Ada 54 Desa Kritis COVID-19 di Jabar

Di Jawa Barat terdapat 267 desa dan kelurahan dengan kasus pasien positif COVID-19. Lalu, 54 desa diantaranya ada yang lebih dari enam pasien positif terinfeksi Corona.

oleh Arie Nugraha diperbarui 02 Jun 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2020, 14:00 WIB
Virus Corona COVID-19 dari Mikroskop
Gambar menggunakan mikroskop elektron yang tak bertanggal pada Februari 2020 menunjukkan virus corona SARS-CoV-2 (kuning) muncul dari permukaan sel (biru/pink) yang dikultur di laboratorium. Sampel virus dan sel diambil dari seorang pasien yang terinfeksi COVID-19. (NIAID-RML via AP)

Liputan6.com, Bandung Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat, Berli Hamdani, mengatakan terdapat 267 desa dan kelurahan di Jabar memiliki pasien positif COVID-19. Dari jumlah itu, ada sekitar 54 desa kritis dengan catatan kasus positif COVID-19 lebih dari enam pasien per desa.

Seluruh desa tersebut menjadi fokus Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar untuk melokalisir pasien positif beserta kontak tracing. Pelacakan yang komprehensif pun disertai dengan pembatasan aktivitas, peningkatan pelayanan kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan.

"Tes swab akan dilakukan sebanyak dua kali. Tes pertama dilakukan pada hari pertama penanganan, dan tes selanjutnya dilakukan pada hari ke-14. Kami juga akan memobilisasi ambulans Puskesmas Keliling sebagai Mobile COVID-19 Test, mengoptimalkan Layad Rawat, MPUS, Mobile Laboratorium BIN," ucap Berli.

Berli menyatakan, hasil pemeriksaan akan menjadi landasan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 dalam melakukan penyekatan dan menekan potensi kontak lokal COVID-19. Dengan begitu, penularan COVID-19 dapat dikendalikan, dan perluasan paparan virus SARS-CoV-2 dapat terlacak.

Petugas non-kesehatan, seperti TP PKK kabupaten dan kota setempat, Satgas Desa Siaga, relawan, TNI, POLRI, dan masyarakat sekitar, turut dalam penanganan COVID-19 di kelurahan serta desa yang masuk zona kritis.

"Kesiapan Alat Pelindung Diri (APD) dalam posisi aman. Artinya, semua kebutuhan APD sudah terpenuhi atau dalam proses pemenuhan. Terkait makanan untuk karantina juga melalui program ketahanan pangan bersama OPD dan sektor terkait," ujar Berli.

Selain pemeriksaan, tutur Berli, penanganan COVID-19 berskala mikro di daerah rawan disertai juga dengan pemantauan kesehatan, sterilisasi rumah, fasilitas sosial, dan fasilitas umum, pengawasan orang masuk dan keluar di daerah tersebut, dan pendirian dapur umum. Selama penanganan, warga yang berada di kelurahan desa rawan COVID-19 tidak diperkenankan keluar atau menerima tamu dari luar, kecuali untuk kepentingan darurat.

Warga dapat beraktivitas di wilayah kelurahan dan desa dengan menerapkan protokol kesehatan. Setelah isolasi 14 hari selesai, warga yang berada di kelurahan/desa rawan COVID-19 menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta tanggap dan peduli pada pandemi.

"Di samping itu, pemantauan dan pengawasan orang masuk dan keluar, serta pemeriksaan kesehatan dan rapid test periodik, akan dilakukan," jelas Berli.

 

 

Penanganan Level Desa/Kelurahan

Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar memang mulai mengimplementasikan penanganan COVID-19 berskala mikro atau tingkat kelurahan dan desa. Tujuannya supaya sebaran COVID-19 dapat dikendalikan dan angka kematian akibat pandemi bisa ditekan.

Lewat penanganan berskala mikro dengan melakukan isolasi secara intensif selama 14 di desa dan kelurahan yang masuk daerah rawan dapat mengefisienkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penanggulangan COVID-19.

"Semakin lamanya kita mengatasi dampak Pandemi COVID-19 d Jabar ini, semua sumber daya terserap hampir habis, termasuk anggaran dan SDM. Penanganan COVID-19 berskala mikro juga sejalan dengan pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) proporsional di tingkat kelurahan dan desa," kata Berli.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya