Aksi Rabuan PRT di Yogyakarta, Payung Duka di Hari Ibu Tuntut Sahkan RUU PPRT

PRT tuntut hak-haknya di Hari Ibu.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 21 Des 2022, 20:34 WIB
Diterbitkan 21 Des 2022, 20:30 WIB
Para PRT DIY melakukan aksi di depan gedung DPRD DIY, Rabu(21/12/2022)
Para PRT DIY melakukan aksi di depan gedung DPRD DIY, Rabu(21/12/2022). (sumber: Liputan6.com/Anugerah Ayu)

Liputan6.com, Yogyakarta Payung-payung hitam bertuliskan #SAHKANRUUPPRT tersingkap melingkar di halaman beranda gedung DPRD DIY Rabu(21/21/2022). Serbet-serbet yang telah dijahit menyerupai spandung lebar bertuliskan tuntutan-tuntutan hak PRT dibentangkan oleh sekelompok perempuan berkebaya sebagai bentuk aksi.

Mereka adalah para pekerja rumah tangga (PRT) yang menuntut segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT). Kegiatan ini merupakan rangkaian aksi serentak Rabuan PRT: Payung Duka Seribu Ibu-Ibu PRT di Indonesia.

Bertepatan sehari sebelum peringatan Hari Ibu Nasional, PRT yang juga merupakan bagian dari ibu bangsa ini mendesak presiden dan ketua DPR untuk bersuara mendukung pengesahan RUU PPRT.

"19 tahun bukanlah waktu singkat. (kami) berharap Ketua DPR (Puan Maharani) dan Presiden mendukung pengesahan RUU PPRT menjadi UU PPRT" ujar Jumiyem selaku koordinator aksi.


Diterima DPRD DIY

Audiensi PRT di DIY ke DPRD DIY menuntut pengesahan RUU PPRT
Audiensi PRT di DIY ke DPRD DIY menuntut pengesahan RUU PPRT, Rabu(21/12/2022). (sumber: Liputan6.com/Anugerah Ayu)

Aksi dan audiensi PRT yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekera Rumah Tangga (JPPRT) ini diterima oleh DPRD DIY yang diwakili oleh Koeswanto, ketua komisi D bidang kesejahteraan DPRD DIY dan anggota komisi A bidang pemerintahan, Yuni Satia Rahayu.

"22 Desember besok kan Hari Ibu, jadi kami berharap DPR dan juga presiden bersuara memberikan kado bagi PRT dengan memberikan dukungan RUU PPRT ini agar menjadi draf RUU inisiatif DPR, kemudian dibahas, dan disahkan." ujar Jumiyem menyampaikan tuntutannya pada DPR RI dan presiden melalui audiensi tersebut.

Koeswanto selaku ketua komisi D DPRD DIY menyatakan dukungannya dan akan meneruskan tuntutan tersebut pada DPR RI melalui surat dukungan. Menurutnya, tak kunjung disahkannya RUU PPRT oleh DPR merupakan bentuk pelanggaran janji dan sumpah wakil rakyat.

"Kami DPRD akan mengirimkan segera surat untuk merekomendasi dukungan tersebut." ujar Koeswanto.

DIY sendiri sebenarnya sudah memiliki Pergub terkait perlidungan PRT yaitu PERGUB Prov. DIY No. 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga. Namun, peraturan ini tidak begitu dirasakan oleh para PRT karena masih lemah.

Ditemui usai audiensi, Yuni Satia Rahayu selaku anggota komisi A DPRD DIY mengungkapkan, lemahnya pergub ini karena tidak adanya konsekuensi anggaran di dalamnya. Menurutnya, perlu ada perda khusus untuk menguatkan perlidungan PRT di suatu daerah. Untuk bisa melancarkan perda tersebut, dibutuhkan undang-undang yang menguatkannya.

"Jika ada undang-undang itu kemudian ada konsekuensi anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk betul-betul bisa memberikan perlidungan kepada kawan-kawan PRT" ujar Yuni yang juga turut mengawal perjalanan perlindungan PRT.

Ini sebabnya, pengesahan RUU PPRT merupakan hal yang sangat urgen. Melihat banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap PRT.


Urgensi Pengesahan RUU PPRT

Para PRT DIY melakukan aksi di depan gedung DPRD DIY
Para PRT DIY melakukan aksi di depan gedung DPRD DIY, Rabu(21/12/2022). (sumber: Liputan6.com/Anugerah Ayu)

Bekerja di ranah privat membuat PRT rentan mengalami kekerasan dan tidak terpenuhinya hak-hak sebagai pekerja. Kekerasan ini tersembunyi di balik tembok-tembok yang tidak terlihat.

"Masih banyak kekerasan yang dilakukan majikan terhadap PRT-nya dan apa ini tidak bisa mengetuk hati kawan-kawan di DPR RI maupun oleh pemerintah pusat" tambah Yuni.

Adanya kekosongan hukum membuka ruang tindak kesewenangan yang membuat para PRT menderita. RUU PPRT menjadi payung hukum yang kuat untuk melindungi PRT sebagai pekerja dan warga negara.

"PRT terus mengalami kekerasan, jadi urgensi perlidungan terhadap kawan-kawan PRT ini harus segera dilakukan. Sehingga jika RUU ini segera disahkan, kami merasa bahwa perlindungan terhadap kawan-kawan PRT jadi lebih optimal" ujar Ernawati yang juga merupakan bagian dari Organisasi Pekerja Rumah Tangga (OPERATA) DIY dalam audiensinya.

Jumiyem selaku koordinator aksi sekaligus ketua advokasi di SPRT Tunas Mulia mengungkapkan, bekerja untuk memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak asasi manusia. Menurutnya setiap warga negara indonesia wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin oleh UUD'45. Oleh karena itu negara berkewajiban menjamin perlindungan dan pemenuhan hak - haknya setiap warga negaranya termasuk PRT.

"Pengesahan RUU PPRT menjadi UU PPRT adalah hak yang mendasar bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) guna menghentikan kekerasan dan perbudakan modern bagi PRT." ujar Jumiyem.


Tuntut kado di Hari Ibu

Kekerasan-kekerasan yang dialami para PRT menjadi duka tersendiri. Payung-payung hitam yang dibawa para PRT ini merupakan bentuk duka ibu bangsa di Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember. Aksi Rabuan para PRT ini dilakukan serentak di delapan kota di Indonesia. PRT yang juga merupakan Ibu Bangsa berhak mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.

Para ibu Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia ini melakukan aksi untuk meminta perhatian Presiden Jokowi dan Ketua DPR, Puan Maharani agar para PRT tidak dipandang rendah dan sebelah mata. Aksi ini menuntut pengakuan keberadaan PRT sebagai pekerja dan manusia.

Nantinya, jika masih tidak ada suara dari ketua DPR dan Presiden, para PRT akan terus melanjutkan aksi-aksi mereka di Rabu-Rabu selanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya