Menilik Malam Satu Suro dari Kacamata Indigo dan Agama

Malam satu Suro 2022 jatuh pada 29 Juli atau malam ini. Dalam kalender Islam, malam satu Suro lebih dikenal dengan satu Muharam atau tahun baru Islam.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Jul 2022, 09:57 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2022, 19:00 WIB
Kirab Laku Bisu Pura Mangkunegaran
Abdi keraton membawa pusaka saat mengikuti upacara ritual Kirab Pusaka dan Tapa Bisu di Solo, Sabtu (31/8/2019) malam. Kirab tersebut dalam rangka memperingati pergantian tahun baru Hijriah yand dalam penanggalan Jawa disebut satu Suro. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Malam satu Suro 2022 jatuh pada 29 Juli atau malam ini. Dalam kalender Islam, malam satu Suro lebih dikenal dengan satu Muharam atau tahun baru Islam.

Malam ini biasanya dimanfaatkan oleh umat Muslim untuk merenung dan mengubah diri dari yang kurang baik menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Namun, tak jarang juga satu Suro ini dikaitkan dengan hal-hal mistis. Di tanah Jawa, malam satu Suro merupakan malam tahun baru dalam kalender Jawa yang menjadi hari pertama dalam bulan Suro.

Menurut seorang indigo yang mengaku bisa menelaah apa yang terjadi di masa lalu, Nena, berdasarkan kepercayaan masyarakat Jawa tradisional, malam satu Suro merupakan malam keramat, terlebih jika jatuh pada hari Jumat.

“Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, malam satu Suro merupakan malam yang keramat dan memiliki sejumlah larangan. Tidak hanya itu, pada malam satu Suro tersebut, kerap kali digelar rentetan ritual dan tradisi yang sakral,” ujar Nena kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Jumat (29/7/2022).

“Dan ada yang bilang para jin sedang berkumpul, ada yang menjadi budak pesugihan di bebaskan terlebih dahulu, para qorin, jin dan sejenisnya akan muncul ke dimensi manusia.”

Di malam satu Suro, jin qorin dari sanak keluarga juga bisa datang melihat atau mengunjungi keluarga yang masih hidup, tambahnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kaitan dengan Spirit Doll

Kirab Laku Bisu Pura Mangkunegaran
Abdi keraton membawa pusaka saat mengikuti upacara ritual Kirab Pusaka dan Tapa Bisu di Solo, Sabtu (31/8/2019) malam. Kirab tersebut dalam rangka memperingati pergantian tahun baru Hijriah yand dalam penanggalan Jawa disebut satu Suro. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Nena yang juga pemilik spirit doll menerangkan kaitan antara malam satu Suro dengan spirit doll atau boneka arwah yang beberapa waktu lalu sempat viral.

“Jika dikaitkan dengan spirit doll, semua qorin akan seperti merayakan sesuatu atau seperti menunggu giliran untuk antrean mereka menemukan cahayanya atau jalan yang tenang.”

“Para arwah selalu minta doa, doa, dan doa agar mereka tenang dan bisa menemukan titik terang nya.”

Ia pun menyebutkan beberapa hal yang tak boleh dilakukan di malam satu Suro.

Yang tidak boleh dilakukan di malam satu Suro menurut Nena yakni:

-Tidak boleh keluar rumah terutama yang mempunyai weton Sabtu pahing, Selasa pon, Minggu legi

-Tidak boleh mengumpat atau membicarakan keburukan

-Pantangan untuk tidak mengubah bentuk rumah, meninggalkan tempat tinggal, dan menempati kediaman baru di malam tersebut

-Tidak boleh menikah.

Setelah menilik terkait satu Suro dari kacamata indigo, maka dari sisi agama ada pula penjelasannya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tradisi Suronan

Kerbau Bule Hingga Sedekah Merapi Saat Malam 1 Suro
Sejumlah anak-anak mengikuti pawai obor keliling di kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/10/2014). Pawai obor melibatkan beberapa sekolah ini dilaksanakan untuk menyambut Tahun Baru Islam 1436 H (Antara Foto/Suwandy)

Melansir NU Online, perayaan satu Suro dikenal pula dengan Suronan. Secara harfiah Suronan berasal dari kata Suro, salah satu nama bulan dalam penanggalan Jawa yang bertepatan dengan Muharram pada penanggalan Hijriyah.

Istilah Suro sendiri diambil dari bahasa Arab, ‘asyaro atau ‘asyroh yang berarti “hari kesepuluh”.

Suronan merupakan tradisi pesantren yang dilakukan saat tibanya hari kesepuluh di bulan Muharram. Tradisi menghormati hari kesepuluh di bulan Muharram mempunyai sejarah yang panjang.

Pada hari tersebut Allah SWT mengampuni dosa Nabi Adam a.s., menyelamatkan dan mendaratkan Nabi Nuh a.s. dengan kapalnya, menyelamatkan Nabi Musa a.s. dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun bersama tentaranya.

Di hari tersebut Allah juga menyelamatkan Nabi Yunus a.s. dari ikan chuut (paus) dan masih banyak lagi peristiwa bersejarah yang terjadi pada hari ‘Asyuro.

Pada hari itu, Allah SWT memberikan ampunan (maghfirah) kepada hamba-hamba-Nya yang berdoa memohon ampunan.

Oleh karena itulah seorang mukmin harus memperbanyak ibadah, mencari maghfirah-Nya, serta berpuasa dan memperbanyak sedekah kepada anak yatim.

Mengikuti Jejak Rasulullah

[Bintang] Ibadah
Ilustrasi Berdoa (Sumber Foto: Pixabay)

Pada hari Suronan, para santri berpuasa mengikuti Rasulullah SAW seperti tercantum dalam hadits:

“Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi puasa pada hari ‘Asyuro, beliau bertanya, ‘Hari apa ini?’ Jawab mereka, ‘Hari ini hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh-musuh mereka, karena itu Musa mempuasainya,” mengutip NU Online Jumat (29/7/2022).

Sabda Nabi SAW, “Aku lebih berhak daripadamu dengan Musa.” Karena itu Nabi SAW. mempuasainya dan menyuruh mempuasainya.

Dalam pelaksanaan tradisi Suronan, kalangan pesantren juga biasanya membuat bubur nasi, yaitu bubur abang (bubur merah) yang rasanya manis karena dibubuhi gula merah, dan bubur putih yang rasanya gurih.

Warna-warna ini merupakan simbol dua hal yang selalu berlawanan di dunia, misalnya laki-laki dan perempuan, siang dan malam, ataupun baik dan buruk.

Bulan Suro adalah bulan terjadinya peperangan antara yang baik dan yang buruk, sebagaimana tampak dalam tragedi pembunuhan Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala.  Sebagian masyarakat Jawa menekankan momentum Suro pada malam tanggal satu Suro, yaitu malam tahun baru bagi penanggalan Jawa Kuno.

Mereka percaya pada malam ini berbagai kekuatan spiritual turun ke bumi untuk mendatangi orang-orang yang berhati bersih dan suci.

Infografis 5 Cara Ibadah dan Perayaan Natal Bebas Covid-19
Infografis 5 Cara Ibadah dan Perayaan Natal Bebas Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya