Suka Duka Jadi Dokter Forensik: Bisa Bantu Perkara Penyidikan

Memperingati Hari Patologi Internasional, dokter spesialis forensik di RS Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Asri Megaratri Pralebda menjelaskan soal pekerjaan seorang dokter forensik.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Nov 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2022, 13:00 WIB
Asri Megaratri Pralebda
Dokter spesialis forensik, Asri Megaratri Pralebda dalam peringatan Hari Patologi Internasional di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Memperingati Hari Patologi Internasional, dokter spesialis forensik Asri Megaratri Pralebda menjelaskan soal pekerjaan seorang dokter forensik.

Menurutnya, dokter forensik memiliki tugas untuk membedah mayat. Pembedahan biasanya dilakukan berdasarkan permintaan penyidik untuk mengetahui penyebab kematian. Permintaan serupa juga bisa dilayangkan keluarga jika ada kecurigaan kesalahan tindakan medis sebelum meninggal.

Selain pada mayat, dokter forensik juga bisa melakukan pemeriksaan pada orang yang masih hidup atau disebut pula visum hidup. Biasanya, visum ini dilakukan pada korban kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Hasil dari visum bisa dipakai oleh penyidik atau pihak kepolisian untuk membuktikan sesuatu.

Asri juga menceritakan soal perjalanannya sebagai dokter forensik. Ketua Dokter Forensik Cabang Jakarta ini memulai karier menjadi dokter forensik sejak 2016. Sebelumnya, ia adalah dokter umum yang bekerja di instansi kepolisian.

“Saya sudah bertugas di kepolisian lebih dulu sehingga saya melihat bahwa teman-teman di kepolisian itu membutuhkan dokter untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan tubuh manusia. Ini dibutuhkan apabila ditemukan tubuh manusia di tempat kejahatan,” kata Asri kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/11/2022).

Pemeriksaan tubuh manusia tidak dapat dilakukan sembarangan, dokter forensik mengambil peran besar dalam hal ini. Namun, jumlah dokter forensik di sekitar tahun 2006 masih sedikit.

“Sehingga saya berpikir kalau mengambil profesi sebagai dokter forensik itu akan sangat membantu perkara penyidik.”

Suka Duka Jadi Dokter Forensik

Asri Megaratri Pralebda
Dokter spesialis forensik, Asri Megaratri Pralebda dalam peringatan Hari Patologi Internasional di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Asri pun berkisah soal suka duka menjadi dokter forensik. Dukanya, orang awam menganggap hasil pemeriksaan bisa diberikan kepada siapapun secara bebas.

“Padahal, hasil pemeriksaan kami itu masih terikat dengan rahasia kedokteran sehingga kita pun tidak boleh memberikan hasil pemeriksaan itu selain pada korban dan peminta pemeriksaan,” kata Asri.

“Yang enggak enaknya itu, kami dianggap bahwa kami bukan dokter, dianggapnya orang forensik. Padahal kami dokter yang tetap terikat dengan rahasia kedokteran, sumpah profesi.”

Sedangkan, hal menyenangkan ketika menjadi dokter forensik adalah jika pemeriksaan yang telah dilakukan bisa terpakai di pengadilan.

“Entah itu membuktikan sesuatu atau tidak membuktikan sesuatu. Ini bisa membantu menegakkan keadilan.”

Durasi Pemeriksaan Forensik

Asri Megaratri Pralebda
Dokter spesialis forensik, Asri Megaratri Pralebda (memegang mikrofon) dalam peringatan Hari Patologi Internasional di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Terkait durasinya, Asri mengatakan bahwa pemeriksaan forensik sangat bervariasi tergantung pada kompleksitas kasusnya.

“Kalau kami melakukan bedah jenazah dengan luka-luka yang tidak butuh pemeriksaan lanjutan mungkin pemeriksaannya hari itu pun selesai, surat-surat yang perlu kami berikan kepada penyidik sekitar dua sampai tiga hari itu sudah bisa kami berikan.”

Begitu pula pemeriksaan pada korban hidup atau visum hidup. Jika tidak perlu konsultasi kepada laboratorium atau dokter spesialis lain, maka dalam tiga hari sudah bisa rampung.

“Tapi kalau butuh pemeriksaan penunjang (bisa lebih lama), karena pemeriksaan penunjang kita itu dilakukan oleh dokter spesialis yang lain. Mereka juga kan melayani pasien yang sakit jadi tidak ada prioritas sebenarnya."

"Atau kalau butuh pemeriksaan lab (bisa lebih lama juga). Kalau lab khusus forensik kan sangat terbatas, nah itu yang membuat antrean.”

Maka dari itu, lanjut Asri, perlu penguatan koordinasi dengan sejawat dan instansi luar untuk bisa menyegerakan kasus yang harus disegerakan.

Pendidikan dan Minat Calon Dokter Forensik

Dokter spesialis patologi
Dokter spesialis patologi dalam peringatan Hari Patologi Internasional di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Terkait pendidikan dan minat para calon dokter forensik, Asri melihat ada perkembangan.

 “Sejak saya lulus 2016 hingga sekarang, semakin ke sini saya lihat tambah banyak ya adek-adek junior yang mengambil program pendidikan dokter spesialis itu tambah banyak. Kesadaran bahwa dokter forensik masih dibutuhkan di Indonesia masih tinggi.”

Melihat kebutuhan yang banyak dan sedikitnya dokter spesialis forensik membuat calon-calon dokter forensik terdorong untuk mengambil program pendidikan tersebut.

“Cuman memang kendalanya adalah nanti saat praktik ada biaya pemeriksaan, seharusnya biaya ini ditanggung negara. Karena itu (mayat) kebanyakan adalah korban kejahatan. Korban kejahatan itu seharusnya ditanggung oleh negara tapi itu belum banyak diakomodasi oleh pemerintah.”

“Ini otomatis akan membuat penghasilan dokter jadi berkurang sehingga jadi ancaman buat kita, buat adek-adek nanti minatnya jadi kendor lagi. Yang kami khawatirkan, nanti dokter spesialis jadi tidak beregenerasi," pungkasnya.

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya