Kelelahan Tak Kunjung Hilang Setelah Sembuh dari COVID-19, Bagaimana Mengatasinya?

Beberapa studi menyatakan keluhan ini masih dirasakan penyintas COVID-19, bahkan setelah 100 hari sejak terkena COVID-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2021, 16:00 WIB
Ilustrasi lelah, capek, letih, burnout
Ilustrasi lelah, capek, letih, burnout. (Photo by Hernan Sanchez on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Bagi para penyintas COVID-19, keinginan untuk pulih sepenuhnya terkadang perlu perjuangan, karena sejumlah gejala long COVID-19 masih mengintai. Salah satu gejala yang kerap dirasakan adalah kelelahan/fatigue. 

Begitu disampaikan dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Pondok Indah – Pondok Indah dr. Hikmat Pramukti, Sp.PD.

"Post-COVID syndrome adalah kumpulan gejala, tanda, dan parameter klinis yang masih dirasakan lebih dari 2 minggu sesudah terkena COVID-19. Kondisi ini tidak kembali ke keadaan awal sebelum sakit," ujarnya pada Liputan6.com melalui pesan elektronik, Senin (29/11/2021).

Menurutnya, ada 5 gejala paling sering terjadi pada penyintas COVID-19, yaitu:

·       Kelelahan/fatigue (58%)

·       Sakit kepala (44%)

·       Gangguan fokus (27%)

·       Rambut rontok/hair loss (25%)

·       Sesak napas (24%)

Gejala lainnya, seperti batuk, perasaan tidak nyaman di dada, gangguan kardiovaskular (aritimia, miokarditis), neurologis (demensia, depresi, gangguan kecemasan, attention disorder, obsessive compulsive disorders).

 

Keluhan masih dirasakan setelah 100 hari terinfeksi COVID-19

dr Hikmat Pramukti, Sp.PD
dr Hikmat Pramukti, Sp.PD. dok RSPI-Pondok Indah

Menurut dr Hikmat, kelelahan/fatigue adalah gejala yang paling sering ditemukan pada post-COVID syndrome. Beberapa studi menyatakan keluhan ini masih dirasakan penyintas COVID-19, bahkan setelah 100 hari sejak terkena COVID-19.

"Pada pasien yang sempat mengalami kondisi gangguan paru berat saat terkena COVID-19, seperti acute respiratory distress syndrome (ARDS), dua pertiga dari mereka merasakan keluhan fatigue yang signifikan setelah setahun terkena COVID-19," katanya.

Keluhan yang dirasakan, lanjut dr Hikmat, sangat mirip dengan sindroma chronic fatigue/kelelahan kronis, yakni terdiri dari kelelahan yang menjadikan tubuh tidak berdaya, nyeri, mengalami disabillitas neurokognitif, gangguan tidur, gejala disfungsi otonom, serta perburukan kondisi fisik dan kognitif.

 Kondisi hipertensi, obesitas, serta gangguan kesehatan mental menjadi beberapa faktor risiko seseorang mengalami post-COVID syndrome, lanjut dia.

Sementara itu, penyebab pasti terjadinya post-COVID syndrome masih terus diobservasi. Ada pula yang menyebutkan bahwa post-COVID syndrome terjadi akibat kerusakan organ-organ yang disebabkan oleh virus dan sisa peradangan yang masih berlangsung walaupun virus sudah tidak ada.

 

 

Mengatasi kelelahan/fatigue

Hal pertama yang dapat dilakukan oleh para penyintas COVID-19 adalah mencari tahu sumber atau organ mana yang mendasari keluhan ini:

- apakah akibat gangguan kondisi di jantung, gangguan kondisi paru, gabungan gangguan kondisi keduanya, atau merupakan penurunan kapasitas fungsional tubuh karena infeksi COVID-19 yang berat.

- Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan mendalam mengenai keluhan yang dirasakan, barulah  penanganan terhadap kondisi organ yang mendasari dapat dilakukan, sehingga tatalaksananya tepat sasaran.

Oleh sebab itu, beberapa penelitian merekomendasikan para penyintas COVID-19 yang sempat dirawat inap di rumah sakit, baik dengan komorbiditas maupun tanpa komorbiditas, untuk melakukan evaluasi seminggu setelah rawat inap.

"Pemeriksaan lanjutan ini bertujuan untuk mendeteksi dan segera melakukan tata laksana apabila terdapat komplikasi yang terkait dengan COVID-19. Sedangkan pada penyintas COVID-19 yang tidak dirawat inap sebelumnya, sebaiknya dilakukan evaluasi gejala setelah 3 minggu pasca sembuh dari COVID-19," kata dr Hikmat.

Sedangkan bagi penyintas COVID-19 yang masih merasakan gejala multisistem yang berlangsung lebih dari 12 minggu, disarankan untuk melakukan pemeriksaan dengan dokter sesuai gejala yang dirasakan.

"Pada pemeriksaan lanjutan perdana, dokter spesialis terkait akan melakukan pemeriksaan komprehensif mulai dari anamnesis/tanya jawab dengan pasien, pemeriksaan fisik, serta pemerikaan penunjang untuk menilai fungsi organ tubuh yang sering terdampak COVID-19 seperti jantung, paru, sistem saraf, ginjal, hati, hormonal, sistem pembekuan darah, dan kebugaran tubuh. Pemeriksaan lebih spesifik akan disesuaikan dengan derajat keparahan gejala dan sistem organ yang mengalami gejala tertentu," jelasnya.

Selebihnya, dr Hikmat menambahkan, data yang telah terkumpul saat ini menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang telah divaksinasi lengkap menunjukkan lebih sedikit kemungkinan terjadi post-COVID syndrome dibanding yang belum divaksinasi lengkap.

Namun demikian, kemampuan seseorang untuk kembali pulih sepenuhnya seperti sedia kala seperti sebelum terinfeksi COVID-19 sangat bergantung pada kondisi dasar individu tersebut sebelum sakit, perjalanan penyakit saat terkena COVID-19, dan tipe serta berat komplikasi yang dialami.

"Secara umum, para penyintas COVID-19 disarankan untuk melakukan latihan fisik sesuai dengan kemampuan dan batas toleransi masing-masing, dan secara bertahap terprogram meningkat hingga dapat kembali ke kondisi semula," katanya.

"Pada tujuh hari pertama, biasanya jenis latihan ringan yang direkomendasikan adalah latihan pernapasan dan fleksibilitas. Kemudian pada tujuh hari berikutnya, intensitas latihan fisik bisa mulai ditingkatkan, misalnya dengan latihan berjalan cepat dan seterusnya, dengan tetap memperhatikan batas toleransi, tidak memaksakan diri, dan beristirahat apabila merasa kelelahan," pungkasnya.

Infografis 5 Tips Cegah Kelelahan Pandemi Covid-19

Infografis 5 Tips Cegah Kelelahan Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 5 Tips Cegah Kelelahan Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya