Liputan6.com, Jakarta Kekerasan emosional (emotional abuse) bisa datang dari siapa saja dalam hidup, termasuk orang tua tanpa disadari. Tetapi karena kekerasan ada dalam spektrum yang luas, bisa jadi sulit untuk dikenali.
"Kekerasan emosional adalah perilaku atau sikap nonfisik apa pun yang dilakukan untuk mengendalikan, menundukkan, menghukum, atau mengisolasi orang lain melalui penggunaan penghinaan atau ketakutan," tulis pakar kekerasan pasangan intim Günnur Karakurt, Ph.D., LMFT, dan Kristin E. Silver dalam jurnal Violence and Victims.
Baca Juga
Perilaku ini memberikan dampak pada kesejahteraan emosional dan psikologis korban, dan sering kali merupakan awalan dari kekerasan fisik.
Advertisement
Kekerasan emosional dapat terlihat seperti banyak hal, tetapi menurut terapis hubungan Ken Page, LCSW, hal ini dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang merendahkan, meremehkan, atau mengabaikan perasaan atau pengalaman orang lain.
“Dampaknya bisa membuat orang yang mendapatkan kekerasan merasa kurang, malu, tidak mampu, dan tidak berharga,” kata Page.
Seperti yang dijelaskan oleh psikiater Anna Yusim, kekerasan emosional sering kali sejalan dengan kekerasan verbal, yang mencakup penggunaan kata-kata dalam upaya untuk mengendalikan, memanipulasi, atau menyakiti orang lain.
Dilansir dari Mindbodygreen pada Rabu, 8 Mei 2024, berikut ini adalah tujuh tanda-tanda kekerasan emosional pada anak yang sering diabaikan oleh orang tua.
1. Sikap Mengabaikan
Sikap mengabaikan anak adalah salah satu tanda utama orang tua yang kasar secara emosional. Pengabaian membuat anak merasa orang tua mereka tidak benar-benar peduli dengan mereka.
Ini bisa termasuk mengabaikan kebutuhan emosional (misalnya, ketika mereka kesal), kebutuhan fisik (misalnya, ketika mereka sakit atau lapar), atau hanya mengabaikan anak tanpa alasan yang dilakukan terus-menerus.
2. Menyalahkan Anak Terus-menerus
Kritik atau menyalahkan secara terus-menerus dapat menjadi bentuk kekerasan emosional pada anak, menurut terapis pernikahan dan keluarga berlisensi, Annette Nuñez, Ph.D., LMFT.
Hal ini dapat terlihat pada perilaku orang tua yang menyalahkan anak, mengatakan bahwa segala sesuatu selalu menjadi kesalahan anak, dan secara umum menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka.
3. Tidak Konsisten
"Ketidakkonsistenan yang didasarkan pada perasaan orang tua pada waktu tertentu (alias sesuatu yang baik-baik saja hari ini, tetapi hal yang sama membuat anak dihukum berat besok) bisa membuat anak merasa tidak jelas atau tidak memiliki kontrol," jelas Page.
Advertisement
4. Membandingkan Anak
Sikap membandingkan anak biasanya terdengar seperti, "Mengapa kamu tidak bisa seperti kakakmu?" atau bahkan, "Saat aku seusiamu, aku tidak pernah keluar rumah dengan penampilan seperti itu."
Hal ini bisa membuat anak merasa tidak dicintai atau merasa tidak cukup baik sebagaimana adanya.
"Orang tua yang sering membandingkan anak-anak mereka dengan saudara kandung, teman sebaya, atau bahkan diri mereka sendiri, dapat dengan mudah membahayakan kesehatan mental anak," jelas Page.
5. Mengatakan Kata yang Kasar
Yang satu ini mungkin tampak jelas. Page menjelaskan kekerasan verbal ada dalam sebuah spektrum dengan bentuk yang lebih halus hingga yang terang-terangan.
"Di ujung spektrum yang paling ekstrem adalah kekerasan verbal berteriak dan merendahkan karakter seseorang. Merendahkan siapa mereka dan merendahkan nilai-nilai mereka dengan cara yang kasar dan kejam," kata Page.
6. Mengabaikan Permintaan Anak
Page mengatakan bahwa orang tua yang secara konsisten mengabaikan permintaan anak untuk mendapatkan perhatian orang tua dapat menjadi bentuk kekerasan emosional yang halus.
Meminta perhatian dalam hal ini adalah seorang anak yang berusaha mendapatkan pengakuan, perhatian, dan/atau validasi dari orang tuanya.
7. Gaslighting
Hal ini melibatkan manipulasi psikologis terhadap seseorang untuk mempertanyakan realitas, perasaan, dan pengalaman mereka sendiri tentang suatu peristiwa. Gaslighting dilaukan untuk mempertahankan kendali atas orang tersebut.
Hal ini bisa terdengar seperti, "Saya tidak pernah mengatakan itu-kamu mengada-ada," atau "Kamu terlalu mendramatisir hal ini."
"Gaslighting pada intinya selalu tentang mempertahankan diri dan mempertahankan kekuasaan/kendali untuk membangun narasi yang membuatnya tetap berada di pihak yang 'benar' dan orang lain berada di pihak yang 'salah'," kata terapis Aki Rosenberg, LMFT.
Advertisement