Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan bahwa dibutuhkan pemeriksaan secara medis untuk menyatakan bahwa remaja NF (15), yang melakukan pembunuhan terhadap seorang bocah di Jakarta, adalah psikopat atau memiliki masalah kesehatan jiwa.
"Saya pikir kita harus sama-sama menghormati proses karena dari kemarin hingga hari ini proses untuk melakukan assessment, baik itu psikologi atau psikiatri sedang dilakukan. Kita juga mendorong diagnosa medis," kata Putu Elvina, Komisioner Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum KPAI.
Baca Juga
"Banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan, apakah itu murni pembunuhan, apakah karena tontonan, serta merta menjadi alasan untuk membunuh, apakah karena faktor lingkungan keluarga, broken home, dan sebagainya, ini bukan merupakan alasan atau faktor tunggal. Banyak hal yang lain baik dari sisi eksternal atau internal anak ini sendiri," kata Putu dalam konferensi pers di kantor KPAI, Senin (9/3/2020).
Advertisement
Putu mengatakan, seringkali masyarakat lebih terfokus pada faktor di luar si anak tanpa memperhatikan apa yang ada dalam diri remaja itu sendiri. Termasuk faktor genetik dan lainnya.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Saran KPAI: Lakukan Pengobatan dan Rehabilitasi
"Banyak asumsi yang mengatakan, tapi kita belum bisa mendasarkan pada asumsi tersebut apakah si anak menderita skizofrenia atau psikopat. Itu masih butuh assessment, kita juga tidak bisa berandai-andai karakteristik anak itu psikopat atau skizofrenia," kata Putu menambahkan.
Terkait hal ini, Putu merekomendasikan agar kepolisian tidak hanya melakukan penyelidikan secara psikologis pada NF, namun juga menyeluruh termasuk secara neurologis.
Selain itu, KPAI juga menyarankan agar proses hukum tetap berjalan namun dilakukan dengan cara rehabilitasi dan pengobatan apa pun hasil dari pemeriksaan remaja tersebut.
"Dengan karakteristik pembunuhan yang seperti itu, maka jalan yang terbaik yang bisa kita berikan adalah pengobtan dan rehabilitas," kata Putu.
"Proses hukum pun kalau maksimal 10 tahun itu juga tidak akan berimbas baik pada si anak karena pada saat dipenjara, otomotis tidak ada proses rehabilitasi yang bisa kemudian mengubah perilaku yang seperti itu," ujarnya.
Disclaimer: Redaksi memahami bahwa sebuah peristiwa pembunuhan bisa disebabkan oleh lebih dari satu faktor. Oleh karenanya, isi artikel ini hanya sebatas memberikan informasi, bukan semata-mata mengarahkan pembaca untuk menjadikannya referensi dan alasan tunggal atas sebuah kasus yang tengah marak beberapa waktu terakhir.
Redaksi juga memahami betapa pentingnya suatu persoalan psikologis yang diderita seseorang, dan oleh karenanya, kami meminta pembaca untuk peka dan bersimpati jika menemukan kerabat yang mengalaminya.
Kami mengingatkan kepada pembaca betapa pentingnya peran orangtua dalam mengawasi keseharian anak, termasuk, dalam penggunaan teknologi internet dan platform digital lain sehari-hari. Kami juga mengingatkan pentingnya agar bersikap bijak dan kritis dalam menerima segala informasi yang Anda dan anak Anda terima.
Advertisement