Percepat Penanganan Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan, Kemenkes Datangkan Dokter dari Arab Saudi

Guna mempercepat penanganan pasien jantung di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjalin kerja sama dengan Arab Saudi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Jan 2025, 11:56 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2025, 11:55 WIB
Percepat Penanganan Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan, Kemenkes Datangkan Dokter dari Arab Saudi
Percepat Penanganan Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan, Kemenkes Datangkan Dokter dari Arab Saudi, Kamis (30/1/2025). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 500 ribu pasien meninggal dunia karena penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia.

Di sisi lain, dokter spesialis termasuk jantung jumlahnya kurang. Jika menunggu empat tahun pendidikan, maka dikhawatirkan 2 juta nyawa melayang tak tertangani.

Guna mempercepat penanganan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjalin kerja sama dengan Arab Saudi.

Budi mengumumkan, dokter-dokter dari RS King Salman Arab Saudi akan membantu para dokter di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.

“Jantung itu kan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Nah, kita sudah memperluas akses dan menjaga kualitas untuk layanan jantung. Yang teregister meninggal akibat jantung dan pembuluh darah itu sekitar 500 ribu,” kata Budi saat ditemui di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Kamis (30/1/2025).

Dia menambahkan, salah satu tindakan paling sulit adalah bedah jantung anak. Padahal, dari 4,8 juta bayi lahir setiap tahunnya, ada 15 ribu yang harus dioperasi. Sejauh ini, bayi yang berhasil ditangani sekitar 4.900 hingga 5.000, sisanya 9.000 meninggal.

“Nah ini yang harus kita percepat, kita kekurangan dokter, kita juga tidak punya keahlian, tapi kita tidak bisa menunggu pendidikan selesai 4 tahun. Itu sebabnya kita bawa mereka (dokter dari Arab Saudi) datang untuk ngajarin ke Harapan Kita. Karena beda, kalau kita kirim ke sana kan cuman satu orang yang bisa, kalau kita undang ke sini, mereka bisa bawa 10 hingga 15 dokter,” paparnya.

Budi berharap, dokter-dokter asing tak hanya bisa berbagi ilmu di Harapan Kita tapi juga di daerah lain seperti Bali sehingga masyarakat sekitarnya seperti dari NTT bisa pula tertangani.

Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

Sebelumnya, Budi menjelaskan bahwa Indonesia kekurangan dokter spesialis.

Tak hanya jika dibandingkan dengan negara maju seperti Inggris, tapi juga ketika dibandingkan dengan negara di bawah Indonesia yakni India.

“Kita sangat kekurangan dokter spesialis, lulusan dokter kita 12 ribu per tahun. Negara seperti Inggris kan seperlima kita, lulusannya bisa 9000 sampai 10.000. Harusnya kalau kita kayak Inggris, ya dikali lima kan, 45 ribu sampai 50 ribu per tahun. Kita cuma 12 ribu per tahun,” jelas Budi.

Begitu pula jika dibandingkan dengan India. Negara ini memiliki lulusan dokter spesialis hingga 100 ribu per tahun.

“Padahal, penduduknya cuma lima kalinya kita, sehingga harusnya kita 20 ribu atau 25 ribu per tahun, sekarang kita cuma 12 ribu,” tambah Budi.

Dengan kata lain, lulusan dokter spesialis Indonesia tetap lebih rendah dibanding negara maju maupun berkembang.

“Itu yang menunjukkan bahwa dibandingkan negara maju kita kekurangan, dibandingin negara india yang lebih rendah dari kita aja kita kekurangan,” imbuhnya.

Distribusi Dokter di Indonesia Tidak Merata

Budi menilai, masifnya kekurangan dokter di Indonesia diperparah dengan distribusinya yang tidak merata.

Distribusi dokter yang tak merata di kota dan di daerah menurut Budi dipicu tak seimbangnya lulusan dokter asal kota dan desa.

“Kadang mekanisme pendidikan kita hanya orang kota yang bisa dapat, yang umumnya masuk, orang daerah tuh porsinya kecil. Padahal, harusnya yang dokter spesialis adalah orang yang akan bekerja di daerah-daerah rumah sakit yang enggak ada dokternya.”

“Sekarang yang masuk jadi dokter spesialis kebanyakan adalah orang-orang kota. Itu yang sekarang kita ubah dengan sistem hospital base di mana rumah sakit-rumah sakit yang akan kita kasih alat akan mendapatkan prioritas untuk belajar dokter spesialis, bukan orang-orang yang tinggal di kota,” paparnya.

Dokter Spesialis Harus Bersedia Tugas di Daerah

Budi juga mengimbau agar dokter-dokter dari kota harus bersedia ditempatkan di daerah.

“Dia (dokter dari kota) harus mau ke daerah, kalau enggak, enggak akan selesai, orang meninggal di daerah-daerah.”

Sementara menunggu dokter spesialis lulus dari pendidikannya yang memakan waktu empat tahun, maka Budi memilih memanggil dokter-dokter dari Arab Saudi untuk ikut membantu menangani pasien jantung anak.

Infografis 5 Alasan Kemenkes Datangkan Dokter Asing dan Payung Hukumnya. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis 5 Alasan Kemenkes Datangkan Dokter Asing dan Payung Hukumnya. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya