Liputan6.com, Jakarta Bursa efek Indonesia (BEI) buka suara mengenai pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kembali turun signifikan. IHSG sempat mengalami penurunan tajam sebesar 3 persen hingga sentuh level 5.967 pada perdagangan hari ini, Senin 24 Maret 2025.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman tak menampik kondisi tersebut. Namun dia juga mengatakan bahwa penurunan tidak berlangsung lama. IHSG mulai kembali menggeliat usai pengumuman danantara, dan penurunannya perlahan mulai berkurang.
"Ini menjadi bukti bahwa Indonesia sangat membutuhkan persepsi yang kuat dan positif. Sebagai pelaku pasar modal dan bagian dari Bursa, saya ingin meminta kepada semua untuk memberikan waktu bagi Danantara," katanya ditulis, Selasa (25/3/2025).
Advertisement
Iman memahami bahwa munculnya nama-nama tertentu sebagai direksi dan manajer bisa menimbulkan berbagai persepsi di pasar. "Namun, sekali lagi, ini adalah tentang persepsi, bukan sekadar fundamental," tandasnya
Sudah Terlihat Sejak Akhir 2024
Menurut analis dari Central Capital, Wahyu Tri Laksono, tren negatif indeks saham sebenarnya sudah terlihat sejak kuartal keempat tahun lalu, sehingga penurunan ini bukan sesuatu yang mengejutkan.
"Jadi pelemahan ini harusnya sudah bisa diantisipasi atau diduga. Tren negatif biasanya bertahan dalam jangka menengah, bukan hanya sehari atau dua hari," ujarnya kepada Liputan6.com.
Faktor Domestik
Wahyu menjelaskan bahwa faktor domestik, seperti stagnasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), memang berdampak, tetapi bukan faktor utama yang menyebabkan anjloknya IHSG.
"Pelemahan rupiah dan IHSG saat ini jelas karena faktor fundamental global, terutama dari Amerika Serikat," tambahnya.
Ia menyoroti bahwa ketidakpastian ekonomi global, kebijakan perdagangan proteksionis yang diprakarsai Donald Trump, serta daya tarik pasar modal AS telah membuat investor global menarik dananya dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Dalam kondisi ekonomi global yang tidak pasti, dengan perang tarif dan perang dagang yang dipicu oleh Trump serta kuatnya ekonomi AS, pelarian modal ke Wall Street sulit dihindari," kata Wahyu.
Advertisement
Kebijakan Moneter BI
Selain itu, kebijakan moneter dan fiskal Bank Indonesia (BI) juga dinilai bukan faktor utama dalam pelemahan IHSG. Menurut Wahyu, kebijakan domestik tetap bergantung pada faktor global, terutama kebijakan ekonomi AS dan China.
"Hedge fund bahkan menjadi pembeli bersih ekuitas AS selama lima hari berturut-turut pekan lalu, dengan kecepatan tertinggi sejak November 2024. Ini menunjukkan betapa kuatnya arus modal yang mengarah ke Wall Street," ungkapnya.
Investor global disebut telah menggelontorkan dana sebesar 520 miliar dolar AS ke pasar ekuitas AS dalam 12 bulan terakhir, melampaui rekor tertinggi sebelumnya yang terjadi pada tahun 2021.
Sebagai perbandingan, saham pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, hanya mencatat arus masuk bersih sebesar 220 miliar dolar AS, atau melemah 57 persen.
Wahyu menambahkan, kebijakan ekonomi Donald Trump memberikan dampak besar terhadap pasar global, termasuk IHSG. "Donald Trump membawa ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global. Sementara Wall Street diuntungkan, bursa di kawasan lain, termasuk Indonesia, terdampak negatif sejak akhir tahun lalu," katanya.
