Arti Boikot dalam Islam, Simak Kisah Boikot yang Pernah Dialami Nabi Muhammad SAW

Boikot dalam Al-Quran dapat dijelaskan dengan berbagai perspektif yang mencakup akidah (keyakinan), muamalah (urusan ekonomi dan sosial), serta tindakan ekonomi.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 02 Nov 2023, 19:30 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2023, 19:30 WIB
Kampanye Anti-Israel
Sebuah tanda di dinding di kota Bethlehem, West Bank, menyerukan pemboikotan produk Israel dari permukiman Yahudi, pada 5 Juni 2015. (Thomas Coex/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Boikot, sebuah tindakan yang tak asing lagi dalam kehidupan masyarakat, sering kali digunakan sebagai senjata untuk mengekspresikan ketidaksetujuan, mempengaruhi pihak-pihak tertentu, atau bahkan memenuhi agenda pribadi.

Fenomena ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika sosial kita, terutama ketika masyarakat bersuara atas permasalahan yang memicu pro dan kontra. Namun, dalam sejumlah kasus, tindakan boikot ini tampaknya dilempar tanpa mempertimbangkan tinjauan syariat Islam, sehingga menciptakan ketidakpastian mengenai kesahihan dan akibatnya.

Artikel ini akan membahas arti boikot dalam Islam, menggali konsep serta bentuk-bentuk tindakan boikot yang terdapat dalam Alquran, serta cara-cara mengimplementasikannya. Tujuannya sederhana, yaitu agar masyarakat mampu melakukan tindakan boikot, jika memang diperlukan, dengan penuh keyakinan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam.

Untuk memahami apa itu boikot dalam pandangan ajaran agama Islam, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (2/11/2023).

Asal Usul Boikot

Boikot adalah tindakan yang telah lama ada dalam sejarah perjuangan masyarakat untuk melawan ketidakadilan. Asal usul kata "boikot" dapat ditelusuri kembali ke tahun 1880-an di Irlandia, saat seorang petani bernama Charles Boycott menjadi sasaran protes masyarakat karena sikap dan perlakuannya yang tidak adil terhadap para pekerja dan penggarap tanahnya.

Peristiwa ini menginspirasi awal mula penggunaan kata "boikot" untuk menyebut tindakan ketidakpatuhan terhadap individu atau kelompok yang dianggap melanggar hak-hak manusia atau melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.

Tindakan boikot juga telah menjadi alat penting dalam perjuangan hak sipil di Amerika pada tahun 1950-an hingga 1960-an. Dalam upaya melawan kesenjangan sosial dan politik, masyarakat melakukan boikot terhadap usaha dan produk yang tidak mendukung kesetaraan rasial.

Dalam konteks Islam, boikot juga dapat dilakukan sebagai respons terhadap tindakan yang merugikan suatu komunitas atau umat Islam. Sebagai bentuk protes yang efektif, umat Islam dapat memilih untuk tidak menggunakan, membeli, atau berurusan dengan pihak yang dianggap melanggar prinsip-prinsip Islam atau mengabaikan hak-hak umat.

Dengan demikian, boikot telah menjadi salah satu cara yang digunakan umat Islam untuk melawan ketidakadilan dan menyuarakan keprihatinan mereka terhadap pelanggaran hak asasi manusia atau kebijakan yang tidak adil. Sejarah boikot mengajarkan kita bahwa tindakan kolektif memiliki kekuatan untuk membawa perubahan dan menghasilkan dampak nyata.

Macam-Macam Boikot

Boikot adalah tindakan protes atau penolakan untuk bekerja sama dengan sesuatu yang bertujuan untuk memaksa perubahan dalam kebijakan, aturan, atau produk tertentu. Boikot dapat terjadi dalam berbagai bidang, dan berikut adalah beberapa jenis tindakan boikot yang dapat terjadi:

1. Boikot Konsumen (Consumer Boycott)

Boikot konsumen adalah jenis boikot di mana masyarakat umum atau sekelompok individu menolak untuk membeli atau menggunakan produk atau layanan dari suatu perusahaan atau entitas tertentu. Boikot ini biasanya muncul sebagai tanggapan terhadap peristiwa, kebijakan, atau tindakan yang dianggap tidak adil, salah, atau kontroversial. Misalnya, jika sebuah perusahaan terlibat dalam praktik bisnis yang dianggap tidak etis, konsumen dapat memilih untuk tidak membeli produk atau layanannya sebagai bentuk protes.

2. Boikot Business to Business (B2B Boycott)

Boikot bisnis ke bisnis adalah tindakan di mana satu bisnis atau kelompok bisnis memutuskan untuk tidak berdagang atau berkolaborasi dengan bisnis lain sebagai bentuk protes atau perlindungan terhadap kepentingan mereka. Contoh boikot B2B adalah ketika negara A dan negara B terlibat dalam perang dagang. Sebagai tanggapan, sekelompok individu atau perusahaan dari negara A mungkin memutuskan untuk tidak membeli produk dagangan dari negara B dan mungkin mendukung produk dari negara mereka sendiri.

3. Boikot Employee Walkout

Boikot employee walkout adalah tindakan boikot yang dilakukan oleh sekelompok karyawan atau buruh dari suatu perusahaan sebagai respons terhadap kebijakan atau aturan yang mereka anggap tidak adil atau tidak sesuai. Aksi ini mungkin melibatkan mogok kerja, di mana karyawan menolak bekerja sampai tuntutan mereka dipenuhi atau masalah mereka diatasi. Employee walkout dapat muncul dalam berbagai konteks, termasuk tuntutan gaji yang lebih tinggi, kondisi kerja yang lebih baik, atau perubahan kebijakan internal perusahaan.

Selain ketiga jenis boikot di atas, tindakan boikot juga dapat terjadi dalam berbagai bidang lainnya, seperti pendidikan, politik, atau lingkungan. Tujuannya adalah untuk menggerakkan perubahan atau mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap sesuatu yang dianggap merugikan atau tidak adil. Boikot dapat menjadi alat yang kuat untuk mendorong perubahan sosial atau perubahan dalam perilaku bisnis atau kebijakan.

Boikot yang Dialami Nabi Muhammad SAW

FOTO: Massa Geruduk Kedutaan Besar China Terkait Uighur
Massa Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) longmarch saat menggelar aksi di depan Kedutaan Besar China, Jakarta, Jumat (14/1/2022). Massa juga meminta pemerintah Indonesia memboikot Olimpiade Musim Dingin 2022, serta menghentikan deportasi terhadap pencari suaka Uighur. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kisah boikot yang pernah dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin di Mekah merupakan salah satu episode penting dalam sejarah awal Islam. Ini adalah kisah yang menggambarkan sejauh mana kaum Quraisy bersikap keras dan kejam dalam upaya mereka untuk menghentikan penyebaran Islam dan memadamkan cahaya iman yang tumbuh di kalangan masyarakat Arab.

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat Mekah, banyak di antara kaum kuffar (orang-orang musyrik) mencoba melawannya dengan berbagai cara. Mereka menggunakan tawaran duniawi, upaya tawar-menawar, teror, intimidasi, bahkan upaya pembunuhan untuk menghentikan dakwah Islam. Namun, semua usaha ini selalu berakhir dengan kegagalan, karena iman dan tauhid tidak bisa dipadamkan dengan cara-cara tersebut.

Motif utama di balik penentangan kaum Quraisy terhadap dakwah Islam adalah rasa iri dan kesombongan. Beberapa tokoh Quraisy, seperti Al-Walid bin Al-Mughirah, mengungkapkan ketidakpuasannya karena ajaran Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan bukan kepada mereka. Mereka merasa bahwa sebagai pemimpin suku Quraisy, mereka seharusnya menjadi penerima utama wahyu. Namun, Allah memberikan penjelasan tentang pilihan-Nya dalam Al-Quran (Surah Az-Zukhruf, ayat 31-32) untuk menegaskan bahwa Allah adalah Yang Maha Menentukan.

Ketika cara-cara sebelumnya tidak berhasil menghentikan perkembangan Islam, kaum Quraisy memutuskan untuk menerapkan pemboikotan total terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdil-Muththalib, dua kelompok suku di Mekah yang mendukung Nabi Muhammad SAW. Mereka menyusun sebuah perjanjian yang menyatakan bahwa siapa pun yang mendukung Islam atau memberikan perlindungan kepada kaum Muslimin akan diputuskan hubungan dengan mereka. Ini termasuk pelarangan pernikahan dan perdagangan dengan mereka. Pengumuman pemboikotan ini bahkan diumumkan di Ka'bah untuk mengukuhkan kekuatannya.

Namun, di tengah penderitaan dan isolasi yang dialami oleh kaum Muslimin, Allah SWT menunjukkan pertolongan-Nya. Sebagian orang Quraisy yang masih punya perasaan kasihan dan belas kasihan kepada kaum Muslimin mulai bergerak. Hisyam bin Amr dan beberapa tokoh lainnya, yang sebelumnya bersimpati dengan kaum Muslimin, bergabung untuk mencoba membantu mereka.

Kelompok orang yang bersimpati ini akhirnya bersepakat untuk membatalkan pengumuman pemboikotan. Mereka melakukan pertemuan dan memutuskan untuk mengakhiri pembatasan tersebut. Zuhair bin Abi Umayyah, salah satu tokoh yang bergabung, memimpin upaya ini dan mengumumkan pembatalan pemboikotan di depan hadirin di Ka'bah. Pembatalan ini disambut dengan kecaman oleh beberapa orang, seperti Abu Jahal, tetapi keputusan ini akhirnya diterima.

Pembatalan pemboikotan ini membawa kelegaan bagi kaum Muslimin yang telah lama menderita kelaparan dan kesulitan. Mereka kembali mendapatkan makanan dan perlindungan. Allah SWT memperlihatkan bagaimana pertolongan-Nya selalu hadir dalam menghadapi cobaan dan penindasan.

Konsep Boikot dalam Alquran

Massa di Kendari Geruduk dan Ajak Boikot McDonald's untuk Bela Palestina
Massa di Kendari Geruduk dan Ajak Boikot McDonald's untuk Bela Palestina

Boikot dalam Al-Quran dapat dijelaskan dengan berbagai perspektif yang mencakup akidah (keyakinan), muamalah (urusan ekonomi dan sosial), serta tindakan ekonomi. Dalam konteks akidah, boikot merujuk pada penolakan terhadap keyakinan atau ajaran tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat. Misalnya, ketika rasul-rasul Allah diutus kepada suatu kaum untuk menyebarkan ajaran tauhid dan keimanan kepada satu Allah, seringkali masyarakat tersebut menolak ajaran tersebut dan berusaha memboikot rasul-rasul tersebut. Mereka mungkin menganggap bahwa ajaran yang dibawa oleh para rasul tersebut bertentangan dengan keyakinan dan tradisi mereka. Contoh penolakan ini dapat ditemukan dalam kisah-kisah dalam Al-Quran.

Dalam konteks muamalah, boikot berkaitan dengan penolakan atau larangan terhadap aktivitas ekonomi atau sosial tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan syariah (hukum Islam). Contoh boikot dalam muamalah adalah pelarangan riba (bunga) dan praktik perjudian. Al-Quran dengan tegas melarang praktik riba dan perjudian dan mendorong umat Islam untuk menjauhinya. Penolakan terhadap praktik-praktik ini adalah bentuk boikot ekonomi yang diamanatkan dalam Al-Quran.

Dalam konteks tindakan ekonomi, Al-Quran juga menyebutkan penolakan terhadap makanan atau minuman tertentu yang dilarang dalam Islam, seperti daging babi, darah, bangkai, dan daging hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah. Makanan yang dilarang ini diboikot dalam arti tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam. Ini adalah contoh konkret dari boikot dalam konteks ekonomi.

Boikot dalam Al-Quran seringkali melibatkan pengabaran langsung dari Allah atau penjelasan terhadap apa yang dilarang atau harus dihindari oleh umat Islam. Boikot ini dimaksudkan untuk menjaga keimanan, ketaatan terhadap syariah, serta kesejahteraan umat Islam. Penolakan terhadap apa yang dilarang oleh Allah adalah bentuk ketaatan dan penghormatan terhadap ajaran-Nya.

Hukum Boikot dalam Pandangan Ajaran Islam

Heboh Brand Kosmetik Lush Serukan Boikot Israel, Tuai Kritik Pedas di Media Sosial
Heboh Brand Kosmetik Lush Serukan Boikot Israel, Tuai Kritik Pedas di Media Sosial (Tangkapan Layar X/benonwine)

Hukum boikot dalam pandangan ajaran Islam adalah suatu isu yang dapat dijelaskan berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam, terutama yang terkait dengan ekonomi, perdagangan, dan etika. Seperti dilansir dari artikel berjudul "Analisis Hukum Ekonomi Syari'ah terhadap Pemboikotan Produk Israel" (Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 2. No.2, Desember 2021), ada beberapa prinsip hukum yang relevan yang perlu dipertimbangkan dalam konteks tindakan boikot, antara lain sebagai berikut:

1. Prinsip Keadilan (Al-Adl)

Keadilan adalah salah satu prinsip utama dalam Islam. Ketika seseorang atau kelompok mempertimbangkan tindakan boikot, penting untuk memastikan bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang adil dan tidak melanggar prinsip keadilan. Artinya, boikot seharusnya tidak merugikan pihak yang tidak bersalah atau tidak terlibat dalam masalah yang menyebabkan boikot.

2. Prinsip Kepentingan Umum (Maslahah)

Dalam Islam, tindakan yang menguntungkan masyarakat atau umat Islam secara keseluruhan lebih disukai daripada tindakan yang merugikan atau mengorbankan kepentingan umum. Ketika mempertimbangkan tindakan boikot, penting untuk menilai dampaknya pada masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.

3. Prinsip Musyawarah (Istisharah)

Dalam Islam, konsultasi dan musyawarah dianggap penting dalam mengambil keputusan yang signifikan. Sebelum melaksanakan tindakan boikot, konsultasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk ulama, tokoh masyarakat, dan ahli ekonomi, dapat membantu dalam menilai kebijakan tersebut dan kemungkinan dampaknya.

4. Hormat dan Etika (Akhlaq)

Islam mengajarkan pentingnya berperilaku dengan etika dan hormat terhadap orang lain, termasuk dalam konteks ekonomi dan perdagangan. Ketika melakukan boikot, penting untuk menjalankan tindakan tersebut dengan etika yang baik dan tanpa menyakiti orang lain secara fisik atau finansial.

5. Pilihan yang Kompetitif (Israf)

Dalam Islam, pemborosan (israf) adalah tindakan yang dilarang. Sebelum memutuskan untuk memboikot produk atau jasa tertentu, penting untuk memastikan bahwa ada pilihan yang kompetitif atau alternatif yang dapat diakses oleh masyarakat tanpa memboroskan sumber daya.

Dalam konteks boikot produk asing, tindakan boikot dapat dianggap sebagai bentuk protes yang sah dalam Islam jika memenuhi prinsip-prinsip di atas. Namun, penting untuk menjalankannya dengan bijak, memastikan bahwa alternatif tersedia, dan tidak merugikan masyarakat atau ekonomi secara signifikan. Dalam hal ini, boikot harus dijalankan dengan adil dan berdasarkan konsultasi dan musyawarah dengan pihak-pihak yang terkait, termasuk otoritas agama, ahli ekonomi, dan pihak berkepentingan lainnya. Selain itu, harus dihindari tindakan yang dapat menyebabkan perpecahan atau konflik dalam masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya