Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 1,7 juta anak berusia 0-14 tahun hidup dengan HIV pada akhir 2018, dan 160.000 anak baru terinfeksi. Diperkirakan 100.000 anak meninggal karena penyakit terkait AIDS. Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas terkait HIV di antara populasi yang sangat rentan ini, pengujian dan pengobatan dini sangat penting. Tanpa akses ke tes dan pengobatan, 50% anak dengan HIV akan meninggal pada usia 2 tahun, dan 80% tidak akan hidup sampai ulang tahun kelima.
Namun bagi anak-anak yang terjangkit HIV, obat mereka terlalu pahit atau sulit untuk ditelan. Hal inilah yang melatarbelakangi para ahli untuk mengembangakn obat HIV untuk anak. Dan kabar baiknya, tidak lama lagi obat ini akan hadir dalam bentuk tablet larut yang ramah di lidah anak-anak.
Baca Juga
Dolutegravir menjadi formula tablet HIV pertama untuk bayi juga anak-anak. Obat tersebut akan segera tersedia berdasarkan kesepakatan antara beberapa perusahaan farmasi dan inisiatif kesehatan gobal.
Advertisement
Obat ini akan hadir dalam rasa stroberi dan dalam bentuk larut dalam air atau jus sehingga bahkan bayi dapat menelannya.
“Ini benar-benar kemajuan. Produk perawatan anak yang saat ini tersedia kurang optimal. Ada beberapa formulasi baru, tetapi belum sesukses yang diharapkan,” kata Kepala pediatri ICAP, global health outreach arm Columbia University’s Mailman School of Public Health, sekaligus pemimpin W.H.O. bagian treatment guidelines panel, Dr. Elaine J. Abrams, seperti dikutip NyTimes.
Jessica Burry, seorang apoteker yang mengampanyekan akses Doctors Without Borders menyebut kabar ini sebagai kabar baik dan merasa lega karena akhirnya ada obat yang ramah di lidah anak-anak dan bayi.
Namun kedua ahli tersebut menekankan bahwa sediaan obat baru tersebut baru bisa diberikan setelah anak berusia satu bulan, sehingga sayangnya pada bayi baru lahir masih perlu menggunakan sediaan sirup.
Kabar baiknya lagi, obat HIV Dolutegravir dihargai tidak semahal pendahulunya yang terkenal karena berbentuk sprinkle rasa stroberi dan dapat dikocok dengan sereal atau susu yang harganya sekitar $ 365 setahun (sekitar Rp 5 juta setahun). Sedangkan dolutegravir harganya $ 36 setahun (sekitar Rp 500.000 setahun).
Simak Video Berikut Ini:
Diproduksi Perusahaan Obat India
Menurut laporan, obat ini akan diproduksi oleh Macleods Pharmaceuticals, sebuah perusahaan India, dan Mylan, produsen generik lain yang sekarang menjadi bagian dari perusahaan baru bernama Viatris. ViiV Healthcare, kemitraan yang dibuat pada tahun 2009 oleh Pfizer dan GlaxoSmithKline untuk mengembangkan dan memasarkan obat HIV, mematenkan dolutegravir (yang diberi nama dagang Tivicay) di AS pada 2013. Mereka mematenkan bentuk terlarut dan ramah untuk bayi pada bulan Juni, yang akan diberikan melalui bentuk sirup untuk bayi baru lahir.
Kesepakatan multisektor ini ditengahi oleh Clinton Health Access Initiative dan Unitaid, sebuah badan kesehatan global yang berbasis di Jenewa yang mengawasi “kumpulan paten obat-obatan”, tempat perusahaan farmasi Barat melisensikan paten atas obat baru mereka kepada produsen generik yang ingin melayani yang besar tapi rendah profit di pasar negara-negara miskin.
Food and Drug Administration (FDA) mempercepat persetujuan bentuk dolutegravir untuk anak-anak sehingga dapat dibeli oleh President’s Emergency Plan for AIDS Relief, program yang dimulai oleh pemerintahan George W. Bush untuk memerangi AIDS di negara-negara miskin.
Para dokter yang merawat anak-anak penderita HIV di Afrika sangat senang karena memiliki bentuk obat yang ramah untuk anak-anak, karena obat tersebut termasuk dalam kelas baru antiretroviral yang disebut integrase inhibitor yang sebelumnya hanya bekerja dengan baik pada orang dewasa tetapi tidak tersedia untuk anak-anak, kata Dr. Abrams.
Menurutnya, penting untuk memiliki obat HIV baru, karena kemunculan resistensi terhadap obat (seperti penghambat fusi atau penghambat transkriptase terbalik), seringkali menciptakan resistansi silang terhadap semua obat serupa.
Advertisement
WHO setujui Daprivine ring
Selain kabar baik ini, International Partnership for Microbicides (organisasi yang berupaya melindungi perempuan dari infeksi HIV) mengumumkan bahwa setelah penelitian bertahun-tahun, akhirnya World Health Organization (WHO) menyetujui dapivirine ring (cincin daprivine).
Daprivine ring ini merupakan sisipan vagina yang terbukti efektif melindungi wanita dari HIV pada wanita yang menggunakannya secara konsisten.
Menurut WHO, setiap tahunnya ada sekitar 160.000 anak baru terinfeksi HIV. Sebagian besar berasal angkanya di Afrika dan terinfeksi saat lahir atau melalui menyusui ketika ibu mereka tidak menyadari bahwa mereka sendiri terinfeksi. Menurut WHO, orang-orang baru yang terinfeksi HIV di Afrika setiap tahun ternyata 60 persennya adalah wanita.
Jika tidak dilakukan tes dan pengobatan dini maka setengah dari bayi-bayi itu akan meninggal pada usia 21 tahun dan 80% tidak akan mencapai ulang tahun kelima mereka. Hingga kini ada sekitar 80.000 balita dan anak kecil meninggal setiap tahun karena penyakit terkait AIDS.
Adapun cincin yang disetujui oelah WHO, terbuat dari silikon fleksibel dan secara perlahan melepaskan dapivirine dalam jumlah kecil, obat antiretroviral, selama sekitar satu bulan. Obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah virus menginfeksi jaringan vagina.
International Partnership for Microbicides yang mengumumkan cincin tersebut telah disetujui, sebelumnya terus berupaya untuk meminta persetujuan agar cincin tersebut dapat berguna di Afrika, tempat sebagian besar penularannya melalui hubungan seks heteroseksual. Selain karena tidak perlu didinginka di lemari es terlebih dahulu, wanita dapat menggunakannya tanpa sepengetahuan pasangannya.
Menurut beberapa ahli, pada beberapa pasangan ketika seorang wanita menggunakan perangkat atau pil pencegahan HIV, pasangannya mungkin menuduhnya memiliki HIV atau memiliki asumsi bahwa ia melakukannya dengan orang lain, sehingga mungkin membuatnya marah. Belum lagi, orang tua yang mengetahui bahwa putri remaja mereka menggunakannya juga mungkin akan marah.
Pada tahun 2016, dua studi utama tentang cincin dapivirine menemukan bahwa cincin tersebut hanya efektif sekitar 30% dalam mencegah infeksi dan studi lanjutan menemukan bahwa cincin tersebut mengurangi risiko infeksi hanya 35% secara keseluruhan. Adapun menurut studi tersebut, kegagalannya bukan karena cincinnya tidak berfungsi, melainkan karena wanitanya, terutama wanita yang lebih muda, tidak menggunakannya atau tidak dapat menggunakannya secara konsisten.
Dalam sebuah penelitian, wanita di atas usia 25 tahun yang menggunakannya secara konsisten mendapatkan perlindungan lebih dari 60 persen.
Hambatan Afrika dalam melawan AIDS yaitu untuk menemukan metode pencegahana yang dapat digunakan oleh wanita secara diam-diam. Tes pil dan mikrobisida vagina gagal karena wanita tidak dapat menggunakannya secara konsisten untuk melindungi diri mereka sendiri.
Kemitraan ini bekerja pada cincin yang dapat bertahan selama tiga bulan dan selain mencegah HIV juga untuk mengontrol kehamilan.
Sementara itu metode jangka panjang seperti suntikan dan implan untuk mengontrol kehamilan juga sedang diuji, dilansir dari NYTimes.