Liputan6.com, Jakarta Bakteri yang resisten saat ini sudah menjadi perhatian di dunia kesehatan. Hal tersebut karena maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
"Bakteri resisten itu justru terjadi karena kesalahan penggunaan antibiotik, di semua level. Di komunitas, di masyarakat membeli antibiotik sesukanya, menyimpan antibiotik sesukanya, memberikan ke saudaranya yang sakitnya sama," ujar Hari Paraton, Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikrobial.
Baca Juga
Dalam temu media di Jakarta, Kamis (19/12/2019) lalu, Hari mengatakan ketika seseorang sudah terkena bakteri yang resisten antibiotik, maka ketika dia terserang penyakit yang disebabkan bakteri, itu akan lebih sulit untuk disembuhkan.
Advertisement
"Dikasih antibiotik biasa tidak sembuh, tambah parah," kata Hari, ditulis Sabtu (21/12/2019).
Selain itu, ketika pasien baru saja melakukan operasi, dia juga rentan mengalami luka yang terbuka.
"Organnya rusak satu-satu. Terakhir ya meninggal," katanya.
Â
Resisten Bakteri Terjadi Dalam Hitungan Hari
Hari mengatakan, bakteri bisa menjadi resisten dalam hitungan hari saja. "Jadi tidak perlu bulanan atau mingguan, kita minum beberapa hari saja sudah terjadi proses resistensi."
Maka dari itu, dibutuhkan kebijakan masyarakat dalam mengonsumsi antibiotik. Dokter pun juga diminta untuk tidak asal memberikan obat tersebut ke masyarakat.
Hari mengatakan, hanya penyakit yang disebabkan oleh bakteri saja yang membutuhkan antibiotik. Penyakit seperti flu atau sakit tenggorokan biasa, tidak perlu menggunakan obat tersebut.
Apabila seseorang mengalami demam selama tiga hari, periksalah darah terlebih dulu untuk mengetahui apakah penyakitnya karena bakteri atau virus. Jika leukositnya normal, penyakit tersebut dikarenakan virus.
"Kalau rendah, itu bakteri. Itu yang wajib dapat antibiotik."
Advertisement