Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

Verifikasi UmurStop di Sini

Kapan Perilaku Seksual dapat Dibilang Abnormal? Ini Penjelasan Ahli

Memiliki hasrat seksual bagi individu dewasa adalah hal yang normal. Namun, hal ini menjadi abnormal ketika perilaku seksual tersebut menyimpang dari norma yang berlaku.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 05 Apr 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 21:00 WIB
Seks menurut pria (3)
Ilustrasi wanita bergairah. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Memiliki hasrat seksual bagi individu dewasa adalah hal yang normal. Namun, hal ini menjadi abnormal ketika perilaku seksual tersebut menyimpang dari norma yang berlaku.

Menurut Dr. dr. Made Kurnia Widiastuti Giri dari Program Studi Kedokteran Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Bali, Penggolongan perilaku normal dan abnormal dipengaruhi oleh faktor sosiokultural.

Perilaku seksual dapat dianggap abnormal jika hal tersebut bersifat self-defeating, menyimpang dari norma sosial, menyakiti orang lain, menyebabkan distress personal, atau memengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal.

Ia menambahkan, seksualitas sendiri adalah emosi dan sikap yang berkaitan dengan perilaku dan orientasi seksual. Respons seksual adalah suatu proses psiko-somatik.

“Yang dimaksud psiko-somatik adalah bagaimana kondisi psikologis kita kemudian memengaruhi fungsi tubuh sehingga hasrat seksual sebenarnya adalah produk yang sangat kompleks,” ujar Made dalam seminar daring Undiksha, ditulis Senin (5/4/2021).

Adanya hasrat seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor biologis, harga diri yang adekuat, kemampuan menerima seseorang sebagai mahluk seksual, pengalaman yang baik mengenai seksual, dan keberadaan pasangan yang sesuai, katanya.

Simak Video Berikut Ini

Fase Aktivitas Seksual

Made menambahkan, aktivitas seksual memiliki beberapa fase. Dimulai dengan bagaimana hasrat itu muncul.

Setelah hasrat muncul, fase kedua adalah bagaimana hasrat tersebut menimbulkan gairah untuk melakukan aktivitas seksual.

“Kemudian fase berikutnya adalah fase kepuasan atau orgasme dan yang terakhir adalah fase resolusi di mana kondisi fisiologis akan kembali kepada kondisi istirahat sehingga jika terjadi disfungsi seksual maka beberapa tahapan ini akan mengalami gangguan.”

Oleh karena itu, lanjut Made, pada fase pertama sangat penting untuk berlanjut ke fase berikutnya. Karena tidak mungkin terjadi fase resolusi yang sempurna jika memang terjadi ketidaksempurnaan pada fase pertama, tutupnya.

Infografis Aman Berpuasa Saat Pandemi COVID-19

Infografis Aman Berpuasa Saat Pandemi Covid-19
Infografis Aman Berpuasa Saat Pandemi Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya