Liputan6.com, Jakarta Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri pada abad ke-12 hingga awal abad ke-13, merupakan periode sejarah yang kaya dengan konflik dan perubahan penting di dunia Islam, khususnya di wilayah Timur Tengah. Pemerintahan Dinasti Ayyubiyah, yang didirikan oleh Salahuddin Al-Ayyubi atau Saladin, menandai peran penting mereka dalam melawan Tentara Salib dan membebaskan Baitul Maqdis.
Advertisement
Baca Juga
Seiring berjalannya waktu, Dinasti Ayyubiyah menghadapi tantangan internal dan eksternal, termasuk serangan Mongol dan perseteruan dengan Mamluk. Mengetahui sejarah Dinasti Ayyubiyah menjadi krusial, karena periode ini mencerminkan dinamika politik, kebudayaan, dan agama yang mempengaruhi pembentukan identitas di dunia Islam.
Advertisement
Untuk informasi lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Jumat (1/12/2023). Sejarah, masa kejayaan dan keruntuhan Dinasti Ayyubiyah.
Sejarah Singkat Dinasti Ayyubiyah
Dinasti Ayyubiyah didirikan oleh Salahuddin Al-Ayyubi, yang juga dikenal sebagai Saladin. Salahuddin lahir pada tahun 1137 di Tikrit, Irak. Pada awalnya, ia melayani dalam pasukan tentara Dinasti Zengid di Suriah di bawah pimpinan pamannya, Shirkuh.
Pada tahun 1169, Salahuddin berhasil merebut Mesir dari tangan Fatimiyah, dinasti yang berkuasa di sana. Setelah kematian pamannya, Salahuddin menjadi wazir (menteri) di bawah kekuasaan Khalifah Al-Adid di Mesir. Pada tahun 1171, ketika Khalifah Fatimiyah meninggal, Salahuddin menyatakan kesetiaannya kepada Khalifah Abbasiyah di Baghdad, menandai berakhirnya kekuasaan Fatimiyah dan dimulainya pemerintahan Abbasiyah di Mesir.
Salahuddin kemudian menghadapi serangkaian konflik dan tantangan, terutama dari Kerajaan Latin di Tanah Suci, yang dipimpin oleh Raja Richard I dari Inggris dan Raja Philippe II dari Prancis selama Perang Salib Ketiga. Salahuddin memenangkan beberapa pertempuran penting, termasuk Pertempuran Hattin pada tahun 1187, yang membuka pintu Gerusalem untuk direbut kembali oleh Muslim.
Pada tahun 1187, Salahuddin berhasil merebut kembali Yerusalem setelah pertempuran di Hattin. Keberhasilan ini membuatnya terkenal di dunia Islam dan Barat. Salahuddin mendirikan Dinasti Ayyubiyah, yang kemudian menguasai wilayah-wilayah luas termasuk Mesir, Suriah, Hijaz, dan sebagian besar wilayah Levant.
Setelah kematiannya pada tahun 1193, dinasti tersebut tetap bertahan dengan beberapa perubahan kepemimpinan. Dinasti Ayyubiyah kemudian melemah dan mulai terpecah belah, seiring munculnya dinasti-dinasti baru dan invasi Mongol di wilayah tersebut pada abad ke-13. Meskipun Dinasti Ayyubiyah tidak bertahan lama setelah kematian Salahuddin, warisan dan pengaruhnya terus bertahan dalam sejarah Islam.
Advertisement
Masa Kejayaan Dinasti Ayyubiyah
Masa kejayaan Dinasti Ayyubiyah dapat dilihat terutama selama kepemimpinan Salahuddin Al-Ayyubi (Saladin) dan beberapa penguasa lainnya yang mengikuti. Berikut adalah beberapa poin penting tentang masa kejayaan Dinasti Ayyubiyah:
- Perebutan Kembali Yerusalem (1187): Salahuddin Al-Ayyubi mencapai puncak kejayaannya dengan merebut kembali Kota Yerusalem dari tangan pasukan salib selama Perang Salib Ketiga. Kemenangan ini terjadi setelah Pertempuran Hattin pada tahun 1187, di mana pasukan Salahuddin mengalahkan tentara salib yang dipimpin oleh Raja Guy dari Yerusalem. Yerusalem telah menjadi pusat perhatian selama beberapa dekade, dan penaklukan kembali ini dianggap sebagai pencapaian penting dalam sejarah Islam.
-
Konsolidasi Kekuasaan di Wilayah Muslim: Setelah merebut Yerusalem, Salahuddin melanjutkan untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di wilayah Muslim, mengamankan kontrol atas Suriah, Mesir, Hijaz, dan sebagian besar wilayah Levant. Hal ini membentuk dasar bagi kejayaan Dinasti Ayyubiyah dalam membentuk kekhalifahan yang cukup kuat dan stabil.
-
Pengembangan Infrastruktur dan Kesejahteraan: Salahuddin Al-Ayyubi dikenal sebagai penguasa yang adil dan berkepedulian terhadap kesejahteraan rakyatnya. Dia membangun berbagai proyek infrastruktur, termasuk masjid, madrasah, dan benteng. Kebijakan ekonomi dan sosialnya juga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bawah pemerintahan Dinasti Ayyubiyah.
-
Pertahanan Terhadap Serangan Salib Berikutnya: Setelah merebut kembali Yerusalem, Salahuddin membangun sistem pertahanan yang kuat untuk melindungi wilayah-wilayah Muslim dari serangan salib berikutnya. Meskipun tidak dapat sepenuhnya mencegah serangan salib, Dinasti Ayyubiyah tetap dapat mempertahankan beberapa wilayah kunci di Timur Tengah.
-
Kerja Sama dan Diplomasi: Salahuddin juga dikenal karena keterampilannya dalam diplomasi. Meskipun terlibat dalam konflik dengan pasukan salib, dia juga menjalin hubungan diplomatik dengan beberapa pemimpin Eropa. Salahuddin bahkan menjalin persahabatan dengan Raja Richard I dari Inggris, yang terkenal dengan sebutan Richard the Lionheart.
Masa kejayaan Dinasti Ayyubiyah mencerminkan ketangguhan militer, kepemimpinan yang bijaksana, dan upaya pembangunan infrastruktur yang diperjuangkan oleh Salahuddin Al-Ayyubi dan beberapa penguasa Ayyubiyah setelahnya. Meskipun dinasti ini tidak bertahan lama setelah kematian Salahuddin, warisan dan pengaruhnya tetap terasa dalam sejarah Timur Tengah.
Kejatuhan Dinasti Ayyubiyah
Dinasti Ayyubiyah mengalami kejatuhan yang kompleks dan melibatkan berbagai faktor seperti konflik internal, serangan Tentara Salib, perpecahan internal di antara keluarga Ayyubiyah, serangan Mongol, dan akhirnya perang dengan Mamluk. Berikut adalah poin-poin utama yang menjelaskan kejatuhan Dinasti Ayyubiyah dari informasi yang disediakan:
- Serangan Tentara Salib: Dinasti Ayyubiyah berhadapan dengan serangan Tentara Salib, terutama Perang Salib Keenam dan KeTujuh. Pada Perang Salib Keenam, meskipun berhasil menahan serangan Kaisar Friedrich II, Ayyubiyah harus menyerahkan sejumlah wilayah kepada Tentara Salib. Pada Perang Salib KeTujuh, serangan ke Mesir oleh Tentara Salib di bawah kepemimpinan Louis IX berakhir dengan kekalahan Ayyubiyah.
-
Perpecahan Internal: Dinasti Ayyubiyah mengalami perpecahan internal yang signifikan. Ada pertikaian antara cabang-cabang keluarga Ayyubiyah, seperti Rasuliyah dan Ayyubiyah, yang memperlemah kesatuan dinasti. Gubernur-gubernur setia di wilayah-wilayah tertentu juga mulai merdeka, tidak lagi membayar upeti ke pusat kekuasaan Ayyubiyah di Mesir.
-
Konflik dengan Eropa: Dinasti Ayyubiyah juga menghadapi ancaman dari Eropa, terutama selama Perang Salib. Kaisar Friedrich II dari Eropa mengobarkan Perang Salib Keenam, yang menciptakan ketegangan antara Ayyubiyah di Mesir dan Ayyubiyah di Syam. Meskipun ada perjanjian gencatan senjata dengan Tentara Salib, tetapi hal ini memunculkan ketidakpuasan di antara orang-orang Ayyubiyah, terutama di Syam.
-
Serangan Mongol: Bangsa Mongol, di bawah Hulagu Khan, menaklukkan sejumlah besar wilayah Ayyubiyah, terutama di wilayah Syam dan al-Jazira. Kehadiran bangsa Mongol membawa kehancuran besar, dengan kota-kota seperti Aleppo dihancurkan. Pada tahun 1258, Baghdad jatuh ke tangan bangsa Mongol, yang menyebabkan ketegangan dan konfrontasi lebih lanjut di wilayah Ayyubiyah.
-
Perang dengan Mamluk: Bahri Mamluk dari Mesir, dipimpin oleh Qutuz dan Baibars, memanfaatkan situasi kerusuhan di Mesir dan menciptakan kekacauan internal dalam Dinasti Ayyubiyah. Pertempuran Ain Jalut pada tahun 1260 menjadi poin balik, di mana Mamluk berhasil mengalahkan bangsa Mongol, dan dalam beberapa waktu setelahnya, mereka merebut Damaskus dan sebagian besar wilayah Syam.
-
Perubahan Penguasa dan Perdamaian dengan Mamluk: Setelah serangkaian konflik dan perang internal, kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir jatuh ke tangan Mamluk. Aybak memerintah Mesir sebagai perantara Sultan al-Asyraf II, tetapi setelah kematiannya, perjuangan kekuasaan memuncak antara Mamluk dan an-Nasir Yusuf. Akhirnya, dengan mediasi dan perjanjian, wilayah Mesir secara resmi berada di bawah kendali Mamluk, dan Dinasti Ayyubiyah di Mesir pun berakhir.
-
Kemerdekaan Karak: Selama periode ini, Karak menjadi kemerdekaan dari kendali pusat di Mesir dan Damaskus. Baibars dan kelompok Mamluk Bahri meninggalkan Damaskus dan memindahkan pusat kekuatan mereka ke Yerusalem dan Karak, yang akhirnya menjadi lebih otonom.
Dengan rangkaian peristiwa ini, Dinasti Ayyubiyah mengalami kejatuhan yang kompleks dan terjadi karena kombinasi dari konflik internal, tekanan eksternal, dan perubahan dinamika politik dan militer di wilayah tersebut.
Advertisement