Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumpulkan lebih dari 500 ahli dan lebih dari 2.000 peserta untuk membahas kesenjangan pengetahuan dan prioritas penelitian untuk cacar monyet atau monkeypox.
Para peneliti dan pakar tingkat tinggi dari seluruh dunia bertemu secara virtual selama 2 hari untuk meninjau bukti yang tersedia tentang epidemiologi virus, dinamika transmisinya, karakteristik klinis. Serta penelitian One Health, kerja sama komunitas, dan tindakan pencegahan untuk mengelola penyakit, termasuk perawatan klinis, dan vaksin.
Baca Juga
Mereka sepakat bahwa tindakan pencegahan yang efektif harus segera tersedia karena menjadi kebutuhan yang mendasar, melansir keterangan WHO 3 Juni 2022.
Advertisement
Peningkatan pengendalian cacar monyet di negara-negara endemik sangat penting untuk mengatasi peningkatan kejadian penyakit, dan untuk mengendalikan impor atau wabah di tempat lain. Para peserta sepakat bahwa penguatan kolaborasi di antara para peneliti di negara-negara endemik, yang memiliki banyak pengalaman dan data tentang penyakit ini—bersama dengan para peneliti dari negara lain—akan memastikan bahwa pengetahuan ilmiah berkembang lebih cepat.
Para ahli menggarisbawahi perlunya percepatan studi agar lebih memahami epidemiologi penyakit, konsekuensi klinisnya, dan peran berbagai cara penularan.
Ini termasuk penelitian dengan pendekatan One Health yang komprehensif untuk memahami hal-hal berikut:
-Penularan dari hewan ke manusia dan reservoir hewan.
-Pengembangan dan evaluasi alat diagnostik yang lebih baik yang tersedia di seluruh dunia.
-Pendekatan yang lebih baik untuk berkomunikasi dan melibatkan masyarakat di daerah yang terkena dampak.
-Studi untuk mengoptimalkan perawatan klinis suportif.
-Dokumentasi praktik pengendalian dan perawatan terbaik.
-Komunikasi data dan bukti ilmiah yang cepat dan transparan terkait monkeypox.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kegiatan Kesehatan Masyarakat
Para ahli juga menekankan perlunya studi klinis vaksin dan terapi untuk mendokumentasikan kemanjurannya dengan lebih baik. Studi ini juga berguna untuk memahami bagaimana cara penggunaan vaksin yang baik dalam wabah saat ini maupun di masa depan.
Upaya lain yang perlu dilakukan untuk membatasi penyebaran adalah mengomunikasikan informasi pencegahan, meningkatkan pengawasan penyakit, pelacakan kontak, isolasi kasus, dan perawatan optimal pasien. Kegiatan kesehatan masyarakat ini perlu dilakukan tanpa banyak penundaan.
WHO juga menyampaikan bahwa tindakan cepat untuk menangani cacar monyet harus fokus pada hal-hal berikut:
-Memberikan informasi yang akurat kepada mereka yang mungkin paling berisiko terkena cacar monyet.
-Menghentikan penyebaran lebih lanjut di antara kelompok berisiko.
-Melindungi petugas kesehatan garda terdepan.
Monkeypox sendiri adalah virus zoonosis (virus yang ditularkan ke manusia dari hewan) dengan gejala yang sangat mirip dengan yang terlihat di masa lalu pada pasien cacar, meskipun secara klinis tidak terlalu parah.
Advertisement
Tak Berpotensi Jadi Pandemi
Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang termasuk dalam genus Orthopoxvirus dari famili Poxviridae.
Nama monkeypox berasal dari penemuan awal virus pada monyet di Statens Serum Institute, Kopenhagen Denmark, pada tahun 1958. Kasus manusia pertama diidentifikasi pada seorang anak kecil di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1970.
Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) mengkonfirmasi bahwa kasus cacar monyet di AS sangat jarang, tetapi jika penyakit itu menularkan, tanda yang paling jelas adalah ruam. Namun, sebelum ini, ada gejala lain yang mudah terlewatkan yang bisa menandakan infeksi tersebut.
Faktanya, demam adalah salah satu gejala pertama cacar monyet, sering disertai dengan sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan, kata badan tersebut. Ruam yang menyakitkan umumnya muncul satu sampai tiga hari setelah demam, dengan lesi mulai datar, kemudian menjadi terangkat saat terisi nanah dan akhirnya rontok.
Dalam keterangan berbeda, ahli epidemiologi Dicky Budiman menyampaikan bahwa cacar monyet atau monkeypox tidak berpotensi menjadi pandemi baru, tapi jelas bisa menjadi epidemi.
“Update terakhir menyatakan bahwa cacar monyet tidak berpotensi menjadi pandemi baru tapi sangat berpotensi menjadi epidemi,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan video ditulis Kamis (2/6/2022).
Banyak yang Belum Diketahui
Pernyataan Dicky selaras dengan keterangan seorang pakar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Rosamund Lewis. Menurutnya, ratusan kasus cacar monyet yang dilaporkan sejauh ini tidak akan beralih menjadi pandemi.
Namun, Lewis mengakui, masih banyak hal yang belum diketahui tentang penyakit ini, termasuk bagaimana penyakit ini menyebar dan apakah penghentian imunisasi cacar air massal dari puluhan tahun lalu telah mempercepat penularannya.
Lewis mengatakan badan kesehatan itu sedang menyelidiki pertanyaan-pertanyaan ini termasuk apakah cacar monyet bisa menyebar lewat hubungan seks, lewat udara, dan apakah orang-orang tanpa gejala mampu menularkan penyakit ini.
Menurut update data klinis pasien monkeypox di Eropa, salah satu gejala cacar monyet yang paling mengemuka adalah keluhan yang semakin jelas di saluran napas atas khususnya di rongga mulut. Ini berupa lesi atau luka yang akhirnya membuat pasien menjadi sulit menelan makanan dan minuman.
Gejala ini kemudian menimbulkan potensi penularan virus melalui droplet atau percikan air liur.
“Pesan penting yang ingin saya sampaikan di sini adalah ada potensi penularan dari droplet atau percikan saliva pasien,” ujar Dicky.
Meski begitu, Lewis mengatakan, perkembangan penyakit cacar monyet di masa lalu menunjukkan penyakit ini tidak mudah menyebar. Untuk itu, masih ada waktu membendung masalah yang sekarang muncul.
Advertisement