Liputan6.com, Jakarta Pada tahun ajaran 2024, pakaian adat di Indonesia akan menjadi seragam sekolah yang digunakan oleh para siswa. Pakaian adat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia, di mana setiap provinsi memiliki pakaian adat yang unik dan berbeda satu sama lainnya.
Misalnya, di Jawa Barat terdapat pakaian adat Sunda yang terkenal dengan keindahan dan keanggunannya. Sedangkan di Sumatera Utara, terdapat pakaian adat Batak yang kaya akan motif dan warna-warni cerah.
Advertisement
Baca Juga
Dengan menggunakan pakaian adat di Indonesia sebagai seragam sekolah, diharapkan para siswa akan lebih mengenal dan menghargai budaya setempat. Mereka akan belajar tentang sejarah, nilai-nilai dan simbol-simbol yang terkandung dalam setiap pakaian adat tersebut. Selain itu, pakaian adat juga dapat menjadi identitas yang membedakan setiap sekolah dari provinsi lainnya.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan, terkait aturan seragam sekolah baru 2024 salah satunya penggunaan baju adat. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan, untuk menetapkan model dan warna pakaian adat yang sesuai dengan kebudayaan setempat.
Namun, perlu diperhatikan juga bahwa implementasi pakaian adat sebagai seragam sekolah tidak boleh menghilangkan nilai praktis dan fungsionalnya. Pakaian adat yang dipilih harus tetap memenuhi aspek kebersihan, kenyamanan dan keamanan bagi para siswa. Selain itu, pemilihan desain dan bahan yang tepat juga penting, agar seragam pakaian adat tetap terlihat modern dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Berikut ini sejumlah baju adat di Indonesia dari berbagai provinsi yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (16/4/2024).Â
1. Ulee Balang (Aceh)
Pakaian adat Ulee Balang merupakan salah satu warisan budaya yang kaya akan sejarah dan tradisi dari Aceh, sebuah provinsi di ujung utara pulau Sumatera, Indonesia. Ulee Balang adalah simbol identitas dan kebanggaan bagi masyarakat Aceh. Pakaian adat ini tidak hanya sekadar busana, tetapi juga membawa makna mendalam tentang kearifan lokal, nilai-nilai kebersamaan, dan kehormatan terhadap leluhur.
Untuk pria, pakaian adat Ulee Balang dikenal dengan sebutan Linto Baro. Secara tradisional, busana ini terdiri dari tiga bagian utama yang membentuk satu kesatuan harmonis. Bagian atasnya adalah penutup kepala atau mahkota yang disebut meukeutop. Meukeutop memiliki bentuk lonjong ke atas dan dihias dengan lilitan kain sutera yang disebut tengkulok, menciptakan tampilan yang anggun dan berkelas.
Bagian tengah terdiri dari meukasah atau baju yang memiliki kerah tertutup, seringkali dihiasi dengan sulaman atau jahitan benang emas yang rumit. Sedangkan bagian bawahnya adalah celana cekak musang yang disebut sileuweu. Sileuweu merupakan ciri khas dari pakaian adat Aceh, dengan desain yang mencerminkan keanggunan dan kekuatan.
2. Bundo Kanduang (Sumatera Barat)
Bundo Kanduang adalah pakaian adat yang mempesona dari Sumatera Barat, sebuah provinsi yang terkenal dengan kekayaan budaya Minangkabau. Pakaian adat ini mencerminkan keindahan tradisional Minangkabau serta kedalaman nilai-nilai sosial dan spiritual dalam masyarakat Minang.
Bundo Kanduang menjadi simbol penting dalam upacara-upacara adat, terutama dalam pernikahan, di mana pengantin wanita mengenakan pakaian ini dengan penuh kebanggaan dan kehormatan. Aksesoris dalam pakaian adat Bundo Kanduang sangatlah kaya dan beragam, terutama untuk calon pengantin wanita.
