Adaptasi Pendidikan Kedokteran Era New Normal, Belajar Virtual Pakai Alat Peraga

Adaptasi pendidikan kedokteran di era new normal, belajar virtual dengan alat peraga.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 19 Jul 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2020, 14:00 WIB
Tenaga Kesehatan
Adaptasi pendidikan kedokteran di era new normal, belajar virtual dengan alat peraga. Ilustrasi Tenaga Kesehatan (Photo by H Shaw on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Adaptasi pendidikan kedokteran di era new normal COVID-19 dapat dilakukan secara virtual menggunakan alat peraga (model). Penjelasan menggunakan alat peraga juga untuk memahami bagaimana mempersiapkan praktik maupun operasi.

Berbagai macam alat peraga, seperti peralatan medis dan torso (tubuh manusia) bisa diterapkan.

Dukungan belajar virtual dengan alat peraga dapat dilengkapi dengan video praktik. Cara ini mempermudah dalam memahami topik yang dipelajari, terutama pelatihan klinis untuk operasi atau bedah.

"Kita mempelajari apa yang disebut dengan pelatihan klinis. Contohnya, karena saya dokter obgyn, pembelajarannya bagaimana menolong persalinan, bagaimana kita mempersiapkan pencegahan infeksi dan cara menjahit (operasi atau luka). Ini namanya basic surgical skill," jelas dokter spesialis obstetri dan ginekologi klinis Dwiana Ocviyanti saat sesi webinar Series 100 Tahun Gedung FKUI, ditulis Minggu (19/7/2020).

"Mulai cara memahami alat-alat yang dipakai, memahami benangnya, cara memegang alatnya, cara membuat simpulnya, cara menjahit. Nah, bisa dipelajari lewat video. Bisa juga dengan menunjukkan praktik menggunakan alat peraga, yakni pakai spons/busa untuk menjahit. Lalu nanti sponsnya digabung."

Selama pelatihan klinis secara virtual tersebut, mahasiswa kedokteran dapat dipantau. Ini karena pelatihan klinis yang dikenal dengan istilah humanistik training--berlatih dengan organ manusia--harus sebaik mungkin tidak boleh mencelakai.

"Harus sudah terlatih, enggak boleh seperti baru belajar menjahit. Nanti kalau praktik langsung ke pasien, jangan-jangan jahitan ada yang miring lagi atau menyakiti pasien. Jadi butuh kreativitas juga dalam pembelajaran virtual," lanjut Dwiana.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Kuliah Interaktif Berbasis Daring

Ilustrasi
Kuliah interaktif berbasis daring. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Dwiana menambahkan kuliah interaktif tetap bisa dilakukan berbasis daring. Banyak mahasiswa yang ikut kuliah daring sampai ratusan. Para pengajar tetap bisa berinteraksi dengan melihat nama mahasiswa.

"Video edukasi harus mulai diperbanyak dibuat atau kalau tidak bisa langsung mengambil dari apa yang sudah diunggah di internet. Tapi kadang-kadang tidak sesuai karena beberapa kompetensi klinis harus sesuai dengan materi atau kondisi yang ada di Indonesia, sehingga kita mau tidak mau ya harus buat (video) sendiri," tambahnya.

"Kemudian bisa juga ditambah video semacam demonstrasi-demonstrasi keterampilan klinis. Bisa juga dilakukan dari pengajarnya langsung yang berada di kamar operasi. Kemarin saya datang ke bagian forensik yang melakukan autopsi di kamar bedah mayat. Mahasiswa bisa menonton sambil dijelaskan soal autopsi."

Meski begitu mahasiswa kedokteran tetap harus mendapat kesempatan untuk melakukan autopsi sendiri. Turun ke kamar jenazah. Begitu juga dengan operasi dan lain-lain.

Kreativitas pengajar sangat diperlukan untuk praktik klinis dan tanggung jawab dari fakultas akan membantu kegiatan belajar mengajar pendidikan kedokteran di era new normal.

Tetap Harus Tangani Pasien Langsung

Ilustrasi ruang operasi (iStock)
Tetap harus menangani pasien langsung. Ilustrasi ruang operasi (iStock)

Walaupun pembelajaran secara virtual, kompetensi pendidikan kedokteran tetap harus menyasar pada praktik langsung terhadap pasien. Apalagi para calon dokter spesialis, yang mana standar kompetensi praktik langsung menjadi salah satu hal yang penting.

"Kalau untuk mahasiswa fakultas kedokteran ya untuk jadi dokter enggak bisa tergantikan. Kita harus turun ke lapangan untuk menolong persalinan, misalnya. Tentunya, praktik langsung berbeda dengan diagnostik saat belajar virtual," lanjut Dwiana.

"Kemampuan diri pada standar kompetensi dokter, yakni skill dan tata laksana menangani pasien betul-betul dipahami. Pastikan kita terlatih, misalnya merawat luka dan memeriksa mata. Bagaimana teknik pemeriksaan mata, cara memegang kelopak mata."

Kegiatan berbasis praktik klinik dibatasi hanya di beberapa rumah sakit yang sudah dipersiapkan. Sebelum praktik klinis, perlu komunikasi dengan direktur rumah sakit setempat. Bahwa rumah sakit harus menyatakan kesiapannya untuk keamanan mahasiswa kedokteran.

"Kita juga memastikan bahwa mahasiswa memahami prinsip protokol kesehatan, jaga jarak, dan menggunakan alat pelindung diri serta menjaga kesehatan diri," ujar Dwiana.

"Ini yang lebih penting lagi, mahasiswa harus tahu bagaimana proses penularan COVID-19 bisa terjadi. Tidak hanya pada saat di rumah sakit, tapi juga di luar rumah sakit, terutama bagi mahasiswa yang ngekos. Mereka harus sudah sangat tahu bagaimana cara melindungi dirinya dan melakukan pencegahan infeksi."

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya