Liputan6.com, Jakarta Tarjih adalah salah satu metode dalam menetapkan suatu hukum Islam. Tarjih adalah sebuah istilah yang berasal dari disiplin ilmu ushul fiqih.
Dalam konteks disiplin ilmu usul fikih, tarjih adalah melakukan penilaian terhadap suatu dalil syar’i yang secara zahir tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat.
Selain itu, dapat dipahami juga bahwa tarjih adalah salah satu tingkatan ijtihad dan merupakan ijtihad paling rendah. Dalam usul fikih, tingkat-tingkat ijtihad meliputi ijtihad mutlak (dalam usul dan cabang), ijtihad dalam cabang, ijtihad dalam mazhab, dan ijtihad tarjih.
Advertisement
Untuk lebih memahami apa itu tarjih, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (8/5/2023).
Pengertian Tarjih
Secara etimologis, tarjih adalah kata dari bahasa Arab yang memiliki arti menguatkan. Sedangkan secara istilah, tarjih adalah mengutamakan salah satu dari dua Hijjah yang lebih kuat dari yang lainnya.
Ada banyak p[endapat dari para ulama yang memngungkapkan pengertian dari tarjih. Badran Abu Al-Ainan Badran menjelaskan bahwa tarjih adalah menguatkan salah satu dari dua alasan yang tampak untuk diamalkan.
Sedangkan menurut Muhammad Jawab Muqniyah, tarjih adalah berpegang (mengutamakan) salah satu dari dua Hijjah yang lebih kuat dari yang lainnya, karena memang ada keistimewaan yang mengharuskan demikian.
Dari serangkaian penjelasan singkat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tarjih adalah usaha untuk mencari dalil atau alasan yang terkuat, karena di antara dalil-dalil tersebut terdapat perlawanan satu sama lainnya. Dengan kata lain, tarjih adalah upaya penyelesaian dua dalil atau lebih yangberlawanan.
Intinya, tarjih adalah memilih dan mengamalkan dalil atau alasan yang terkuat di antara dalil-dalil yang tampak bertentangan satu sama lainnya.
Advertisement
Langkah Tarjih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, secara sederhana dapat dipahami bahwa tarjih adalah upaya untuk memilih salah satu dari dua dalil yang tampak bertentangan, untuk diamalkan.
Latar belakang dari kemunculan tarjih adalah adanya perlawanan diantara dalili-dalil hukum yang akan dijadika hujjah atau alasan dalam menetapkan hukum. Setelah ditemukan dalil yang terkuat maka dijadikan pegangan dalam mengamalkan hukum Islam.
Langkah-langkah untuk melakukan tarjih dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni tarjih terhadap dalil-dalil nash yang masih berlawanan dan tarjih terhadap Qiyas.
a. Tarjih antara Dalil Nash
Tarjih di antara dalil-dalil ini adalah pada dasarnya berkaitan dengan dalalah Nash itu sendiri. Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Karim Zaidan adalah sebagai berikut:
1. Jika terjadi perlawanan antara al-Nash dan al-Zahir, maka yang diutamakan adalah al-Nas, sebab al-Nash itu dilihat dari segi dalalahnya lebih kuat dari al-Zahir.
2. Mendahulukan al-Mufassar dari al-Nash dilihat dari segi dalalahnya, sebab al-Mufassar lebih kuat dari al-Nash.
3. Mendahulukan al-Muhkam dari al-zahir, al-nash dengan al-mufassar.
4. Mendahulukan hukum yang disebutkan langsung oleh ibarah nash. Dengan kata lain, dilhat dari penunjukan dalalah nash, maka ibarah nash lebih kuat dari isyarah nash, karena ibarah nash apa yang disebutkan, bukan berdasarkan isyarat.
5. Mendahulukan isyarah nash atas dalalah nash dilihat dari tingkatannya maka isyarah nash lebih kuat dari dalalah nash.
6. Mendahulukan dalalah mantuq atas mafhum jika terjadi perlawanan antara dalalahmantuq dan mafhum.
7. Jika dalil nash yang berlawanan mempunyai kekuatan hukum yang sama, maka jalan yang akan ditempuh adalah menggambungkan dan mengkompromikan dalil atau nash yang berlawanan tersebut.
8. Berpaling dari kedua dalil. Jika semua jalan tidak dapat dilakukan, begitu pula dengan tarjih terhadap perlawanan dua dalil tersebut, maka mujtahid harus memalingkann dengan menggunakan istidlal yaitu pindah kepada dalil lain yang lebih rendah tingkatannya.
Advertisement
b. Tarjih Perlawanan di Antara Qiyas
Berdasarkan pandangan ulama ushul, ternyata di antara qiyas juga terdapat perlawanan. Jika terjadi seperti itu, maka mujtahid harus mengambil atau berpegang pada salah satu yang terkuat darinya. Jika Illat qiyas tersebut salah satunya ditetapkan dengan jalan nash (mansus) dan juga lainnya dengan munasabah, maka yang dipegangi adalah Illat mansus.
Selain itu, tarjih di antara Qiyas ini juga dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni sebagai berikut:
1. Tarjih tentang Illat Hukum
Yang terpenting dalam tarjih tentang illat hukum adalah menguatkan atau mendahulukan qiyas dengan Illat hakiki daripada qiyas yang illatnya berdasarkan pertimbangan saja.
Yang dimaksud illat hakiki adalah illat mansusah. Sedangkan illat berdasarkan pertimbangan adalah yang diperoleh melalui ijtihad.
2. Pentarjiha Dalil yang Menunjukkan Keberadaan Illat
Yang terpenting adalah menguatkan illat qiyas yang ditetapkan dengan dalil yang tidak qath’ih. Menguatkan atau mendahulukan illat qiyas yang ditetapkan dengan dalil yang zahir daripada al-sabr wa al-Taqsim.
3. Tarjih tentang Dalil Hukum
Menurut al-Syaukani bahwa al-Asl (pokok) sebagai tempat penyandaran qiyas yang dalilnya qath’ih harus lebih didahulukan daripada yang zammy.
4. Tarjih tentang Al-far’u
Dalam hal ini menurut al-Syaukani, bahwa al-Far’u (cabang) yang secara substansial pertautannya dengan nilai pokok mempunyai nilai hukum dan illat yang sama lebih dikuatkan dari al-Far’u (cabang) yang pertautannya dengan pokok hanya sama dari segi jenis hukum dan nilai illat saja.
Dari serangkaian penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tarjih adalah memilih dan mengamalkan dalil atau alasan yang terkuat diantaranya dalil-dalil yang tampak adanya perlawanan satu sama lainya.
Adapun latar belakang kemunculan tarjih adalah adanya perlawanan di antara dalil-dalil hukum yang akan dijadikan hujjah atau alasan dalam menetapkan hukum.
Meski demikian, para ulama sepakat bahwa tidak terdapat perlawanan pada dalil nash. Terjadi perlawanan tersebut hanyalah didasarkan pandangan mujtahid dari segi zahirnya nash.