Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa XBB.1.5 sebagai subvarian yang paling menular yang pernah terdeteksi. Belum diketahui pasti efek infeksinya tapi WHO menduga tidak terlalu menyebabkan kesakitan dibandingkan subvarian sebelumnya.
"Ini adalah subvarian yang paling menular yang telah terdeteksi," kata pemimpin teknis WHO COVID-19 Maria Van Kerkhove.
Baca Juga
"Mutasi yang ada di dalam subvarian Omicron ini memungkinkan virus (subvarian XBB.1.5) ini menempel pada sel dan bereplikasi dengan mudah," lanjut Maria dalam siaran langsung dari Twitter @WHO dari Jenewa pada 4 Januari 2023.
Advertisement
Peningkatan kasus di beberapa negara Eropa serta Amerika Serikat jadi sorotan WHO. Di Amerika Serikat, jumlah orang yang terinfeksi Omicron baru XBB.1.5 jumlahnya berlipat setiap dua minggu.
Hal ini membuat XBB.1.5 menjadi varian penyebab COVID-19 paling banyak (75 persen) di negara bagian yang berada di timur laut Amerika Serikat. Secara nasional di AS, sekitar 40 persen kasus baru COVID-19 terjadi karena XBB.1.5.
"Di beberapa negara di Eropa lalu di Amerika bagian Utara, di timur laut Amerika Serikat XBB.1.5 bersirkulasi dengan cepat menggantikan varian sebelumnya," kata Maria.
Sejauh ini, subvarian XBB.1.5 telah terdeteksi di 29 negara tapi mungkin bisa lebih luas lagi. Hal ini lantaran saat ini sulit untuk melacak varian COVID-19 lantaran terjadi penurunan genomic sequencing di seluruh dunia seperti kata Maria.
Â
Tingkat Keparahan dari XBB.1.5
Maria mengatakan bahwa seperti XBB, pada subvarian XBB.1.5 ini memiliki kemampuan immune escape. Ini artinya seseorang yang sudah memiliki imunitas kemungkinan lolos dari perlindungan kekebalan bila terinfeksi varian ini.
Mengenai tingkat keparahan maupun gambaran klinis bila terkena XBB.1.5, WHO belum memiliki data pasti tentang hal ini. Namun, tidak ada indikasi bisa membuat sakit parah dibandingkan subvarian Omicron sebelumnya.
Saat ini, kelompok penasihat WHO yang melacak varian COVID-19 sedang melakukan penilaian risiko pada XBB.1.5. Hasilnya bakal dipublikasikan dalam beberapa hari ke depan seperti kata Maria.
"Semakin banyak virus ini beredar, semakin banyak peluang untuk berubah,” kata Maria.
Melihat peningkatan kasus XBB.1.5 yang cepat, maka WHO memprediksi bakal ada gelombang COVID-19 lagi di dunia. Namun, WHO berharap tidak ada banyak kematian.
“Kami memperkirakan gelombang infeksi lebih lanjut di seluruh dunia, tetapi itu tidak harus diterjemahkan menjadi gelombang kematian lebih lanjut karena sudah ada tindakan pencegahan,” kata Maria.
Advertisement
Mengapa Bisa Lebih Cepat Menular?
Virolog dari University of Johns Hopkins, Andrew Pekosz, mengatakan bahwa XBB.1.5 memiliki mutasi tambahan yang membuat virus ini memiliki kemampuan yang lebih baik kala menempel pada sel tubuh manusia.
"Virus perlu menempel erat sel agar lebih efisien masuk ke dalam dan itu bisa membantu virus efektif dalam menginfeksi manusia," kata Pekosz mengutip NBC Chicago.
Data di Chicago menunjukkan bahwa memang terjadi kenaikan orang yang masuk rumah sakit akibat COVID-19 akhir-akhir ini. Namun, hal ini lantaran memang ada kenaikan kasus di sana seperti disampaikan Chicago Department of Public Health Commissioner Dr. Allison Arwady.
"Saya belum melihat subvarian bari ini bisa membuat orang terinfeksi sakit lebih parah dari varian sebelumnya. Namun, kita pelajari dulu," lanjut Arwady.