Liputan6.com, Jakarta Dalam koridor perawatan COVID-19 di rumah sakit, pasien dan keluarga ikut terlibat proses pengambilan keputusan. Ada edukasi yang diberikan rumah sakit kepada pasien dan keluarga soal perawatan COVID-19.
Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Tonang Dwi Ardyanto menerangkan, persetujuan keputusan perawatan COVID-19 ini sekaligus menjawab isu RS yang sengaja meng-COVID-19-kan pasien.
Advertisement
"Banyak sekali pertanyaan, Nyuwun sewu itu yang meninggal, ada yang masih hidup dan habis dirawat sembuh, sebelum pulang diberi pilihan. Pertama, kalau mau tanda tangan COVID-19 bebas biaya," terang Tonang melalui keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (18/10/2020).
"Kedua, kalau tidak mau tanda tangan (COVID-19) harus bayar penuh. Ini terjadi pada tetangga kami, dirawat di RS sebab batu ginjal, padahal punya BPJS Kesehatan. Andai pakai BPJS pun tanpa tangan COVID-19 tetap bebas biaya."
Tonang menjelaskan, kemungkinan yang dimaksud namanya General Consent. Isinya, persetujuan dari pasien dan/atau keluarga yang mendapat kuasa dari pasien, setelah mendapat informasi dari pihak RS. Hal ini biasanya dilakukan di awal perawatan.
"Terkait COVID-19 biasanya dilakukan setelah ada keputusan diagnsosis awal (istilahnya diagnosis kerja) sebagai suspek atau probable COVID-19. Atau bila sudah dirawat sekian hari, baru ditemukan gejala atau tanda khas COVID-19, maka sebelum masuk ruang isolasi, ada penjelasan infeksi tsersebut," jelasnya.
"Penjelasan tersebut namanya proses edukasi. Ini bagian dari konsep pelayanan berfokus pada pasien. Pasien (dan keluarga) dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk tata laksana kasus dan manajemen perawatan."
Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Penjelasan RS kepada Pasien/Keluarga
Dalam proses edukasi pengambilan keputusan perawatan koridor COVID-19, lanjut Tonang, rumah sakit menjelaskan kepada pasien/keluarga kurang lebih, sebagai berikut:
1. Bapak/Ibu, dalam pemeriksaan kami, masuk status suspek atau probable. Saat ini, masih menunggu hasil pemeriksaan PCR belum kami terima dari lab pemeriksa.
2. Karena itu kami lakukan perawatan dalam koridor COVID-19.
3 Untuk itu, form ini tolong ditanda tangani sebagai bukti bahwa Bapak/Ibu setuju kami rawat. Bahwa kami benar-benar melakukan perawatan sebagai COVID-19. Kalau tidak ditanda tangani, kami tidak bisa mengajukan klaim.
4. Bila memang pasien dan keluarga tidak bersedia tanda tangan, maka terpaksa tidak bisa diajukan klaim, silakan mohon membayar sendiri.
5. Walaupun Bapak/Ibu pegang kartu JKN, tapi bila diagnosisnya dalam koridor COVID-19, maka tidak bisa menggunakan kartu JKN (kecuali untuk penanganan keadaan co-incidence). Mengapa? Karena terkait dengan wabah, biayanya ditanggung negara.
"Lho, JKN kan juga uang negara? Iya, tapi Khusus untuk wabah (COVID-19), klaim tetap diverifikasi oleh BPJS Kesehatan, tapi biayanya lewat anggaran COVID-19. Bukan anggaran untuk dana JKN," pungkas Tonang.
"Nah, proses edukasi ini yang nampaknya sering timbul salah paham. Pasien dan keluarga merasa dirayu, dibujuk. Bahkan ada yang merasa diancam agar mau "di-COVID-19-kan" agar tidak perlu membayar. Padahal, bukan seperti itu sebenarnya."
Â
Advertisement
Klaim COVID-19 Berlaku
Menyoal apakah pasien batu ginjal bisa terinfeksi COVID-19? Tonang menjawab hal itu bisa terjadi. Terlebih lagi sering terjadi di lapangan, yang mana pasien punya riwayat komorbid.
"Begitu ada temuan seperti itu, maka rumah sakit harus melakukan perawatan di ruang isolasi. Selama dirawat di ruang isolasi COVID-19, maka kartu JKN tidak berlaku (kecuali untuk penanganan keadaan co-incidence, misal kecelakaan atau persalinan tanpa gejala COVID-19)," jawabnya.
"Yang berlaku adalah klaim COVID-19. Nanti, kalau sudah terbukti COVID-19-nya negatif, baru pindah ke ruang biasa, baru mulai bisa digunakan lagi kartu JKN-nya."
Infografis Lockdown Bukan Lagi Cara Utama Cegah Covid-1
Advertisement