Liputan6.com, Jakarta Aturan lima detik, telah menjadi topik perdebatan yang kontroversial, membagi pandangan di kalangan masyarakat. Beberapa orang dengan yakin menerima ide makanan yang hanya sebentar bersentuhan dengan lantai dapat diselamatkan. Inspeksi cepat dan mungkin semprotan angin digunakan untuk membersihkan debu atau kuman, dengan keyakinan bahwa makanan tersebut dapat kembali seperti baru. Sementara itu, ada pihak lain yang tegas menyatakan bahwa tempat yang paling sesuai untuk makanan yang telah bersentuhan dengan lantai adalah tempat sampah, bukan mulut.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun ada yang mendukung aturan lima detik, namun bahkan di antara para pendukungnya, terdapat pertentangan internal. Beberapa orang mungkin merasa nyaman makan makanan yang mereka jatuhkan sendiri, tetapi mereka mungkin keberatan jika seseorang lain menyajikan makanan yang telah bersentuhan dengan lantai. Selain itu, ada kecenderungan untuk selektif menerapkan aturan ini, seperti dengan cepat mengambil keripik atau kue dari lantai, tetapi melupakan aturan tersebut ketika berkaitan dengan sayuran seperti brokoli atau kacang polong.
Meskipun perdebatan ini terus berlanjut, saatnya untuk mengevaluasi kebenaran dari aturan lima detik. Jadi apakah aturan lima detik benar atau tidak? Untuk mengetahui jawabannya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi lengkapnya pada Sabtu (21/1).
Apa itu aturan 5 detik?
Aturan lima detik, yang sering menjadi topik perdebatan, adalah suatu konsep di mana makanan yang jatuh ke lantai dianggap "aman" untuk dimakan jika diambil dalam waktu lima detik atau kurang. Meskipun definisinya bersifat longgar dan kadang-kadang dapat disesuaikan menjadi tiga atau sepuluh detik, aturan ini menciptakan jendela kesempatan bagi seseorang untuk mengambil kembali makanan sebelum dianggap terkontaminasi oleh kuman berpotensi berbahaya.
Selain hanya sebagai aturan, fenomena ini juga menjadi semacam frasa yang umumnya diumumkan ketika aturan ini diterapkan di depan orang lain, mungkin sebagai bentuk isyarat sosial untuk menyatakan kesadaran bahwa tindakan tersebut kontroversial atau diragukan. Meski terlihat sebagai suatu kebijakan sederhana terkait higienitas makanan, aturan lima detik melibatkan pertimbangan lebih dalam tentang keamanan dan kesehatan.
Definisi yang fleksibel dan perbedaan pendapat di kalangan masyarakat membuat aturan ini menjadi topik diskusi yang menarik, mempertimbangkan variabel seperti tipe makanan, waktu yang dihabiskan di lantai, dan potensi risiko kesehatan. Oleh karena itu, aturan lima detik bukan hanya sekadar pedoman praktis, tetapi juga menciptakan dinamika sosial yang menarik.
Advertisement
Apakah makanan yang jatuh ke lantai benar-benar aman untuk dimakan?
Ilmuwan telah menginvestigasi kebenaran di balik aturan lima detik yang sering kita dengar. Dalam upaya untuk memahami apakah makanan yang terjatuh ke lantai benar-benar aman, mereka memecahnya menjadi tiga variabel utama: jangka waktu, jenis makanan, dan kondisi lantai.
Sayangnya, hasil penelitian menunjukkan awal yang tidak menguntungkan. Sebuah studi pada tahun 2006 menemukan bahwa bakteri penyebab diare, seperti Salmonella, dapat dengan cepat berpindah dari lantai ke makanan (contohnya, bologna) setelah hanya lima detik paparan. Kontaminasi ini terjadi hampir seketika, menciptakan keraguan terhadap keabsahan aturan lima detik tersebut.
Hasil yang tidak menggembirakan ini menunjukkan bahwa lima detik memang sudah cukup waktu bagi makanan yang terjatuh untuk terkontaminasi. Pengungkapan ini memberikan pertimbangan serius terhadap klaim aturan tersebut, memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai risiko yang terlibat.
Selain itu, pertanyaan muncul tentang apakah beberapa jenis makanan lebih rentan terhadap kontaminasi dibandingkan yang lain. Meskipun contoh seperti bologna bisa dengan mudah terkontaminasi, pertanyaan tetap terbuka apakah fitur tertentu pada makanan memberikan faktor risiko lebih tinggi.
Dengan demikian, mempertanyakan kehandalan aturan lima detik dan sejauh mana kita dapat mengandalkan variabel tersebut sebagai pedoman kebersihan makanan. Penelitian ini mengajak kita untuk lebih kritis dalam menjawab pertanyaan umum seputar aturan tersebut dan memberikan landasan ilmiah untuk membuat keputusan lebih bijak terkait keamanan makanan sehari-hari.
Apakah ini tergantung jenis makanannya?
Bukti-bukti yang ditemukan dari sejumlah studi terkait aturan lima detik tampaknya memberikan gambaran yang kompleks dan terkadang saling bertentangan. Sebuah penelitian pada tahun 2016, yang menganalisis seberapa terkontaminasi berbagai jenis makanan (semangka, roti, roti bermentega, dan permen karet) setelah jatuh, menunjukkan hasil yang menarik.
Semangka tercatat memiliki jumlah kuman paling banyak setelah kembali dari lantai, mengindikasikan bahwa mungkin makanan yang lebih datar dan basah cenderung lebih mudah terkontaminasi. Di sisi lain, permen karet adalah yang paling sedikit terkontaminasi, dan para peneliti mengajukan hipotesis bahwa ini mungkin disebabkan oleh permukaan permen yang kurang seragam.
Roti dan roti bermentega, meskipun berbeda dalam sifatnya, terkontaminasi pada tingkat yang sama. Namun, perbandingan dengan penelitian tahun 2006, yang menguji roti selain bologna, menambah kompleksitas pemahaman. Para peneliti pada studi tersebut nampaknya kurang mempertimbangkan peran variabel jenis makanan dalam konteks aturan lima detik.
Sebaliknya, fokus mereka lebih terarah pada sumber kontaminasi, terutama aspek permukaan lantai, daripada karakteristik makanan yang kemungkinan akan terkena kuman. Hasil akhir dari serangkaian penelitian ini menunjukkan bahwa variabel jenis makanan tidak sepenuhnya membantah aturan lima detik, tetapi juga tidak secara signifikan memperkuatnya.
Tidak dapat dihindari bahwa semua jenis makanan memiliki potensi untuk terkontaminasi oleh kuman, dan pertanyaan mendasar tetap: apakah semua makanan yang jatuh ke lantai otomatis menjadi tidak aman untuk dikonsumsi? Penelitian lebih lanjut dan pertimbangan secara menyeluruh mungkin diperlukan untuk memberikan jawaban yang lebih pasti terkait keamanan makanan dalam konteks aturan lima detik.
Advertisement
Apakah permukaan lantai berpengaruh?
Bukti dari dua studi laboratorium sebelumnya mengungkapkan bahwa permukaan lantai, termasuk kayu, ubin, dan karpet, memiliki peran yang signifikan dalam konteks kebersihan makanan. Tidak hanya mampu menyimpan kuman berbahaya, namun kuman tersebut juga dapat dengan mudah berpindah ke makanan yang terjatuh. Ironisnya, studi menunjukkan bahwa karpet tampaknya mentransfer kuman dengan efisiensi yang lebih rendah dibandingkan permukaan lain.
Penelitian tahun 2006 menambahkan dimensi baru pada pemahaman kita. Faktor utama yang mempengaruhi sejauh mana makanan terkontaminasi setelah terjatuh ternyata adalah jumlah bakteri yang ada pada permukaan lantai. Jumlah ini lebih memengaruhi tingkat kontaminasi daripada berapa lama makanan berada di lantai atau bagaimana karakteristik makanan memengaruhi transfer kuman.
Meski demikian, pertanyaan yang muncul adalah apakah kuman berbahaya yang sama, beserta jumlahnya, dapat ditemukan di lantai yang umumnya kita jumpai sehari-hari. Jawabannya tidaklah mudah bagi kita untuk menentukannya sendiri.
Ketika kita mempertimbangkan lantai di rumah, faktor-faktor seperti kebiasaan menyapu dan keberadaan hewan peliharaan mungkin memainkan peran penting. Begitu juga untuk lantai di luar rumah, faktor-faktor tambahan perlu dipertimbangkan.
Inilah inti permasalahan utama terkait aturan lima detik: kita bisa melihat debu, melihat kotoran, namun tidak dapat melihat kuman yang potensial menjadi ancaman. Lantai yang tampak bersih secara visual tidak selalu berarti "bersih" dari segi mikroba.
Bahkan jika kita dapat melihat kuman pada makanan yang baru diambil dari lantai, kita tetap tidak tahu seberapa berbahayanya kuman tersebut, apakah mungkin menyebabkan penyakit serius seperti Salmonella atau bersifat relatif aman. Mengingat risiko penyakit yang dapat diakibatkan oleh makanan, seperti diare, demam, muntah, dan komplikasi yang mengancam jiwa, mungkin lebih bijak untuk tidak mengambil risiko dengan menerapkan aturan lima detik.
Jadi, secara keseluruhan, tampaknya aturan ini sudah mendapat tantangan secara ilmiah. Meski keputusan akhir untuk mengikuti atau melanggar aturan lima detik tetap pada masing-masing individu, tetapi berdasarkan ilmu pengetahuan, pilihan teraman adalah membuang makanan yang terjatuh.