Demokrasi Terpimpin adalah Demokrasi yang Berpusat Pada Kepala Negara, Ini Ciri-cirinya

Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem yang mengacu pada pemerintahan yang secara formal demokratis yang berfungsi sebagai otokrasi de facto.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 26 Des 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 26 Des 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi Ir Soekarno Pidato KAA 1955
Ilustrasi Ir Soekarno Pidato KAA 1955

Liputan6.com, Jakarta Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang menempatkan segala kebijakan atau keputusan berpusat pada pemimpin negara. Di sistem demokrasi terpimpin, rakyat tidak memiliki kekuasaan yang besar terhadap kebijakan yang diambil.

Sistem demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia pada periode 1959-1966, yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai jatuhnya kekuasaan presiden pertama Soekarno.

Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem yang mengacu pada pemerintahan yang secara formal demokratis yang berfungsi sebagai otokrasi de facto. Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang terkelola dan dilegitimasi oleh pemilihan yang bebas dan adil, tetapi tidak mengubah kebijakan, motif, dan tujuan negara.

Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi yang menunjukkan bahwa pemerintah telah belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik.

Untuk lebih memahami apa itu demokrasi terpimpin, berikut adalah penjelasan selengkapnya, mulai dari latar belakang hingga ciri-cirinya, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (26/12/2022).

Latar Belakang Demokrasi Terpimpin

Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, sistem demokrasi dipilih sebagai sistem dalam menjalankan pemerintahan. Akan tetapi, sistem demokrasi di Indonesia pun bisa dibilang bersifat cukup dinamis dan terus berkembang.

Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 22 Agustus 1945, Indonesia memutuskan untuk memilih sistem pemerintahan presidensial, di mana Presiden memiliki dua peran, yakni sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Namun pada 14 November 1945, sistem berubah menjadi parlementer, sehingga presiden hanya memiliki peran sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.

Kemudian berdasarkan Undang-Undang Sementara tahun 1950, Indonesia kemudian menerapkan demokrasi liberal. Hanya saja, kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional.

Ada tiga faktor yang menghambat kestabilan nasional tidak tercapai, yakni faktor keamanan, ekonomi, dan politik. Dari segi keamanan, di masa demokrasi parlementer sering terjadi gerakan separatis.

Dari segi ekonomi, proses pembangunan tidak berjalan lancar, karena di masa demokrasi parlementer sering terjadi pergantian kabinet, yang menyebabkan program-program yang telah dirancang tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini menimbulkan efek serius terhadap pembangunan ekonomi yang terhambat. Dari segi politik, Dewan konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.

Usulan Presiden Soekarno

Ilustrasi Ir Soekarno Pidato KAA 1955
Ilustrasi Ir Soekarno Pidato KAA 1955

Kondisi tersebut membuat presiden Soekarno mengusulkan untuk menyederhanakan partai politik yang ada dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang dalam Pemilu 1955. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, pada tanggal 21 Februari 1957, di hadapan para tokoh politik dan tokoh militer, Presiden Soekarno menawarkan konsepsinya untuk menyelesaikan dan mengatasi krisis-krisis kewibawaan pemerintah yang terlihat dari jatuh bangunnya kabinet.

Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konsepsi presiden 1957 sebagai berikut:

1. Pemberlakukan sistem Demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan politik yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Langkah ini dilakukan untuk memperbarui struktur politik bangsa Indonesia.

2. Pembentukan Kabinet Gotong royong berdasarkan perimbangan kekuatan masyarakat. Kabinet tersebut terdiri atas wakil-wakil partai politik dan kekuatan politik yang disebut golongan karya.

Pada sidang konstituante pada 22 April 1959, Presiden Soekarno mengusulkan untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Usulan tersebut memicu pro kontra. Selanjutnya dilakukan pemungutan suara. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 269 orang setuju kembali pada UUD 1945. Dan sisanya sebanyak 119 orang tidak setuju alias tetap ingin menggunakan UUDS 1950.

Berdasarkan hasil pemungutan suara tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang menghasilkan keputusan antara lain sebagai berikut:

1. Pembubaran konstituante

2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945

3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta Dewan pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin

Ciri-Ciri Demokrasi
Ilustrasi Demokrasi Credit: pexels.com/Artem

Konsep dan pelaksanaan dari Demokrasi Terpimpin ini dapat diketahui dari ciri-cirinya. Adapun ciri-ciri Demokrasi terpimpin antara lain adalah sebagai berikut:

1. Memudarnya sistem partai

Keberadaan partai-partai politik pada masa demokrasi terpimpin tidak bertujuan untuk mempersiapkan diri untuk mengisi jabatan pemerintahan, melainkan untuk menjadi elemen penopang dalam proses pemerintahan lembaga kepresidenan. Peran partai politik hanya akan selaras dengan keputusan presiden tanpa adanya inovasi dalam pergerakan pemerintahan.

2. Presiden mendominasi

Sistem demokrasi terpimpin menganut asas presidensial. Asas ini mengedepankan presiden sebagai pemilik kekuasaan tertinggi. Peran wakil rakyat menjadi berkurang di sistem ini. Dalam sistem ini terbentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong atau DPR-GR. Terbentuknya DPR-GR ini membuat peranan lembaga legislatif menjadi lemah.

DPR-GR ini hanya merupakan instrumen politik lembaga kepresidenan. Proses perekrutan politik lembaga ini juga ditentukan oleh Presiden.

3. Peran militer makin besar

Kekuatan militer pada masa ini cukup berperan bagi pemerintah. Dengan diberlakukannya demokrasi terpimpin, secara otomatis lembaga pemerintahan seperti kursi DPR Gotong Royong (nama pada saat itu) dikuasai oleh kaum militer.

Masuknya beberapa anggota militer menjadi wakil rakyat pada tahun 1959 tersebut menjadikan mereka juga turut serta dalam partisipasi pemerintahan.

4. Tak ada kebebasan pers

Pada masa ini pers sebagai sarana komunikasi dan informasi antara rakyat dan pemerintah begitu dibatasi. Kebijakan itu menyebabkan sebagian besar media yang biasanya memberitakan segala hal dengan terbuka mulai menutup diri. Beberapa surat kabar dan juga majalah diberantas oleh pemerintah. Misalnya saja Harian Abadi dari Partai Masyumi dan juga Harian Pedoman dari partai PSI.

5. Sentralisasi kekuasaan

Pada masa demokrasi terpimpin, kekuasaan yang begitu sentral sangat dominan dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Daerah memiliki otonomi yang terbatas sehingga tidak bisa melakukan kegiatannya sendiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya