Liputan6.com, Jakarta - Rumah Sakit Indonesia di Gaza memiliki sejarah pembangunan yang penuh keajaiban. Hal ini disampaikan Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari dalam sebuah keterangan video.
Siti berkisah, saat masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI yakni periode 2004-2009, ia menjalin persahabatan dengan menteri-menteri kesehatan di negara lain termasuk Palestina.
Baca Juga
“Waktu itu, Palestina sedang dikuasai Hamas, jadi Palestina itu kadang dikuasai grup Hamas, kadang dikuasai grup Fatah. Nah, Menteri Kesehatan Palestina berbisik kepada saya, ‘Bu kalau saya kasih tanah di Gaza, bisa enggak Anda bikin rumah sakit?’,” kenang Siti dalam video yang diunggah akun TikTok @abidzarghifari.2020 dikutip Rabu (15/11/2023).
Advertisement
Saat mendapat tawaran tersebut, Siti belum mendapat bayangan terkait siapa yang akan dapat membangunnya.
“Saya enggak kebayang siapa yang mau membuat rumah sakit di sana. Ah pokoknya saya iyain dulu nanti saya cari yang bisa bikin rumah sakit di Gaza,” jelas Siti Fadilah.
Pulang dari pertemuan dengan Menkes Palestina, Siti pun menghubungi dokter yang sudah ia kenal sejak lama. Dokter itu adalah pendiri Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Dr. Joserizal Jurnalis, SpOT.
“Begitu pulang dari sana saya memanggil yang namanya Joserizal. Joserizal memang kebetulan sudah dekat dengan saya sejak tsunami (2004). Saya cerita dengan Jose, dikasih tanah di Gaza untuk bangun rumah sakit,” ucap Siti.
Disambut Antusias oleh Joserizal
Cerita Siti Fadilah Supari sontak disambut antusias oleh Joserizal. Dia sangat bersyukur karena membangun rumah sakit di tanah Gaza adalah impiannya.
“Wah Jose tuh bersyukur, ternyata Joserizal itu bercita-cita membuat rumah sakit di Gaza, tapi dia memikirkan bagaimana cara mendapatkan tanah di sana. Padahal saya dan Jose tidak pernah ngomongin tentang rumah sakit di Gaza nah itu aneh, itu keanehan Tuhan menurut saya.”
Usai mendengar kabar baik itu, Joserizal dengan semangatnya mencari dana dari rakyat Indonesia.
“Sebetulnya, kita sudah ditawari oleh Iran waktu itu, ‘Kalau mau bikin rumah sakit aku (Iran) mau nyawer’ No, ini punya Indonesia, harus pakai uang dari Indonesia.”
Advertisement
Upaya Mencari Dana
Upaya pencarian dana pun dilakukan. Dana berasal dari sumbangan masyarakat Islam, dari pengajian ke pengajian.
“Kita kumpulin uang sedikit demi sedikit, ada juga donatur-donatur yang besar. Uang terkumpul kemudian kita rencanakan pembuatan itu.”
Untuk membuat gambar atau desain rumah sakit, Siti Fadilah mempercayakannya pada Presidium MER-C, Faried Thalib.
“Yang merencanakan, yang membuat gambar, Pak Faried Thalib namanya. Sampai sekarang dialah yang ngurus rumah sakit itu.”
Banyak Mujahid yang Rela Jadi Tukang Batu
Saat mulai pembangunan pada 2010, Joserizal kebingungan untuk mencari tukang.
“Jose bingung bagaimana cari tukang, tukang batu mana yang mau dibayar berapa saja di tempat perang, padahal membangun rumah sakit itu perlu tukang batu.”
“Akhirnya bertemu dengan Pondok Pesantren Al-Fatah yang dipimpin Pak Yakhsyallah. Nah, dengan beliau Jose mengatakan kebutuhan tenaga untuk membangun, tapi tidak punya uang. Artinya butuh pekerja yang siap tidak dibayar, tukang batu di tempat perang yang tidak dibayar.”
Tanpa diduga-duga, banyak mujahid atau orang yang berjuang membela agama bersedia menjadi relawan pembangunan RS Indonesia.
“Ternyata mujahid itu banyak, yang berani jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah). Ada guru, dosen, sarjana semua pada daftar.”
Mereka bukan tukang batu sehingga menjalani pelatihan terlebih dahulu sebagai tukang batu kemudian diterjunkan ke lapangan. Dengan begitu, Rumah Sakit Indonesia di Gaza tidak dibangun oleh tukang batu biasa tapi oleh orang-orang yang ikhlas dan ingin beribadah kepada Allah.
“Alhamdulillah rumah sakit itu sudah jadi dua tingkat dan ketika hendak dijadikan tiga tingkat, terjadilah perang Israel dengan Hamas ini,” jelas Siti.
“Ini suatu keajaiban Tuhan, antara yang menerima tanah, yang berkehendak pengen bikin rumah sakit, dan tenaga kerjanya itu masing-masing tidak ada hubungan tadinya. Jadi yang menghubungkan adalah Tuhan, kalau Tuhan berkehendak, apapun bisa terjadi,” pungkasnya.
Advertisement