Trump dan Zelenskyy Diskusikan Perang Ukraina di Tengah Pemakaman Paus Fransiskus

Pembicaraan Trump dan Zelenskyy di tengah pemakaman Paus Fransiskus dilaporkan tidak direncanakan.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 26 Apr 2025, 21:44 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2025, 21:44 WIB
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Kepresidenan Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kanan) dan mantan Presiden AS Donald Trump tampak berbincang di sela menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025).
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Kepresidenan Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kanan) dan mantan Presiden AS Donald Trump tampak berbincang di sela menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025). (Dok. Kantor Pers Kepresidenan Ukraina via AP)   ... Selengkapnya

Liputan6.com, Vatican City - Donald Trump dan Volodymyr Zelenskyy menggelar pembicaraan krusial terkait perang di Ukraina, tepat di jantung Vatikan, dan hanya beberapa menit sebelum dimulainya upacara pemakaman Paus Fransiskus pada Sabtu (26/4/2025).

Foto-foto yang dirilis, baik oleh Kantor Kepresidenan Ukraina maupun Gedung Putih, memperlihatkan kedua pemimpin berbicara serius tanpa pendamping dalam keheningan sakral Basilika Santo Petrus yang megah — sebuah latar yang mempertegas kesan bahwa dunia menyaksikan persimpangan antara duka mendalam dan upaya perdamaian.

Melalui unggahan di media sosial, Zelenskyy berterima kasih kepada Trump atas "pertemuan yang baik".

"Kami berdiskusi banyak secara empat mata. Berharap ada hasil dari semua hal yang kami bahas," tulis Zelenskyy. "Melindungi nyawa rakyat kami. Gencatan senjata penuh dan tanpa syarat. Perdamaian yang dapat diandalkan dan bertahan lama, yang bisa mencegah perang lain pecah. Pertemuan yang sangat simbolis dan bisa menjadi bersejarah, jika kami berhasil mewujudkan hasil bersama."

Seorang juru bicara Gedung Putih mengatakan bahwa kedua pemimpin bertemu secara pribadi hari ini dan melakukan diskusi yang sangat produktif. Baik dari pihak Zelenskyy maupun Trump, pejabat menyatakan bahwa pertemuan itu berlangsung sekitar 15 menit dan keduanya sepakat untuk melanjutkan pembicaraan. Demikian seperti dilansir CNN.

Ini merupakan pertemuan langsung pertama antara Trump dan Zelenskyy sejak pertemuan yang kacau di Gedung Putih pada Februari lalu, ketika presiden Amerika Serikat (AS) itu dan sejumlah pejabatnya secara terbuka menegur Zelenskyy karena dinilai kurang berterima kasih atas dukungan AS, yang bahkan sempat memicu penghentian sementara pengiriman senjata dan kerja sama intelijen.

Pertemuan Trump dan Zelenskyy berlangsung tepat di luar Kapel Baptisterium, yang berada di dalam Basilika Santo Petrus dekat pintu masuknya. 

Menjelang kunjungann ke Roma, para pejabat meremehkan kemungkinan Trump akan bertemu dengan Zelenskyy atau pemimpin dunia lainnya, dengan alasan jadwal perjalanan yang sangat singkat serta tujuan utama kunjungan yang bersifat khidmat, yakni mengenang mendiang Paus Fransiskus.

Trump awalnya memilih Arab Saudi sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya di masa jabatan barunya dan akan berkunjung ke sana bulan depan. Namun ketika Paus Fransiskus meninggal, rencana tersebut berubah dan sebagai gantinya Trump menjadikan Eropa — benua yang sering dia kritik — sebagai persinggahan pertamanya di luar negeri.

Bagan tempat duduk serta kehadiran para pemimpin dunia lainnya memungkinkan terjadinya interaksi singkat, termasuk dengan sejumlah pemimpin yang tampaknya telah dihindari Trump sejak kembali menjabat. Dia sempat berinteraksi singkat dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, yang sama sekali belum pernah diajak bicaranya sejak dia kembali ke Gedung Putih, terlebih di tengah ketegangan terkait perdagangan dan pertahanan dengan Uni Eropa.

Protokol tempat duduk — yang disusun berdasarkan nama negara dalam bahasa Prancis — menempatkan Trump di antara para pemimpin Estonia dan Finlandia, yang sempat pula diajaknya berbicara singkat.

Dalam beberapa kesempatan lain, Trump bertukar sapa dengan para pemimpin yang juga sedang mengupayakan resolusi damai atas perang di Ukraina. Dia berjabat tangan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron saat upacara misa pemakaman memasuki momen "tanda damai" — bagian dari liturgi Katolik di mana para hadirin saling memberi salam damai sebagai simbol rekonsiliasi dan persaudaraan.

Zelenskyy: Kami Siap Berdialog

Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Kepresidenan Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kanan) dan mantan Presiden AS Donald Trump tampak berbincang di sela menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025).
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Kepresidenan Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kanan) dan mantan Presiden AS Donald Trump tampak berbincang di sela menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025). (Dok. Kantor Pers Kepresidenan Ukraina via AP) ... Selengkapnya

AS telah meningkatkan tekanan terhadap Ukraina. Pekan lalu, mereka mengancam menarik diri dari pembicaraan damai "dalam hitungan hari" jika terlihat jelas bahwa kesepakatan tidak dapat dicapai. Namun, pada Jumat (25/4) Trump mengatakan bahwa Rusia dan Ukraina sangat dekat dengan kesepakatan untuk mengakhiri konflik.

"Hari yang baik dalam pembicaraan dan pertemuan dengan Rusia dan Ukraina. Mereka sangat dekat dengan kesepakatan dan kedua pihak seharusnya segera bertemu, di tingkat tertinggi, untuk 'menyelesaikannya'," tulis Trump di platform media sosial Truth Social setelah mendarat di Roma untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus.

Di Moskow, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selama tiga jam pada Jumat. Menurut penasihat kepresidenan Rusia Yuri Ushakov pembicaraan keduanya konstruktif dan sangat bermanfaat.

Sebelum meninggalkan Kyiv menuju Roma pada Jumat, Zelenskyy menyampaikan beberapa usulan kompromi dengan tujuan mendorong kemajuan dalam pembicaraan damai.

"Dalam beberapa hari ke depan, mungkin akan berlangsung pertemuan-pertemuan yang sangat penting — pertemuan yang seharusnya membawa kita lebih dekat pada keheningan bagi Ukraina," kata dia.

"Kami siap berdialog, saya tegaskan kembali, dalam format apa pun dan dengan siapa pun," tegas Zelenskyy, namun menambahkan, "Hanya setelah ada sinyal nyata bahwa Rusia siap mengakhiri perang. Sinyal seperti itu adalah gencatan senjata penuh dan tanpa syarat."

Setiap pembicaraan langsung kemungkinan akan membutuhkan diskusi tambahan dan bisa memperlambat proses diplomatik yang ingin dipercepat oleh pemerintahan Trump dalam hitungan hari.

Mengakui bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO dalam waktu dekat, Zelenskyy menyatakan, "Saya pikir kita harus bersikap pragmatis. Kita harus memahami jaminan keamanan seperti apa yang dibutuhkan Ukraina."

Zelenskyy menuturkan bahwa jaminan tersebut bisa mencakup kehadiran pasukan militer dari Eropa dan apa yang dia sebut sebagai "dukungan penjamin" dari AS.

"Bagi kami, dukungan penjamin itu tidak harus berupa kehadiran pasukan AS di Ukraina," beber Zelensky, namun bisa mencakup pertahanan siber dan yang terpenting sistem pertahanan udara Patriot.

 

Isi Proposal Damai Ukraina

Perang Rusia dan Ukraina
Salah satu dari dua rudal menghancurkan bagian dari gedung apartemen antara lantai empat dan sembilan, kata Menteri Dalam Negeri Ihor Klymenko. (AFP/Ukrainian Emergency Service)... Selengkapnya

Zelenskyy pada Jumat juga berbicara tentang apa yang disebutnya sebagai proposal "konstruktif" yang disusun di London minggu ini antara pejabat Ukraina dan Eropa.

Salinan proposal tersebut diperoleh Reuters. Berjudul "Kerangka Kesepakatan Ukraina", proposal ini mengusulkan gencatan senjata penuh dan tanpa syarat di udara, darat, dan laut, seperti yang sebelumnya telah disepakati oleh Ukraina. Pemantauan gencatan senjata akan dipimpin oleh AS dan didukung oleh negara-negara pihak ketiga.

Proposal mengusulkan agar Ukraina menerima "jaminan keamanan yang kuat, termasuk dari AS", meskipun belum ada kesepakatan di antara sekutu mengenai keanggotaan Ukraina dalam NATO. Jaminan ini akan mirip dengan yang tercantum dalam Pasal 5 NATO, yang mengharuskan semua anggota membantu negara yang diserang.

Bagian dari proposal yang kemungkinan besar akan ditentang oleh Rusia menyatakan bahwa "negara-negara penjamin" akan terdiri dari kelompok ad hoc, yaitu kelompok yang dibentuk secara sementara, yang mencakup negara-negara Eropa dan negara non-Eropa yang bersedia. Selain itu, tidak akan ada batasan terhadap kehadiran, senjata, dan operasi pasukan asing yang bersahabat di wilayah Ukraina, serta tidak ada batasan pada ukuran militer Ukraina.

Dengan kata lain, ini berarti bahwa negara-negara yang memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina dapat mengirimkan pasukan, senjata, dan melakukan operasi militer di Ukraina tanpa pembatasan apapun dan Ukraina juga bisa memiliki pasukan militer dalam jumlah yang tidak terbatas.

Negosiasi mengenai wilayah, menurut proposal itu, akan dimulai setelah gencatan senjata berlaku dan titik awalnya akan berada di garis depan saat ini. Namun, ditambahkan bahwa Ukraina akan memperoleh kendali atas pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, yang telah diduduki oleh pasukan Rusia sejak Maret 2022.

Mengenai perjanjian mineral yang diusulkan antara AS dan Ukraina, yang akan memberikan AS akses ke logam langka senilai miliaran dolar, proposal menyebutkan Ukraina akan mendapatkan kompensasi penuh secara finansial, termasuk melalui aset Rusia yang akan tetap dibekukan hingga Rusia mengganti kerugian yang dialami Ukraina.

Proposal yang diperoleh Reuters tidak secara spesifik menyebutkan soal Krimea. Namun, proposal versi Witkoff mengusulkan agar AS mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia, namun tidak menyarankan agar Ukraina melakukannya. Mengakui kendali Rusia atas Krimea akan melanggar garis merah bagi Ukraina dan sekutu-sekutu Eropa-nya, serta bertentangan dengan hukum internasional.

Zelenskyy menolak ide itu. Dia mengatakan kepada wartawan pada Jumat, "Saya setuju dengan Presiden Trump bahwa Ukraina tidak memiliki cukup senjata untuk merebut kembali kendali atas Semenanjung Krimea dengan kekuatan militer. Namun, dunia memiliki peluang melalui sanksi, tekanan ekonomi lainnya."

CNN melaporkan minggu ini bahwa Trump semakin frustrasi dengan terhambatnya pembicaraan damai Rusia-Ukraian dan secara pribadi memberi tahu penasihatnya bahwa mediasi kesepakatan ini ternyata lebih sulit dari yang diperkirakan.

Pembicaraan antara Trump dan Zelenskyy pada Sabtu terjadi setelah Putin mengumumkan bahwa Rusia telah merebut kembali kontrol atas Kursk, wilayah perbatasan tempat Ukraina melancarkan serangan mendadak tahun lalu.

"Petualangan rezim Kyiv sepenuhnya gagal," kata Putin, sambil mengucapkan selamat kepada pasukan Rusia yang disebutnya telah mengalahkan militer Ukraina di wilayah tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya