Berkat Suami Istri Ini, Gurun Menjadi Ladang Hijau

Gurun Mu Us yang gersang di wilayah otonomi Inner Mongolia, China Utara sudah tak lagi gersang. Semua ini berkat pasangan suami Ini

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 25 Sep 2013, 11:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2013, 11:00 WIB
yin-yuzhen-130924c.jpg
Ketika Yin Yuzhen, yang berusia 19 tahun, menikah, perempuan itu tak pernah mengira ia akan tinggal di gurun, dan hampir tiga dasawarsa telah berlalu, tapi ia masih bermukim di sana.
    
Yin, warga asal Provinsi Shaanxi di China Barat-laut, menikah dengan Bai Wanxiang pada 1985 dan mengikuti dia ke kota kelahiran suaminya di Jingbeitang, kabupaten terpencil di Gurun Mu Us, salah satu daerah pasir terbesar di Wilayah Otonomi Inner Mongolia di China Utara.
    
Buat warga desa setempat, kedatangan Yin adalah kejutan. "Aneh ia setuju datang sebab di sini tak ada apa-apa kecuali gurun," kata Cao Zhanyong, Sekretaris Komite Partai Komunis China di Kabupaten tersebut. "Itu seperti keajaiban."
    
Namun buat Yin, lingkungan yang bermusuhan itu tak pernah melintasi benaknya. "Saya merasa terpukul ketika melihat lingkungan hidup ini. Saya mulanya tak bisa menerima itu," Yin mengenang.
    
Kamar pengantinnya adalah lubang basement di dalam pasir dan tampak sangat rentan sehingga badai pasir sedikit saja bisa merusaknya. Setiap kali badai pasir datang, Yin dan suaminya harus membersihkan pasir secepatnya, jika tidak, rumah mereka akan tertimbun pasir.
    
Kesulitan lingkungan hidup tak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesepian yang menelan dia setiap hari.
    
Ia tak bertemu dengan siapa pun juga kecuali suaminya selama 40 hari pertama setelah kedatangannya. Ketika orang pertama melewati rumahnya, ia bergegas ke luar tapi orang itu sudah hilang di dalam kabut.
    
Dengan kecewa, ia pulang ke rumah dan menaruh ember di atas jejak kaki tersebut sehingga ia bisa datang untuk melihatnya setiap hari.
    
Yin keras kepala dan menginginkan perubahan. Satu pohon kecil di sebelah sumur di kabupaten tersebut memberi dia inspirasi. "Jika pohon ini bisa hidup, saya mungkin bisa menanam lebih banyak pohon di sini," kata Yin seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (25/9/2013).
    
Pada 1986, ia memutuskan untuk mulai menanam pohon di gurun. "Lebih baik saya mati karena menanam pohon daripada tertimbun pasir," katanya.
    
Ia memiliki beberapa sumber untuk membantu dia. Satu-satunya harta keluarga Yin adalah satu anak biri-biri dan tiga domba berkaki tiga.
    
Yin menjual domba itu dan membeli 600 anakan pohon. Dengan cara itu, ia memulai perjuangannya melawan gurun.
    
Suami Yin, Bai, bekerja keras tanpa lelah di luar rumah, dan tak menerima bayaran berupa uang kecuali anakan pohon sehingga ia dan istrinya dapat menanamnya di gurun.
    
Selama 28 tahun, Yin dan suaminya telah menanam lebih dari 600.000 pohon, yang menutup wilayah seluas 1.620 acre. Pada 2005, pasangan suami-istri tersebut mendirikan perusahaan penanam pohon mereka, yang juga menawarkan sayuran organik. Sasaran berikut mereka ialah membantu warga desa lokal memperoleh kekayaan.

(Abd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya