Liputan6.com, Jakarta Film Joker mendapatkan respons positif dari masyarakat dunia. Di sisi lain, beberapa mengkritik suasana adaptasi lepas dari karakter DC itu yang dianggap menimbulkan masalah kejiwaan, terutama bagi mereka yang sudah memilikinya.
Dokter spesialis kejiwaan Agung Frijanto mengatakan bahwa bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan jiwa, paparan audiovisual seperti film Joker bisa memicu timbulnya kondisi yang telah dimiliki sebelumnya.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi paparan audiovisual, terutama pada anak-anak, bisa membuat imajinasi yang berkembang. Ketakutan, cemas, mengubah perilaku dia juga," kata Agung di gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, ditulis Selasa (8/10/2019).
Advertisement
Ditemui usai temu media dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2019, Senin kemarin, Agung mengatakan, beberapa tayangan yang mengandung banyak kekerasan, kriminal, atau pemberitaan-pemberitaan tertentu, punya potensi menjadi pemicu munculnya masalah kesehatan jiwa seperti depresi atau kecemasan.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Jangan Paksakan Nonton Joker
Maka dari itu, Agung merekomendasikan bagi mereka yang merasa mengalami masalah kesehatan mental saat menonton film semacam itu, untuk memeriksakan kondisi kejiwaannya ke dokter.
Saran lain adalah dengan terlebih dulu membaca resensi atau ulasan tentang film tersebut.
"Kalau baca resensi film, kalau memang dia tipe orang yang pencemas, sebaiknya (pilih) film yang lebih menghibur. Jangan memaksakan diri untuk itu. Jadi dia harus betul-betul menyesuaikan tayangan dan hiburan yang sesuai dengan kebutuhan dia," kata dokter yang menjabat sebagai sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia ini.
Joker yang telah tayang sejak awal Oktober di Indonesia banyak mendapatkan perhatian, khususnya terkait masalah kesehatan mental di dunia.
Dalam film itu, karakter badut musuh Batman yang diperankan oleh Joaquin Phoenix tersebut memang mengalami beberapa gangguan kejiwaan seperti halusinasi, serta masalah tawa patologis. Selain itu, diperlihatkan bahwa lingkungan sosial yang buruk membentuknya menjadi sosok badut jahat yang kita kenal selama ini sebagai Joker.
Advertisement