Anak Gemuk Tidak Selalu Berarti Sehat

Menurut Ahli Gizi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Ita Rosita, Kegemukan terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan.

oleh Arie Nugraha diperbarui 08 Mar 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2020, 17:00 WIB
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Liputan6.com, Bandung - Anak yang sehat selalu menjadi dambaan orangtua. Namun, pandangan masyarakat Indonesia biasanya menyebut anak yang gemuk itu adalah anak yang sehat, sebaliknya, anak kurus sering dianggap kurang sehat. 

Hal ini sering membuat orangtua bimbang jika anaknya tidak gemuk, dan sebaliknya, menimbulkan kebanggaan jika anaknya gemuk. Padahal, keyakinan tersebut tidak sepenuhnya benar. Berat badan berlebih pada anak tidak selalu berarti sehat, sebaliknya dapat menimbulkan masalah kesehatan.

Menurut Ahli Gizi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Ita Rosita, kegemukan terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary lifestyle.

Sedentary lifestyle merupakan gaya hidup yang tidak aktif atau tak banyak bergerak dan terlalu banyak dihabiskan dengan duduk atau berdiam diri saja. Orang dengan gaya hidup sedentary ini biasanya hanya menghabiskan waktu dengan duduk atau berbaring dan menghabiskan waktu misalnya dengan menonton TV, bermain gawai, dan membaca. Sedentary lifestyle ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa tetapi juga dialami oleh anak-anak,” kata Ita, ditulis Minggu, 8 Maret 2020.

Faktor Penyebab Kegemukan

Ita menyebutkan beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kegemukan pada anak antara lain, faktor genetik diduga menjadi salah satu faktor, tetapi bukan faktor utama asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman softdrink, makanan siap saji (burger, pizza, hotdog dan lainnya). Asupan susu formula yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi atau anak, merupakan alasan lainnya.

Ita melanjutkan pola asuh yang tidak baik dapat mempengaruhi kegemukan terhadap bayi atau anak. Selain itu sebut Ita, orangtua terlalu memanjakan anaknya sehingga apapun yang diinginkan anaknya, terlepas apa yang diinginkan anak ini akan berdampak buruk atau ketidakseimbangan antara pola makan dan aktivitas fisik sedentary lifestyle.

Kegemukan pada usia dewasa biasanya merupakan kelanjutan dari kegemukan pada saat kecil. Kegemukan dan obesitas pada anak yang berlanjut ke usia dewasa ini merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dan lainnya. 

“Pada anak, kegemukan dan obesitas juga dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur (sleep apnea) dan gangguan pernapasan lain,” ujar Ita.

Anak Gemuk Sulit Bergerak

Anak-anak dengan kegemukan juga dapat mengalami kesulitan gerak dan terganggu pertumbuhannya karena timbunan lemak yang berlebihan pada organ-organ tubuh yang seharusnya berkembang. Pada aspek psikologis, kegemukan juga berdampak pada menurunnya kepercayaan diri anak, terlebih jika diejek oleh teman-temannya.

Beberapa cara menghindarkan anak dari obesitas ucap Ita, yaitu dengan cara pemilihan makanan atau minuman yang baik dan benar. Mengurangi mengonsumsi makanan cepat saji, makanan ringan dalam kemasan, minuman ringan, cemilan manis atau makanan yang mengandung tinggi lemak. 

“Sajikan makanan dengan gizi seimbang dengan bahan makanan segar seperti: makanan pokok (nasi putih/merah atau karbohidrat lain), lauk hewani (daging sapi, ayam, telur, ikan), lauk nabati (tempe, tahu, kacang merah, kacang hijau dan kacang-kacangan lain), sayuran segar (sayuran hijau, sayuran berwarna),” jelas Ita.

Memperbanyak konsumsi buah segar dan susu, dapat menjadi salah satu cara menghindari kegemukan bayi atau anak. Berikan porsi sesuai dengan kebutuhan anak berdasarkan golongan umur dan jangan berlebihan.

Ita juga mengingatkan agar orangtua membiasakan anak sarapan. Sarapan merupakan awal baik untuk anak saat memulai hari. Ini bermanfaat agar anak kuat melakukan aktivitas dan menghindari makan berlebihan setelahnya.

“Cara pengelolaan makan sangat berpengaruh juga harus diperhatikan. Hindari terlalu banyak menggoreng makanan agar tidak terlalu banyak lemak yang dikonsumsi,” terang Ita.

Orangtua Perlu Biasakan Anak Sarapan

Ita menuturkan orangtua harus membiasakan bayi atau anak makan di meja makan dan tidak sambil mengerjakan yang lain. Makan sambil bermain gawai atau nonton tv membuat orang tidak menyadari sudah berapa banyak makanan yang disantapnya.

Lakukanlah aktifitas fisik secara rutin setidaknya 30 menit perhari, tiga kali dalam seminggu. Jika anak kita sudah masuk kedalam kategori kegemukan atau obesitas, segera evaluasi kebiasaan makan dan aktivitas anak, kembalikan ke pola hidup sehat seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. 

“Disarankan untuk meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi sedentary life. Jika dibutuhkan, segera lakukan konseling gizi untuk mendapatkan edukasi mengenai asupan makan anak. Edukasi gizi bertujuan untuk mendorong perilaku yang positif terkait dengan makanan dan gizi,” ucap Ita.

Pemberian pemahaman secara dini kepada anak-anak mengenai makanan atau minuman yang berisiko terhadap kelebihan berat badan sangatlah baik. Edukasi gizi secara visual dan dilakukan secara intensif lebih mudah diterima oleh anak-anak terutama yang telah memasuki usia sekolah.

Jadi, alih-alih membiarkan anak semakin gemuk dan obesitas, sebaiknya orangtua mempertahankan berat badan anak-anak pada berat badan normal agar pertumbuhan dan kesehatan anak optimal. (Arie Nugraha)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya