Liputan6.com, Jakarta - Dunia hiburan Tanah Air kembali berkabung. Raditya Oloan, suami Joanna Alexandra dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (6/5/2021).
Kabar duka tersebut diketahui dari ucapan duka cita atas meninggalnya Raditya Oloan dari beberapa artis Indonesia pada unggahan terakhir Joanna
Baca Juga
“Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya @joannaalexandra, semoga semua amal baik @radityaoloan diterima di sisi-Nya,” tulis presenter Andhika Pratama.
Advertisement
Sebelum meninggal, Raditya Oloan dikabarkan dalam kondisi pasca-COVID-19 dengan komorbid asma pada 5 Mei 2021, dan Radit mengalami badai sitokin yang menyebabkan hiper-inflamasi di sekujur tubuhnya.
“Kondisinya pasca-COVID-19 dengan komorbid asma, dan dia mengalami badai sitokin yang menyebabkan hiper-inflamasi di sekujur tubuhnya ... ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat (tapi tidak sekuat Tuhan tentunya !!!!). Oia dan sementara ini Radit lagi CVVH karena ginjalnya lagi kurang berfungsi dengan baik ...” tulis Joanna pada (5/5/2021).
Berikut Health Liputan6.com merangkum 4 fakta terkait badai sitokin. Melansir BBC, badai sitokin adalah istilah yang digunakan ketika sel kekebalan membanjiri paru-paru dan menyerangnya, padahal seharusnya melindungi.
Ini disebabkan oleh reaksi kekebalan yang berlebihan sehingga justru merugikan tubuh ketimbang membantu.
Biasanya, ketika tubuh manusia bertemu dengan virus, sistem kekebalan menyerang virus-virus tersebut dan kemudian berhenti. Tetapi kadang-kadang, pasukan sel kekebalan itu menjadi tidak terkendali, berubah dari tentara yang patuh menjadi gerombolan yang merusak.
Simak Video Berikut Ini
Asal Mula Nama Badai Sitokin
Kondisi imun tubuh berlebih yang kemudian menyerang paru-paru disebut badai sitokin. Dinamai demikian karena zat yang disebut sitokin mengamuk melalui aliran darah.
Protein kecil ini adalah pembawa pesan pasukan kekebalan, berpindah antar sel dengan berbagai efek. Beberapa meminta lebih banyak aktivitas kekebalan dan beberapa permintaan lebih sedikit, melansir BBC.
Advertisement
Menyerang Jaringan Sehat
Ketika sitokin yang meningkatkan aktivitas kekebalan menjadi terlalu banyak, sistem kekebalan “mungkin” tidak dapat menghentikan dirinya sendiri. Sel kekebalan menyebar ke luar bagian tubuh yang terinfeksi dan mulai menyerang jaringan sehat, menelan sel darah merah dan putih, serta merusak hati.
Dinding pembuluh darah terbuka untuk membiarkan sel-sel kekebalan masuk ke jaringan sekitarnya, tetapi pembuluh menjadi sangat bocor sehingga paru-paru bisa terisi cairan, dan tekanan darah turun.
Gumpalan darah terbentuk di seluruh tubuh yang selanjutnya mencekik aliran darah. Jika organ tidak mendapatkan cukup darah, seseorang bisa mengalami syok, berisiko mengalami kerusakan organ permanen atau kematian.
Kebanyakan Pasien Mengalami Demam
Kebanyakan pasien yang mengalami badai sitokin akan mengalami demam, dan sekitar setengahnya akan mengalami beberapa gejala sistem saraf, seperti sakit kepala, kejang atau bahkan koma, kata Randy Cron, seorang ahli reumatologi dan imunologi anak di University of Alabama di Birmingham mengutip BBC, Jumat (7/5/2021).
“Mereka cenderung lebih sakit dari yang Anda harapkan,” katanya.
Advertisement
Pasien Gejala Parah Memiliki Risiko Tinggi
Dokter di Wuhan, China dalam penelitian terhadap 29 pasien, melaporkan bahwa tingkat sitokin IL-2R dan IL-6 yang lebih tinggi ditemukan pada infeksi COVID-19 yang lebih parah.
Dalam kasus Raditya Oloan, Joanna Alexandra menerangkan bahwa sejak terkena COVID-19 suaminya telah merasakan sesak napas dan dilarikan ke Wisma Atlet untuk penanganan lebih intensif. Ditambah, Radit juga memiliki riwayat asma. Radit juga sempat dinyatakan negatif dan tak lama setelahnya kembali dirawat karena masalah badai sitokin.
Infografis Varian B117 COVID-19 Seperti di India Sudah Masuk Indonesia
Advertisement