WHO: Kasus COVID-19 Global Naik 5 Minggu Berturut-turut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa secara global jumlah kasus COVID-19 mingguan telah meningkat selama lima minggu berturut-turut. Ini terhitung sejak tren penurunan pada Maret 2022.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Jul 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2022, 18:00 WIB
Vaksin Booster Jadi Syarat Kegiatan Masyarakat
Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis ketiga (booster) pada warga di RPTRA Rusun Benhil, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Presiden Joko Widodo resmi menetapkan vaksinasi dosis ketiga atau vaksin booster jadi syarat untuk kegiatan masyarakat yang melibatkan masyarakat banyak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa secara global jumlah kasus COVID-19 mingguan telah meningkat selama lima minggu berturut-turut. Ini terhitung sejak tren penurunan kasus Corona pada Maret 2022.

Laporan COVID-19 Weekly Epidemiological Update Edition 100 yang dirilis pada 13 Juli 2022 menunjukkan, hingga 10 Juli 2022, lebih dari 5,7 juta kasus baru dilaporkan.

Jumlah ini menandakan adanya peningkatan kasus sebanyak 6 persen dibandingkan minggu sebelumnya. Jumlah kematian mingguan baru mirip dengan angka yang dilaporkan selama minggu sebelumnya, dengan lebih dari 9.800 kematian dilaporkan ke WHO.

Di tingkat regional, jumlah kasus baru mingguan meningkat di Wilayah Pasifik Barat sebanyak 28 persen, Wilayah Mediterania Timur bertambah 25 persen, Wilayah Asia Tenggara bertambah 5 persen.

Sementara, penurunan kasus terjadi di Wilayah Afrika sebanyak 33 persen dan di Wilayah Amerika 1 persen.

Sedangkan, jumlah kematian mingguan meningkat di Wilayah Mediterania Timur sebanyak 78 persen dan Wilayah Asia Tenggara 23 persen. Penurunan kematian terjadi di Wilayah Afrika (17 persen) dan Pasifik Barat mengalami penurunan 10 persen. Wilayah Amerika dan Wilayah Eropa keduanya melaporkan angka yang sama dibandingkan dengan minggu sebelumnya.

"Pada 10 Juli 2022, hanya di bawah 553 juta kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 6,3 juta kematian telah dilaporkan secara global," mengutip COVID-19 Weekly Epidemiological Update Edition 100, Sabtu (16/7/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Di Tingkat Negara

FOTO: Jumlah Kasus Aktif COVID-19 di Indonesia Melonjak
Para pekerja yang mengenakan masker berjalan kaki setelah meninggalkan perkantorannya di Jakarta, Rabu (2/2/2022). Satgas Penanganan COVID-19 turut mencatat sebanyak 25 orang meninggal dunia, membuat total angka kematian mencapai 144.373 orang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tren ini harus ditafsirkan dengan hati-hati karena beberapa negara telah berubah secara progresif strategi pengujian COVID-19. Akibatnya, jumlah keseluruhan tes yang dilakukan lebih rendah, otomatis jumlah kasus yang terdeteksi juga lebih rendah dari angka sebenarnya di lapangan.

Di tingkat negara, jumlah kasus baru mingguan tertinggi dilaporkan di negara-negara berikut:

-Prancis menduduki peringkat pertama dengan 771.260 kasus baru atau bertambah 6 persen dari minggu sebelumnya

-Amerika Serikat melaporkan 722.924 kasus baru atau berkurang 6 persen

-Italia melaporkan 661.984 kasus positif baru

-Jerman dengan 561.136 kasus baru atau mengalami pengurangan 9 persen

-Brasil 396.781 kasus baru atau berkurang 3 persen.

Sedangkan, jumlah kematian mingguan baru tertinggi dilaporkan dari negara-negara berikut ini:

-Amerika Serikat melaporkan 1.987 kasus kematian baru atau berkurang 19 persen dari minggu sebelumnya

-Brasil 1.639 kasus kematian baru karena COVID

-Cina melaporkan 692 kasus meninggal baru atau berkurang 8 persen

-Spanyol dengan 619 kasus meninggal baru akibat COVID-19

-Italia melaporkan 574 kasus kematian baru.

Berpengaruh pada Imunisasi Anak

Imunisasi Anak dengan Protokol Kesehatan
Seorang petugas kesehatan bersiap untuk memberikan vaksin polio kepada balita di sebuah posyandu di Banda Aceh, Aceh, Rabu (4/10/2020). Pemberian vaksin polio dan vaksin campak secara gratis yang berlanjut di tengah pandemi COVID-19 bertujuan memperkuat imunitas anak. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

COVID-19 yang berlangsung lama membawa berbagai dampak pada berbagai bidang salah satunya imunisasi anak.

WHO dan UNICEF menemukan bahwa pandemi COVID-19 memicu penurunan berkelanjutan terbesar dalam capaian vaksinasi anak selama 30 tahun terakhir.

Persentase anak penerima tiga dosis vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP3) yang rendah menandakan bahwa cakupan imunisasi di seluruh negara turun 5 poin antara 2019 dan 2021 menjadi 81 persen.

Akibatnya, 25 juta anak pada 2021 melewatkan satu atau lebih dosis DTP yang biasanya didapatkan dari layanan imunisasi rutin. Angka ini 2 juta lebih banyak daripada mereka yang tidak mendapatkan suntikan pada tahun 2020 dan 6 juta lebih banyak dari pada tahun 2019. Padahal, jumlah anak-anak yang berisiko penyakit DTP semakin meningkat.

Penurunan ini disebabkan oleh banyak faktor termasuk:

-Peningkatan jumlah anak yang hidup di tengah konflik

-Akses imunisasi yang menantang

-Meningkatnya informasi yang salah

-Masalah terkait COVID-19 seperti gangguan layanan dan rantai pasokan

-Pengalihan sumber daya ke upaya respons, dan penahanan

-Tindakan yang membatasi akses dan ketersediaan layanan imunisasi.

Peringatan Merah

FOTO: Memantau Pertumbuhan Balita Lewat Imunisasi Rutin
Dokter memeriksa stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak usia 5 dan 2 tahun di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta, Kamis (12/11/2020). Pemantauan pertumbuhan balita dan batita dilakukan dengan imunisasi secara rutin pada anak usia 0-9 bulan dan 18 bulan. (merdeka.com/Imam Buhori)

Menurut Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell, ini adalah peringatan merah untuk kesehatan anak.

“Kami menyaksikan penurunan berkelanjutan terbesar dalam imunisasi anak dalam satu generasi. Konsekuensinya akan diukur dalam kehidupan,” kata Russel mengutip keterangan pers, Sabtu (16/7/2022).

Russel menambahkan, pandemi COVID-19 yang memicu tindakan penguncian atau lockdown juga berperan besar dalam penurunan berkelanjutan imunisasi anak.

“COVID-19 bukan alasan. Kita perlu mengejar imunisasi untuk jutaan orang yang belum atau kita pasti akan menyaksikan lebih banyak wabah, lebih banyak anak sakit dan tekanan yang lebih besar pada sistem kesehatan yang sudah tegang.”

Menurutnya, 18 juta dari 25 juta anak tidak menerima dosis tunggal DTP sepanjang tahun, sebagian besar dari mereka tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. India, Nigeria, Indonesia, Ethiopia dan Filipina mencatat jumlah tertinggi.

Di antara negara-negara tersebut, negara dengan peningkatan terbesar dalam jumlah anak yang tidak menerima vaksin tunggal antara 2019 dan 2021 adalah Myanmar dan Mozambik.

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya