Hukum Mata Uang Kripto di Indonesia Sebagai Alat Pembayaran dan Aset Perdagangan

Hukum mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran adalah tidak sah di Indonesia.

oleh Laudia Tysara diperbarui 25 Jan 2022, 16:10 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2022, 16:10 WIB
Ilustrasi mata uang kripto (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi mata uang kripto (Liputan6.com / Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Apa itu mata uang kripto atau cryptocurrency? Bank Indonesia (BI) menjelaskan mata uang kripto atau cryptocurrency adalah bitcoin, ehtereum, litecoin, ripple, stellar, dogecoin, cardano, eos, dan tron.

Bagaimana hukum mata uang kripto atau cryptocurrency di Indonesia? Hukum mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran adalah tidak sah di Indonesia, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan mata uang kripto atau cryptocurrency adalah haram.

“Haram karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015,” jelas MUI dalam keterangan tertulisnya pada 12 November 2021.

Hal ini berbeda dengan hukum mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai aset yang diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Hukum mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai aset yang sah diperdagangkan di Indonesia ini diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran dan aset yang diperdagangkan di Indonesia, Selasa (25/1/2022).

Hukum Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency Menurut MUI

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital.
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ulama pada 11 November 2021 menetapkan hukum mata uang kripto atau cryptocurrency dalam Islam adalah haram. Dalam keterangan tertulisnya, Ijtima Ulama penetapan hukum mata uang kripto atau cryptocurrency itu diikuti oleh 700 peserta.

“Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi atau badan atau lembaga di MUI Pusat, pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.” dijelaskan.

Hukum mata uang kripto atau cryptocurrency dalam Islam menurut MUI dijelaskan menjadi tiga poin penting:

1. Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency Haram

Penggunaan kripto atau cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram. MUI menjelaskan hukum mata uang kripto atau cryptocurrency haram karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.

2. Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency Tidak Sah

Transaksi jual-beli dengan mata uang kripto atau cryptocurrency menurut MUI adalah tidak sah. Hukum mata uang kripto atau cryptocurrency tidak sah karena komoditi atau aset digital tidak sah diperjualbelikan.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mata uang kripto atau cryptocurrency adalah mengandung gharar, dharar, qimar, dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syari.

“Syari yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli,” dijelaskan.

3. Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency Sah

MUI menjelaskan hukum mata uang kripto atau cryptocurrency bisa sah. Kripto atau cryptocurrency sah apabila sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya, sah untuk diperjualbelikan.

Hukum Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency Menurut Pemerintah

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Pemerintah Indonesia mengatur hukum mata uang kripto atau cryptocurrency dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam UU Mata Uang tersebut, mata uang kripto atau cryptocurrency dinyatakan bukan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia.

“Pengertian uang adalah alat pembayaran yang sah. Sedangkan yang dimaksud dengan mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu rupiah,” bunyi pasal 1 angka 2.

Bank Indonesia (BI) dalam keterangan tertulisnya menjelaskan mata uang kripto atau cryptocurrency adalah aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai media pertukaran yang menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan transaksi keuangan, mengontrol penciptaan unit tambahan, dan memverifikasi transfer aset.

“Mata uang kripto yang paling terkenal adalah bitcoin, selain bitcoin masih ada ribuan mata uang kripto, di antaranya ehtereum, litecoin, ripple, stellar, dogecoin, cardano, eos, tron,” dijelaskan.

Dalam UU Mata Uang, hukum mata uang kripto atau cryptocurrency bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia, karena mata uang dikeluarkan BI hanya “rupiah” dan tidak ada mata uang kripto atau cryptocurrency.

Meski demikian, mata uang kripto atau cryptocurrency apabila dijadikan sebagai aset yang diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto adalah sah. Hukum mata uang kripto atau cryptocurrency di Indonesia ini diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020.

“Calon Pedagang Fisik Aset Kripto dan/atau Pedagang Fisik Aset Kripto hanya dapat memperdagangkan Aset Kripto di Pasar Fisik Aset Kripto yang telah ditetapkan oleh Kepala Bappebti dalam Daftar Aset Kripto yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto,” bunyi pasal 1 ayat 1.

Sanksi Menggunakan Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Apa sanksi apabila warga negara Indonesia menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat transaksi pembayaran?

Dalam Peraturan Bank Indonesia yang tertuang dalam pasal 205 ayat 1 tahun 2021, ada sanksi administratif yang dikenakan pada pelaku.

1. Teguran

Sanksi menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat transaksi pembayaran adalah mendapat teguran.

2. Penghentian Kegiatan

Sanksi menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat transaksi pembayaran adalah mendapat penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan kerja sama.

3. Pencabutan Izin PJP

Sanksi menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat transaksi pembayaran adalah pencabutan izin sebagai PJP (Penyedia Jasa Pembayaran).

4. Penjara dan Denda

Tak hanya itu, dalam UU Mata Uang pasal 33 ayat 1 dijelaskan setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam transaksi pembayaran atau transaksi keuangan lainnya dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya