Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan perlunya tindakan internasional yang mendesak untuk mengakhiri serangan yang sedang berlangsung terhadap rumah sakit di Gaza.
WHO serta direktur regional UNFPA dan UNICEF miris dengan laporan terbaru mengenai serangan terhadap beberapa rumah sakit seperti Rumah Sakit Al-Shifa, Rumah Sakit Anak Al-Rantissi Naser, Rumah Sakit Al-Quds, dan rumah sakit lainnya di Gaza.
Baca Juga
Berbagai serangan di sekitar rumah sakit menewaskan banyak orang, termasuk anak-anak. Serangan yang intens di sekitar beberapa rumah sakit di Gaza utara juga menghalangi akses bagi staf kesehatan untuk menolong korban luka dan pasien lainnya.
Advertisement
Di sisi lain, bayi prematur dan bayi baru lahir yang menggunakan alat bantu seperti inkubator dilaporkan meninggal dunia. Penyebabnya tak lain karena pemadaman listrik, kurangnya oksigen, dan air di Rumah Sakit Al-Shifa. Sementara, bayi lainnya sedang berada dalam risiko kematian serupa.
Staf di sejumlah rumah sakit melaporkan kekurangan bahan bakar, air dan pasokan medis dasar, sehingga membahayakan nyawa semua pasien.
Selama 36 hari terakhir, WHO mencatat setidaknya ada 137 serangan terhadap layanan kesehatan di Gaza. Ini mengakibatkan 521 kematian dan 686 cedera, termasuk 16 kematian dan 38 cedera pada petugas kesehatan yang bertugas.
Serangan pada Fasilitas Kesehatan adalah Pelanggaran Internasional
Serangan terhadap fasilitas medis dan warga sipil tidak dapat diterima. Ini merupakan pelanggaran terhadap Hukum serta Konvensi Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia Internasional.
“Hal tersebut tidak dapat dimaafkan. Hak untuk mencari bantuan medis, terutama pada saat krisis, tidak boleh diabaikan,” mengutip keterangan resmi WHO, Senin (13/11/2023).
Kini, lebih dari separuh rumah sakit di Jalur Gaza ditutup. Mereka yang masih berfungsi berada di bawah tekanan besar dan hanya dapat memberikan layanan darurat yang sangat terbatas. Yakni operasi penyelamatan nyawa dan layanan perawatan intensif.
Kekurangan air, makanan, dan bahan bakar juga mengancam kesejahteraan ribuan pengungsi, termasuk perempuan dan anak-anak yang berlindung di rumah sakit dan lingkungan sekitarnya.
Advertisement
Dunia Tidak Bisa Tinggal Diam
WHO juga menyampaikan, kini dunia tidak bisa tinggal diam. Rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman, berubah menjadi tempat kematian, kehancuran, dan keputusasaan.
“Tindakan internasional yang tegas diperlukan saat ini untuk menjamin gencatan senjata kemanusiaan segera dan mencegah jatuhnya korban jiwa lebih lanjut, serta menjaga sistem layanan kesehatan yang tersisa di Gaza.”
Akses tanpa hambatan, aman dan berkelanjutan diperlukan saat ini untuk menyediakan bahan bakar, pasokan medis dan air untuk layanan penyelamatan nyawa.
“Kekerasan harus diakhiri sekarang,” kata WHO.
WHO Sempat Hilang Kontak dengan RS Al-Shifa
Sebelumnya, pada 12 November 2023, WHO melaporkan telah hilang kontak dengan Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza utara.
“Ketika laporan-laporan mengerikan mengenai rumah sakit yang menghadapi serangan berulang terus bermunculan, kami berasumsi kontak kami (pihak RS Al-Shifa yang terhubung dengan WHO) bergabung dengan puluhan ribu pengungsi yang mencari perlindungan di lingkungan rumah sakit dan melarikan diri dari daerah tersebut.”
“Ada laporan bahwa beberapa orang yang melarikan diri dari rumah sakit telah ditembak, terluka, dan bahkan terbunuh.”
Selama 48 jam terakhir, Rumah Sakit Al-Shifa--yang merupakan kompleks medis terbesar di Gaza--dilaporkan diserang berkali-kali. Ini menyebabkan beberapa orang tewas dan banyak lainnya terluka.
Unit perawatan intensif mengalami kerusakan akibat pemboman, sementara area rumah sakit tempat pengungsi berlindung juga rusak. Seorang pasien yang diintubasi dilaporkan meninggal ketika listrik padam.
Laporan terakhir menyebutkan bahwa rumah sakit itu dikelilingi oleh tank. Staf melaporkan kekurangan air bersih dan risiko fungsi-fungsi penting yang tersisa. Termasuk ICU, ventilator, dan inkubator, yang akan segera ditutup karena kekurangan bahan bakar, sehingga membahayakan nyawa pasien.
Sementara, jumlah pasien rawat inap dilaporkan hampir dua kali lipat dari kapasitas RS.
Pasien yang mencari layanan kesehatan tidak boleh merasa takut. Dan petugas kesehatan yang telah bersumpah untuk merawat pasien tidak boleh dipaksa mempertaruhkan nyawa mereka sendiri untuk memberikan layanan.
Advertisement