Liputan6.com, Jakarta Masalah kesehatan jiwa bisa dialami semua orang, termasuk anak dan remaja. Tak jarang, kondisi tersebut menjadi awal dari sebuah kasus bunuh diri.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengungkapkan bahwa bunuh diri menjadi penyebab terbesar kematian di usia 15 hingga 19 tahun. Sementara, setengah dari masalah kesehatan jiwa dewasa dimulai pada usia 14 tahun.
Baca Juga
"Bagi banyak orang muda, masa remaja adalah waktu eksplorasi kesempatan dan kebebasan baru, tapi mereka juga bisa merasakan kecemasan tentang performa akademik, hubungan, serta masa depan," tulis WHO dalam edaran yang laman resmi mereka dikutip Kamis (10/10/2019).
Advertisement
Meski masalah stres secara emosional adalah normal, namun bagi beberapa anak muda hal itu bisa berbahaya. Jika tak tertangani dengan baik, bunuh diri bisa menjadi akhir yang paling ditakutkan.
Maka dari itu, WHO meminta agar guru serta pekerja di sekolah lebih paham mengenai masalah kesehatan jiwa yang mungkin saja dialami oleh para pelajar.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Pertanda yang Harus Diwaspadai
WHO menyatakan, ada beberapa pertanda yang harus diwaspadai ketika hal itu terlihat pada seorang peserta didik. Tanda-tandanya adalah:
- Mengekspresikan pikiran, perasaan, atau rencana untuk mengakhiri hidup termasuk melalui cerita atau gambar
- Perubahan mendadak atau dramatis dalam kinerja akademik
- Perubahan suasana hati, misalnya jadi sering menangis atau menunjukkan tekanan emosional yang parah
- Mengekspresikan putus asa tentang masa depan
- Perubahan perilaku dan menarik diri dari orang lain, termasuk kehilangan minat dalam kegiatan yang biasa dinikmati serta peningkatan kemarahan, permusuhan, atau impulsif
- Kerap berkonflik dengan siswa lain atau pekerja sekolah
- Sering absen dari sekolah atau sulit berkonsentrasi saat pelajaran
- Diketahui menggunakan alkohol atau obat-obatan terlarang
- Serta melakukan perundungan atau mengalami relasi yang buruk dengan teman sebaya.
Advertisement
Ketika Anak Butuh Bantuan
Untuk itu, WHO meminta guru agar memberikan perhatian khusus ketika mereka mengalami perubahan perilaku di saat stres. Anda bisa melakukannya sebelum ujian atau ketika ada perubahan besar dalam kehidupannya.
Jika guru merasa khawatir tentang kondisi siswa, sampaikan perhatian dan dengarkan apa yang mereka katakan tanpa memberikan sebuah penilaian atau penghakiman.
Selain itu, WHO juga meminta guru untuk mendorong siswa agar berbicara dengan orang yang mereka percaya. Tawarkan juga untuk berdialog dengan orang yang lebih paham dengan masalahnya, tentunya dengan persetujuan anak itu.
"Jika siswa telah berusaha, atau menunjukkan bahwa mereka memang sengaja melukai diri sendiri, cari segera dukungan dari layanan kesehatan, baik di sistem sekolah (seperti konselor atau perawat) atau dalam masyarakat. Jangan tinggalkan siswa sendirian," tulis WHO.