (25/5/2019).
Dari hasil pengamatan KPAI, titik lokasi kerusuhan aksi 22 Mei sebagian berada di area pemukiman penduduk. Banyak anak yang menyaksikan dan merasakan situasi mencekam pada hari kejadian tersebut.
Simak video menarik berikut ini:
Kematian korban anak
Selain pendampingan psikologis terhadap anak, KPAI juga terus melakukan koordinasi dengan kepolisian guna mengetahui penyebab tindakan kekerasan terhadap anak sehingga terjadi kematian pada korban anak.
"Data awal KPAI mencatat, anak yang meninggal sebanyak 3 orang. Korban luka yang sedang dirawat di RS Tarakan sebanyak 2 orang," Sitti menambahkan.
KPAI mendesak Polri untuk melakukan pengusutan secara tuntas terhadap 3 korban anak yang meninggal termasuk yang sedang dirawat di rumah sakit.
KPAI menyayangkan peristiwa kerusuhan yang terjadi sehingga menimbulkan kekerasan dan korban terhadap anak.
Adapun puluhan korban anak mengalami luka-luka-luka akibat aksi 22 Mei sudah pulang dari RS Tarakan.
Advertisement