Liputan6.com, Jakarta - Gawai membuat anak-anak bisa mengakses yang jauh, namun sekaligus menjauhkan mereka dari lingkungan sosial di dekatnya. Jika dibiarkan, anak bisa kecanduan gawai dan membuat mereka kurang memiliki sifat empati dan enggan bersosialisai. Menghadapi kondisi ini, kita butuh sebuah media penyaring agar anak-anak terhindar dari kecanduan gawai.
Pada dasarnya anak-anak ingin merasa berharga. Wujudnya seperti suka dipuji, ingin lebih unggul, disukai temannya, tidak merasa asing atau berbeda, dan ingin dibutuhkan.
Baca Juga
Kebutuhan tersebut akan dicarinya di lingkungan terdekat yaitu keluarga dan sahabat. Saat orang terdekat tak bisa memenuhi keinginannya, maka terbukalah celah bagi anak untuk mencari yang diinginkan melalui gawainya.
Advertisement
“Berbeda dengan zaman kita para orangtua saat belum mengenal gadget. Kita cenderung mencari kesenangan melalui teman-teman, jadi lebih banyak bergerak, berinterkasi fisik saat bermain. Rasa kemanusiaan yang terasah, adanya kontak emosional, kita jadi punya rasa empati,” kata dokter Gusti Putu Darmika, seorang hypnotherapist di Bali, Selasa (27/07/2021).
Bisakah kita para orangtua melakukan sesuatu? Agar seperangkat gawai pintar tanpa menjadikannya candu bagi anak-anak.
Berikut 3 cara menghindarkan anak dari kecanduan gawai
3 Cara Menghindarkan Anak dari Kecanduan Gawai
3 Cara Menghindarkan Anak dari Kecanduan Gawai;
Jangan salahkan anak
Orangtua keheranan melihat anaknya begitu lekat dengan gawai, padahal kita sebagai orangtua pun serupa dengan mereka. Bedanya hanya untuk apa gawai itu dipergunakan.
Orangtua mungkin memakainya untuk menunjang pekerjaan, mencari informasi yang diperlukan, atau sekadar bersosialisai. Anak-anak bisa saja menggunakan gawainya untuk bermain game, mendengar musik atau menonton youtube channel.
Pada dasarnya orangtua dan anak sama-sama menemukan kesenangan saat bersama gawainya. Lalu, apakah melakukan apa yang disenangi adalah sebuah kesalahan?
Nah, untuk bisa memberi pendekatan yang baik akan pengaruh gawai, baiknya kita tidak dimulai dengan nada menyalahkan. Karena secara prinsip, tidak ada manusia yang dengan rela disalahkan atas dasar apapun.
Orangtua ikut merasakan kesenangannya dan hindari sugesti langsung
Tidak ada salahnya bermain gedget bersama anak anak. Coba temukan kesenangan apa yang anak dapat dari gawai. Untuk mengukur tingkat kepuasan emosional yang didapat anak saat bermain gawai.
Tanyakan apa yang dia dapat dari gawai dan coba beri dukungan supaya anak tak merasa bersalah. Ukur tingkat kebutuhannya sesuai usianya. Jika konten yang dinikmati mengandung unsur kekerasan maka coba tanyakan kepuasan apa yang dia dapat. Ingat bahwa karakter anak adalah cerminan karakter orangtua yang belum terekspresikan.
Jika dia sudah merasa nyaman maka dia tak akan menyembunyikan apa yang dilihatnya di gawai. Kondisi ini memudahkan orangtua untuk mengarahkannya. Urai isi hati anak secara perlahan, tentang apa saja yang membuatnya senang. Fase ini adalah tahap awal sebelum orangtua memasukkan nilai-nilai baru tanpa penolakan.
Sikap memaksa, hanya akan melukai perasaan mereka. Saat hatinya sudah terluka maka orangtua akan makin sulit memasukkan sugesti positif dengan tujuan mengarahkannya.
Temukan talenta mereka
Pada tahap ini, orangtua mulai menggiring opini mereka untuk mencari pengalihan dengan kegiatan lain yang memiliki level kesenangan yang sama saat anak bersama gawai mereka.
Misalkan mengenalkan mereka dengan alat musik, mengajak mereka untuk tahu cabang-cabang olahraga yang mengasyikkan bahkan menantang, atau bisa juga dengan mengajaknya bersosialisasi keluar rumah untuk beberapa saat.
Di sinilah ketelatenan orangtua diuji. Mencari sesuatu dengan level kesenangan yang sama dengan gawainya tentu tidak mudah, namun bukan berarti mustahil dilakukan.
Buatlah anak merasa berharga dengan talenta yang dimilikinya. Perasaan berharga akan memantik keinginan si anak untuk mencari bakat terpendam tersebut ke dalam dirinya.
Advertisement