Liputan6.com, Jakarta Proses negosiasi atau bargaining adalah bentuk interaksi yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas ini melibatkan proses saling tawar-menawar antara dua pihak atau lebih, dengan tujuan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam proses bargaining, setiap pihak akan mencoba untuk memperoleh hasil yang paling menguntungkan bagi dirinya, namun tetap mempertimbangkan kepentingan pihak lain.
Baca Juga
Advertisement
Bargaining adalah metode yang kerap terjadi dalam berbagai situasi, seperti dalam transaksi jual beli, perundingan kontrak kerja, pembicaraan gaji dan lain sebagainya. Konsep bargaining sendiri melibatkan tidak hanya faktor finansial, tetapi juga faktor psikologis dan emosional. Setiap pihak dalam proses bargaining akan mencoba untuk mempengaruhi pihak lain dengan berbagai cara, baik secara logis maupun emosional.
Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami konsep bargaining dan strategi negosiasi, merupakan hal yang penting untuk dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Faktor-faktor pendorong dalam bargaining pun sangat bervariasi, mulai dari kebutuhan, kepentingan, hingga adanya perbedaan pandangan dan pendapat antara kedua belah pihak.
Beberapa contoh nyata dari proses bargaining adalah negosiasi harga pada saat berbelanja, perundingan kontrak kerja antara karyawan dan perusahaan, serta pembicaraan gaji seorang karyawan dengan atasan. Berikut ini faktor pendorong dan teori bargaining yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (26/2/2024). Â
Teori Bargaining
Bargaining adalah suatu proses saling tawar-menawar antara dua pihak atau lebih, dengan tujuan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Aktivitas ini umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks bisnis maupun kehidupan sosial. Dalam bargaining, setiap pihak berusaha untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin, sementara tetap mempertimbangkan keuntungan pihak lain. Berikut adalah beberapa teori pendukungnya:Â
1. Teori Perilaku
Dalam konteks teori perilaku, bargaining bisa dilihat sebagai suatu bentuk komunikasi antar individu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Teori perilaku memandang bahwa perilaku seseorang dalam bargaining dipengaruhi oleh stimulus eksternal dan internal. Stimulus eksternal seperti kondisi lingkungan, sifat barang atau jasa yang ditawar, serta keadaan pasar dapat mempengaruhi perilaku tawar-menawar. Sementara itu, stimulus internal seperti nilai, kebutuhan, dan preferensi individu juga turut memengaruhi cara seseorang melakukan bargaining. Dalam teori perilaku, bargaining juga dipandang sebagai suatu bentuk strategi untuk mencapai tujuan dalam interaksi sosial. Proses tawar-menawar ini bisa dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, kemampuan komunikasi, dan pengetahuan tentang situasi tawar-menawar.Â
2. Teori Permainan
Teori permainan menjadi penting, karena mempelajari strategi yang dapat digunakan dalam melakukan bargaining. Teori permainan adalah studi mengenai interaksi strategis antara para pemain dalam situasi yang melibatkan keputusan-keputusan yang saling tergantung. Dalam hal tawar-menawar, teori permainan dapat membantu dalam memahami strategi mana yang dapat digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Contohnya, strategi tit-for-tat yang berarti membalas perlakuan lawan dengan perlakuan yang sama, atau strategi win-win yang mencari kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dengan memahami teori permainan, kita dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan bargaining melalui pemilihan strategi yang tepat.Â
3. Teori Prosesual
Teori prosesual mengemukakan bahwa proses bargaining tidak hanya sekedar saling tawar-menawar angka atau harga, tetapi juga melibatkan proses komunikasi, negosiasi dan penyesuaian antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam teori prosesual, terdapat beberapa tahapan yang terjadi dalam proses bargaining, yaitu tahap persiapan, pembukaan, penawaran, negosiasi dan kesepakatan. Tahap persiapan melibatkan pengumpulan informasi, penentuan batas tawar-menawar, dan strategi yang akan digunakan.
Tahap pembukaan merupakan langkah awal dalam interaksi tawar-menawar, di mana masing-masing pihak menyampaikan posisi awal mereka. Setelah itu, tahap penawaran dimulai, di mana masing-masing pihak saling memberikan tawaran dan kontra-tawaran. Tahap negosiasi terjadi ketika kedua pihak mencoba untuk mencapai kesepakatan dengan cara mencari solusi yang saling menguntungkan. Terakhir, tahap kesepakatan adalah saat kedua pihak mencapai titik temu dan mencapai kesepakatan yang dianggap saling menguntungkan.
4. Teori Integratif
Teori Integratif adalah pendekatan dalam bargaining yang bertujuan, untuk mencari solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Dalam teori ini, terdapat asumsi bahwa terdapat nilai yang bisa diciptakan melalui kolaborasi antara kedua pihak, bukan hanya berfokus pada pembagian nilai yang sudah ada. Sehingga, proses tawar-menawar tidak hanya berujung pada satu pihak merasa menang dan pihak lainnya merasa kalah, namun mencari kesepakatan yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, Teori Integratif dapat diterapkan dalam berbagai situasi, seperti perundingan bisnis, negosiasi harga, ataupun dalam hubungan interpersonal. Dengan menggunakan pendekatan ini, diharapkan kedua belah pihak dapat merasa puas dengan kesepakatan yang dicapai, menjadikan proses bargaining menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.
Â
Advertisement
Faktor Pendorong
1. Ketergantungan
Bargaining adalah salah satu bentuk interaksi yang sangat bergantung pada kerja sama antara kedua belah pihak. Proses tawar-menawar ini membutuhkan ketergantungan satu sama lain untuk mencapai kesepakatan yang sesuai dengan keinginan masing-masing pihak. Tanpa adanya kemauan untuk saling berinteraksi dan bernegosiasi, proses bargaining tidak akan dapat terjadi dengan lancar. Ketergantungan ini juga berlaku dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam konteks bisnis, kehidupan sosial, maupun kehidupan sehari-hari. Dalam dunia bisnis, ketergantungan antara penjual dan pembeli menjadi sangat penting dalam menentukan harga dan kondisi transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak. Di sisi lain, dalam kehidupan sosial, proses bargaining dapat menciptakan hubungan yang sehat antara individu-individu dalam suatu komunitas.
2. Sumber daya yang terbatas
Salah satu alasan utama mengapa bargaining sering dilakukan adalah karena sumber daya yang terbatas. Ketika seseorang atau sebuah organisasi memiliki sumber daya yang terbatas, mereka perlu mencari cara untuk memanfaatkan sumber daya tersebut seefisien mungkin. Dalam konteks ini, bargaining menjadi sebuah strategi untuk memaksimalkan hasil dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, sumber daya yang terbatas dapat berupa waktu, uang, atau barang. Misalnya, ketika seseorang ingin membeli barang dengan anggaran terbatas, mereka akan mencoba untuk menawar harga agar bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Begitu pula dalam bisnis, perusahaan sering melakukan bargaining dengan pemasok atau mitra bisnis untuk mendapatkan harga terbaik atau kesepakatan yang saling menguntungkan.Â
3. Kebutuhan untuk mencapai tujuan bersama
Dalam proses bargaining, kedua pihak yang terlibat saling tawar-menawar dengan harapan dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi keduanya. Tujuan dari bargaining sendiri adalah untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Baik pembeli maupun penjual memiliki kebutuhan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesepakatan harga atau kondisi barang yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Kedua belah pihak berusaha untuk mencapai tujuan tersebut melalui proses saling tawar-menawar yang adil. Dalam kehidupan sehari-hari, bargaining juga dapat terjadi dalam berbagai interaksi sosial, seperti dalam pembahasan proyek bersama, penentuan harga sewa, dan lain sebagainya. Dengan adanya bargaining, diharapkan kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang memuaskan.Â
4. Perbedaan kebudayaan dan latar belakang
Dalam berbagai budaya dan latar belakang, bargaining dapat memiliki konotasi yang berbeda. Di beberapa budaya, bargaining dianggap sebagai suatu kebiasaan yang umum dan dapat diterima, sementara di budaya lainnya, tawar-menawar dapat dianggap sebagai sikap kurang sopan atau malah dianggap sebagai suatu bentuk penipuan. Perbedaan latar belakang juga memengaruhi cara seseorang melakukan bargaining. Orang yang berasal dari latar belakang ekonomi yang berbeda dapat memiliki strategi tawar-menawar yang berbeda pula.
Misalnya, seseorang yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kuat mungkin lebih percaya diri dan agresif dalam tawar-menawar, sementara seseorang yang berasal dari latar belakang ekonomi yang lemah mungkin lebih pasif dan hati-hati. Mengakui perbedaan kebudayaan dan latar belakang yang ada dalam bargaining merupakan hal yang penting agar proses tawar-menawar dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
Â
Contoh
1. Hubungan Kerja
Bargaining atau tawar-menawar adalah suatu hal yang umum terjadi dalam hubungan kerja. Karyawan sering kali melakukan negosiasi gaji atau tunjangan dengan atasan atau HRD perusahaan. Selain itu, dalam hal penugasan atau tugas-tugas yang diberikan, seringkali terjadi proses tawar-menawar antara atasan dan bawahan untuk mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Dalam konteks hubungan kerja, bargaining juga dapat terjadi antara perusahaan dan serikat pekerja dalam hal pembahasan upah, jaminan kesejahteraan, dan kondisi kerja lainnya. Bargaining yang baik dalam hubungan kerja dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif dan meningkatkan kepuasan karyawan. Oleh karena itu, kemampuan melakukan negosiasi yang efektif sangat diperlukan dalam lingkup kerja.
2. Bisnis
Dalam dunia bisnis, bargaining sering terjadi dalam proses pembelian dan penjualan produk atau jasa. Proses bargaining melibatkan kedua belah pihak, untuk saling menawarkan harga atau penawaran yang dianggap sebagai nilai yang diinginkan. Proses ini merupakan strategi untuk mencapai kesepakatan harga yang cocok untuk kedua belah pihak. Dengan adanya tawar-menawar, kedua belah pihak dapat memperoleh harga yang lebih murah atau keuntungan lainnya, sehingga proses transaksi dapat berlangsung dengan lancar. Selain itu, bargaining juga dapat menciptakan hubungan yang lebih baik antara kedua belah pihak. Dengan melakukan tawar-menawar yang sehat dan adil, kedua belah pihak dapat saling menghargai satu sama lain dan menciptakan hubungan yang berkelanjutan dalam dunia bisnis.Â
3. Politik
Dalam konteks politik, bargaining terjadi ketika dua pihak atau lebih saling berunding untuk mencapai kesepakatan terkait kebijakan, alokasi sumber daya, atau pembentukan koalisi. Bargaining politik sering terjadi di berbagai level pemerintahan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Para politisi yang terlibat dalam bargaining politik akan saling tawar-menawar, memberikan insentif dan melakukan negosiasi, untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi pihaknya. Selain itu, bargaining politik juga sering terjadi dalam proses pembentukan kebijakan dan legislasi. Para anggota parlemen atau lembaga legislatif akan melakukan proses bargaining untuk mencapai kesepakatan terkait isu-isu politik dan kepentingan masing-masing.
4. Kehidupan Sehari-hari
Bargaining adalah suatu bentuk interaksi yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas ini melibatkan proses saling tawar-menawar antara dua pihak atau lebih dengan tujuan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Contohnya, ketika berbelanja di pasar tradisional, kita sering kali melakukan proses tawar-menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Selain itu, dalam dunia bisnis, bargaining juga sering terjadi dalam negosiasi kontrak antara dua perusahaan atau dalam pembicaraan gaji antara karyawan dan perusahaan. Di rumah tangga, bargaining juga sering terjadi dalam perencanaan kegiatan keluarga atau pembagian tugas rumah tangga. Kehadiran bargaining dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan betapa pentingnya kemampuan untuk negosiasi dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.Â
Advertisement