Sidang Putusan AG Pacar Mario Dandy Terbuka Untuk Umum, Namun Hanya Bisa Dihadiri 20 Orang

Meski sidang bersifat terbuka, jumlah pengunjung sidang putusan AG dibatasi hanya untuk 20 orang.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 10 Apr 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2023, 09:00 WIB
AG (15), pacar Mario Dandy, tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).
AG (15), pacar Mario Dandy, akan kembali menjalani proses persidangan perkara penganiayaan berat terhadap David Ozora di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023). (Foto: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjadwalkan sidang putusan anak berkonflik dengan hukum AG pada hari ini, Senin, 10 April 2023. Sidang dilaksanakan secara terbuka untuk umum.

Seperti disampaikan staf Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto, sidang pembacaan putusan bagi AG pacar Mario Dandy dalam kasus penganiayaan terhadap David Ozora dijadwalkan akan dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB.

"Bahwa pembacaan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum di ruang sidang anak," kata Djuyamto, dilansir Antara.

Meski sidang bersifat terbuka, jumlah pengunjung sidang putusan AG dibatasi hanya untuk 20 orang. Hal tersebut, kata Djuyamto, dikarenakan ukuran ruang sidang yang terbatas.

Dia menjelaskan, luas ruang sidang anak di PN Jaksel yakni 6x10 meter persegi, sehingga hanya bisa dihadiri oleh maksimal 20 personel.

"Itu sudah termasuk hakim, panitera pengganti, Jaksa Penuntut Umum, terdakwa, orangtua dan penasihat hukum terdakwa, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial pendamping terdakwa, keluarga korban," jelasnya.

Djuyamto berharap, luas ruang sidang anak yang terbatas turut menjadi perhatian awak media demi ketertiban, kelancaran, dan kewibawaan persidangan.

"Hal ini mengacu pada Pasal 61 ayat 2 Undang-Undang tentang sistem peradilan pidana anak dan pedoman penyiaran ramah anak dari Dewan Pers bahwa awak media pers bisa memperoleh akses informasi persidangan melalui perwakilian yang disepakati masuk ke ruang sidang," tuturnya.

Diketahui, pelaku anak AG didakwa dengan Pasal 353 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 355 ayat 1 jo Pasal 56 ke-2 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP tentang penganiayaan berat.

Selain itu AG juga didakwa dengan Pasal 76 C jo Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak.

Dituntut 4 Tahun Hukuman

Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menolak pleidoi atau nota pembelaan AG pacar Mario Dandy pada Kamis, 6 April 2023. JPU tetap pada tuntutan mereka, mengajukan hukuman 4 tahun kurungan bagi pelaku anak AG.

JPU meminta AG ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Nahdi pasca sidang tuntutan AG.

"Menjatuhkan tuntutan pidana terhadap terdakwa AG selama empat tahun di LPKA," kata Syarief kepada wartawan di PN Jakarta Selatan Rabu (5/4).

Syarief menilai AG terbukti bekerja sama dengan Mario Dandy serta Shane Lukas yang pada saat penganiayaan berlangsung di perumahan Green Permata Residence, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

"Terdakwa terbukti dengan pasal 355 KUHP ayat 1 mengenai tindak pidana penganiayaan disertai perencanaan," ungkap Syarief.

6 Alasan AG Layak Dihukum Maksimal

Sementara itu, pihak penasihat hukum David Ozora, Mellisa Anggraini mengungkap alasan mengapa pelaku layak mendapat hukuman maksimal. Ada enam alasan yang diungkap Mellisa terkait hukuman bagi pelaku anak AG. 

Pertama, Mellisa menilai AG yang memperdaya David Ozora hingga mau menunjukkan lokasi tempatnya berada.

"Dialah yang memperdaya anak korban sehingga mau memberi lokasi keberadaannya," cuit Mellisa, Jumat, 7 April 2023.

Alasan kedua, menurut penasihat hukum David Ozora tidak ada kejujuran sebagai wujud penyesalan pelaku. Ketiga, kondisi kliennya saat ini, kata Mellisa adalah bukti nyata keterlibatan pelaku anak AG.

Kemudian, alasan keempat, perbuatan yang dilakukan AG tidak lazim dilakukan anak-anak.

"Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku anak bukanlah perbuatan yang lazim dilakukan oleh anak-anak," kata Mellisa.

Sedangkan alasan kelima yang dicuitkan Mellisa yakni menurutnya tidak ada upaya dari pelaku anak untuk mencegah dan melerai ketika aksi penganiayaan terjadi.

Alasan keenam, Mellisa mempertanyakan keringanan hukuman dengan pertimbangan masa depan pelaku sementara dampak penganiayaan berpotensi merusak masa depan korban.

"Bagaimana bisa ada keringanan yang memikirkan masa depan pelaku anak sementara akibat yang dihadapi anak korban adalah cedera otak berat dan itu dapat merusak masa depannya."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya