Tidak ada orangtua yang akan membolehkan anak-anaknya mengonsumsi semangkuk atau secangkir gula pasir. Mereka secara sadar juga akan mencegah hal itu terjadi. Sayangnya, ada hal lain yang dilupakan: bahwa gula tak hanya dalam bentuk gula pasir. Gula bisa dijumpai di banyak makanan, terutama camilan, yang kadang kandungannya sangat tinggi.
Pernah menghitung berapa banyak kandungan gula dalam satu kaleng minuman ringan? Setidaknya rasa manis dalam satu kaleng tersebut setara dengan tujuh sendok teh gula pasir.
Sedikit? Tidak juga. Jumlah tersebut bisa membengkak, terutama bila anak sering diajak menyantap makanan di restoran cepat saji dengan minuman ringan berkarbonasi yang sudah ditambah ukurannya.
Kelihatannya tidak jauh berbeda antara gelas berukuran sedang dengan medium ataupun medium dengan besar. Apalagi harganya pun hanya menambah beberapa ribu rupiah saja.
Kenyataannya tidak demikian. Semakin besar ukuran, kandungan gula menjadi lebih tinggi. Itu baru dari minuman berkarbonasi. Belum lagi kalau ditambahkan dengan makanan camilan yang manis-manis, seperti permen, cokelat batangan, biskuit cokelat, wafer salut cokelat, keik, dan lain sebagainya. Bisa diperkirakan, asupan gulanya akan bertambah lagi.
Pernah menghitung berapa banyak kandungan gula dalam satu kaleng minuman ringan? Setidaknya rasa manis dalam satu kaleng tersebut setara dengan tujuh sendok teh gula pasir.
Sedikit? Tidak juga. Jumlah tersebut bisa membengkak, terutama bila anak sering diajak menyantap makanan di restoran cepat saji dengan minuman ringan berkarbonasi yang sudah ditambah ukurannya.
Kelihatannya tidak jauh berbeda antara gelas berukuran sedang dengan medium ataupun medium dengan besar. Apalagi harganya pun hanya menambah beberapa ribu rupiah saja.
Kenyataannya tidak demikian. Semakin besar ukuran, kandungan gula menjadi lebih tinggi. Itu baru dari minuman berkarbonasi. Belum lagi kalau ditambahkan dengan makanan camilan yang manis-manis, seperti permen, cokelat batangan, biskuit cokelat, wafer salut cokelat, keik, dan lain sebagainya. Bisa diperkirakan, asupan gulanya akan bertambah lagi.
Bikin Gigi Rusak
Terlalu banyak gula akan memberi sejumlah dampak tidak menguntungkan bagi tubuh. Salah satu dampak paling terlihat adalah kerusakan gigi. Ini karena anak-anak yang mengonsumsi makanan atau minuman manis biasanya tidak segera menggosok gigi. Padahal, makanan manis menjadi tempat paling ideal bagi bakteri untuk berkembang biak.
Lalu, anak yang doyan makanan dan minuman manis biasanya juga bertubuh gemuk. Apa sebab? Banyaknya gula yang masuk ke dalam tubuh membuat kalori yang masuk juga berlebih. Kalori berlebih dapat disimpan sebagai cadangan lemak dalam tubuh.
Intinya, tidak baik bila tubuh terus-menerus diberi asupan makanan dengan kandungan gula yang demikian tinggi. Sebelum terlambat, orangtua harus mengubah kebiasaan memberi atau bahkan membiarkan anak mengonsumsi makanan serta minuman padat gula tersebut.
Langkah terbaik, tentu saja harus dimulai dari orangtua. Orangtua, seperti disebutkan dalam situs National Health Service (NHS), Inggris, tetap menjadi panutan utama bagi anak-anaknya. Kalau Anda ingin anak-anak tidak banyak mengonsumsi makanan dan minuman manis, orangtua harus menunjukkannya terlebih dulu.
Jangan sampai Anda meminta anak membatasi konsumsi makanan manis tetapi Anda sendiri masih tetap menyantap cokelat ataupun minuman berkarbonasi. Tidak adil, kan?
Jadi, sebelum membatasi makanan manis pada anak, orangtua harus membatasi terlebih dulu. Dengan begitu anak akan melihat Anda sebagai panutan yang baik.
Alihkan Secara Perlahan
Dari sini, Anda bisa secara pelan-pelan mengganti makanan dan minuman padat gula dengan yang rendah gula atau bahkan bebas gula. Ya, kalaupun belum bisa mengganti atau memangkasnya secara komplet, tukar dulu makanan manis yang biasa dibeli atau disantap dalam ukuran besar dengan ukuran lebih kecil. Dan dibatasi asupannya di waktu akhir pekan saja.
(Abd)
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