Selendang, mahkota atau penutup kepala, gelang, dan kalung adalah beberapa contoh aksesoris yang melengkapi pakaian ini. Setiap aksesoris memiliki makna tersendiri dan melambangkan nilai-nilai tradisional Minangkabau yang kuat, seperti keberanian, kehormatan, dan persatuan.
3. Ulos (Sumatera Utara)
Ulos adalah kekayaan budaya dari Sumatera Utara yang menggambarkan keindahan dan kearifan tradisional Batak. Pakaian adat ini tidak hanya sekadar busana, tetapi juga merupakan simbol identitas dan kebanggaan bagi masyarakat Batak. Ulos memiliki perpaduan warna yang indah dan penuh dengan makna filosofis yang mendalam, mencerminkan kearifan nenek moyang dalam memahami alam dan kehidupan.
Warna-warna yang dominan dalam ulos, seperti merah, hitam, dan putih, memiliki simbolisme yang dalam dalam budaya Batak. Merah melambangkan keberanian dan semangat juang, hitam melambangkan kedewasaan dan kebijaksanaan, sedangkan putih melambangkan kesucian dan kebenaran. Melalui perpaduan warna-warna ini, ulos bukan hanya menjadi pakaian, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual kepada generasi mendatang.
4. Aesan Gede (Sumatera Selatan)
Aesan Gede adalah salah satu kebanggaan dari Sumatera Selatan yang mencerminkan kemegahan dan keindahan budaya Melayu Palembang. Pakaian adat ini memiliki sejarah yang kaya dan sering kali digunakan dalam acara-acara penting, terutama upacara pernikahan. Nama "Aesan Gede" sendiri mengandung makna kebesaran, yang sesuai dengan kesan yang ditimbulkannya ketika dipakai.
Karakteristik utama dari Aesan Gede adalah penggunaan kain songket, sebuah karya seni tradisional yang dibuat secara manual dan mengandung motif-motif indah yang melambangkan keindahan alam dan kehidupan. Pakaian ini juga dikenal dengan perhiasan emas yang melengkapi tampilannya, menciptakan kesan kemewahan dan kemuliaan. Unsur-unsur Hindu-Budha juga terkadang terlihat dalam desain dan detail pakaian adat ini, mengingatkan kita akan sejarah dan pengaruh budaya yang kaya dari daerah ini.
5. Teluk Belanga (Kepulauan Riau)
Teluk Belanga adalah pakaian adat yang khas dari Kepulauan Riau, yang menunjukkan warisan budaya yang kaya dari wilayah ini. Pakaian ini terutama dipakai oleh laki-laki dan memiliki desain yang elegan dan berkelas. Baju Teluk Belanga memiliki model berkerah dan berkancing, dengan kancing-kancing yang sering kali terbuat dari bahan berharga seperti emas atau permata.
Lengan bajunya lebar dan agak longgar, memberikan kenyamanan dan kemudahan gerak.Pakaian Teluk Belanga tidak hanya mencerminkan keindahan dan keanggunan, tetapi juga melambangkan kekuatan dan kebanggaan dari masyarakat Kepulauan Riau. Penggunaannya sering terlihat dalam acara-acara resmi dan upacara adat, di mana pakaian ini menjadi lambang dari identitas dan martabat yang tinggi.
6. Kebaya Laboh dan Kurung Cekak Musang (Provinsi Riau)
Kebaya Laboh dan Kurung Cekak Musang adalah pakaian adat yang resmi dan sering kali digunakan dalam acara-acara formal di Provinsi Riau. Kebaya Laboh adalah pakaian tradisional untuk wanita, sementara Kurung Cekak Musang adalah pilihan yang populer untuk pria. Keduanya memiliki desain yang elegan dan indah, mencerminkan keindahan alam dan kebudayaan Riau.Â
Kebaya Laboh sering kali terbuat dari bahan-bahan mewah seperti sutra atau beludru, dengan sulaman benang emas yang rumit di bagian-bagian tertentu. Motif-motif yang digunakan mencerminkan keanggunan dan keunikan budaya Riau, sementara kain songket yang dipakai sebagai paduan menambah kemewahan dan kemuliaan dari pakaian ini. Kurung Cekak Musang, di sisi lain, memiliki desain yang lebih sederhana namun tetap anggun dan berkelas, menciptakan kesan yang sempurna untuk acara-acara resmi dan penting.
7. Baju Betabur (Bengkulu)
Baju Betabur adalah pakaian adat khas Bengkulu yang dipakai terutama oleh pengantin pada upacara pernikahan. Pakaian ini merupakan simbol keanggunan dan kemegahan dalam budaya Bengkulu. Bagi pengantin perempuan, Baju Betabur terdiri dari baju betabur yang dihiasi dengan sulaman indah dan rok songket, yang merupakan karya seni tradisional Bengkulu.
Sedangkan bagi pengantin laki-laki, Baju Betabur terdiri dari baju betabur, celana, dan kain songket, seringkali dengan detail beludru dan songket yang menambah kemewahan tampilan. Pakaian adat Bengkulu ini juga mencerminkan pengaruh dari berbagai budaya, seperti Cina dan Arab, yang telah lama berinteraksi dengan masyarakat Bengkulu. Hal ini tercermin dalam desain dan detail pakaian, seperti motif-motif yang terinspirasi dari seni Cina dan penggunaan kain songket yang melambangkan kekayaan budaya Arab.
8. Baju Kurung (Provinsi Jambi)
Baju Kurung adalah pakaian adat khas dari Provinsi Jambi yang memukau dengan keindahan dan keanggunannya. Pakaian ini terbuat dari bahan berkualitas tinggi seperti beludru, saten, atau santung, yang didekorasi dengan sulaman benang emas yang indah.
Motif-motif yang digunakan dalam Baju Kurung sering kali terinspirasi oleh alam sekitar, seperti bunga tanjung, teratai, kangkung, pucuk paku, dan pucuk rebung, menciptakan tampilan yang elegan dan berkelas. Selain itu, paduan dengan kain songket Jambi yang memiliki motif serupa dengan Baju Kurung menambah kemewahan dan keunikan pakaian ini.
Kain songket sendiri merupakan salah satu kekayaan budaya Jambi yang telah dikenal luas di seluruh Indonesia, sehingga penggunaannya dalam Baju Kurung tidak hanya memberikan nilai estetika, tetapi juga memperkuat identitas budaya dari daerah ini.
Paksian (Bangka Belitung)
Pakaian Paksian adalah pakaian adat yang khas dari kota Pangkal Pinang di Bangka Belitung. Pakaian ini merupakan perpaduan dari berbagai pengaruh budaya, termasuk Cina dan Arab, yang telah memberikan warna dan keunikan tersendiri pada budaya lokal. Bagi pengantin perempuan, Paksian terdiri dari baju kurung merah yang terbuat dari bahan berkualitas seperti sutra atau beludru, yang dihias dengan motif-motif khas Bangka Belitung.
Kain yang digunakan juga memiliki nilai historis dan tradisional yang tinggi, seperti kain besusur atau kain cual.Sementara itu, pengantin laki-laki mengenakan sorban yang disebut sungkon, menciptakan tampilan yang anggun dan berkelas. Penggunaan sorban juga merupakan simbol dari kebangsaan dan kehormatan, yang menambah nilai simbolis dari pakaian adat ini. Dengan demikian, Paksian bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga representasi dari kekayaan budaya dan sejarah Bangka Belitung yang patut diapresiasi dan dilestarikan.
Advertisement
10. Tulang Bawang (Lampung)
Pakaian adat Tulang Bawang adalah simbol dari tradisi dan kearifan lokal Lampung yang kental dengan nilai-nilai kekeluargaan dan kesopanan. Desainnya yang khas menonjolkan baju tertutup untuk menjaga kesopanan, yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya Lampung. Para pria mengenakan atasan berwarna putih dengan lengan panjang yang serasi dengan celana berwarna sama. Untuk melengkapi penampilan, mereka juga melilitkan sarung di bagian pinggang, yang seringkali dihiasi dengan warna merah dan emas, menciptakan tampilan yang anggun dan berkelas.
11. Pangsi (Banten)
Pangsi adalah pakaian adat yang merupakan identitas khas dari masyarakat Banten dan beberapa suku lain di Indonesia, seperti Betawi dan Sunda. Pangsi terdiri dari setelan berupa baju kemeja yang longgar dan celana panjang yang juga longgar, dengan panjang yang tidak melebihi mata kaki. Pakaian ini mencerminkan kesederhanaan namun tetap anggun dalam penampilan. Penggunaannya umumnya untuk berbagai acara formal dan upacara adat di Banten.
12. Kebaya Encim (DKI Jakarta)
Kebaya Encim adalah pakaian adat tradisional yang berasal dari suku Betawi di DKI Jakarta. Pakaian ini adalah perpaduan unik antara budaya Tionghoa dan Betawi, yang menciptakan desain yang anggun dan memukau. Selain kebaya encim, terdapat pula busana adat lainnya yang memiliki pengaruh dari budaya Tionghoa, India, dan Arab. Beberapa di antaranya adalah Baju Sadariah, Baju Demang, Baju Tikim, dan Celana Pangsi. Setiap pakaian adat ini menggambarkan kekayaan budaya yang beragam dan unik dari DKI Jakarta.
13. Kebaya Sunda (Jawa Barat)
Kebaya Sunda merupakan pakaian adat yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa Barat. Desain kebaya Sunda mirip dengan kebaya pada umumnya, namun memiliki ciri khas tersendiri terutama pada motif yang terdapat di leher. Motif-motif tersebut sering kali terinspirasi oleh alam sekitar atau motif tradisional Sunda yang khas. Warna kebaya Sunda umumnya lebih cerah dan terang, sedangkan untuk paduannya biasanya digunakan kain jarik. Kebaya Sunda sering kali dipakai dalam berbagai acara resmi atau upacara adat di Jawa Barat, menjadi simbol dari kebanggaan akan budaya dan tradisi lokal.
14. Kesatrian Ageng (Daerah Istimewa Yogyakarta)
Kesatrian Ageng adalah pakaian adat yang digunakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pakaian ini terdiri dari beberapa bagian, termasuk surjan sebagai atasan, celana panjang hitam, dan kain batik yang dililitkan di pinggang hingga atas lutut. Selain itu, hiasan kepala juga merupakan bagian yang penting dalam keseluruhan penampilan. Pakaian adat ini mencerminkan keanggunan dan kejayaan tradisi kraton Yogyakarta, serta menjadi simbol dari identitas budaya yang kuat dan melekat di daerah tersebut.
15. Jawi Jangkep (Jawa Tengah)
Jawi Jangkep adalah pakaian adat resmi dari Jawa Tengah, yang sering kali dipakai dalam acara-acara formal dan upacara resmi di provinsi ini. Pakaian ini didominasi oleh warna hitam pada bagian atasannya, yang biasanya dikenakan oleh para pria. Kebaya Jawa Tengah menjadi pasangannya, yang dipakai oleh wanita saat menghadiri acara bersama pasangannya yang mengenakan pakaian Jawi Jangkep. Keduanya menciptakan kesan keanggunan dan keindahan yang khas dari budaya Jawa Tengah.
16. Pesa’an (Jawa Timur)
Pesa'an adalah pakaian adat khas Jawa Timur yang berasal dari Madura. Pakaian ini digunakan oleh para pria dan terdiri dari kaus bergaris merah dan putih sebagai bagian atas, baju luar berlengan panjang berwarna hitam, serta celana longgar berwarna hitam. Pesa'an mencerminkan kekuatan dan keberanian, serta memiliki nilai-nilai tradisional yang kuat dalam budaya Madura. Penggunaannya sering kali terlihat dalam berbagai acara adat dan keagamaan di Jawa Timur.
17. Payas Agung (Bali)
Payas Agung adalah pakaian adat Bali yang dipakai pada acara-acara penting seperti upacara pernikahan atau potong gigi. Pakaian ini dirancang dengan sangat mewah dan istimewa, dengan detail-detail yang sangat teliti dan hiasan-hiasan yang mengesankan. Namun, penggunaannya terbatas pada acara-acara resmi dan sakral, karena payas agung memiliki makna dan simbolisme yang sangat dalam dalam budaya Bali. Selain payas agung, terdapat juga beberapa jenis pakaian adat lainnya di Bali seperti baju safari, payas madya, payas alit, dan kebaya Bali.
Â
18. Pegon (Nusa Tenggara Barat)
Pegon adalah pakaian adat suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat. Pakaian ini memiliki pengaruh dari busana Eropa, yang terlihat dalam desain dan detailnya. Berbeda dengan pakaian adat Sasak lainnya yang biasanya terbuat dari kain songket, Pegon menggunakan kain biasa berwarna gelap. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya antara tradisi lokal dengan pengaruh luar yang memperkaya warisan budaya suku Sasak.  Â
19. Amarasi (Nusa Tenggara Timur)
Pakaian adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) menampilkan kekayaan budaya yang terdiri dari berbagai suku dengan pakaian adat yang khas. Salah satu suku di NTT, yaitu Suku Dawan, memiliki pakaian adat yang disebut amarasi. Amarasi adalah simbol dari keanggunan dan keindahan budaya Suku Dawan, terdiri dari selimut kain tenun ikat dan baju bodo. Selain amarasi, terdapat beragam pakaian adat lainnya di NTT yang menggambarkan keberagaman budaya dan tradisi yang ada di wilayah tersebut.
20. King Bibinge dan King Baba (Kalimantan Barat)
Di Kalimantan Barat, pakaian adat Suku Dayak menampilkan keindahan dan kekuatan tradisi lokal. King Baba adalah pakaian adat yang digunakan oleh laki-laki Suku Dayak, sementara King Bibinge adalah pakaian adat yang dikenakan oleh perempuan. King Baba terbuat dari kulit kayu kapuo dengan hiasan manik-manik berwarna jingga dan merah, menciptakan tampilan yang unik dan menawan. Sementara King Bibinge, yang juga terbuat dari bahan yang sama, menampilkan desain yang elegan dan anggun, menutupi bagian dada dan pundak perempuan dengan indah.
21. Upak Nyamu (Kalimantan Tengah)
Upak Nyamu adalah pakaian adat tradisional yang unik dari Kalimantan Tengah. Terbuat dari kulit kayu nyamu yang dipipihkan, pakaian ini menampilkan keindahan dan kekuatan alam lokal. Bahan yang digunakan dapat digunakan untuk membuat pakaian dan cawat (celana dalam tradisional). Desainnya bervariasi, kadang-kadang berbentuk rompi, kadang-kadang sebagai baju tanpa lengan, menciptakan tampilan yang berbeda namun tetap menggambarkan keanggunan budaya Kalimantan Tengah.
22. Ta’a dan Sapei Sapaq (Kalimantan Utara)
Pakaian adat di Kalimantan Utara menampilkan keunikan budaya suku-suku yang mendiami wilayah tersebut. Ta’a adalah pakaian tradisional yang dipakai oleh perempuan, sementara Sapei Sapaq adalah pakaian untuk laki-laki. Ta’a terdiri dari kain sarung yang dihiasi dengan anyaman manik-manik berwarna-warni dengan motif khusus, menciptakan tampilan yang memikat dan anggun. Sementara itu, Sapei Sapaq adalah baju khusus yang dihiasi dengan manik-manik bermotif tertentu serta hiasan gigi dan taring macan, menampilkan kekuatan dan keberanian dalam budaya suku Kalimantan Utara.
23. Bagajah Gamuling Baular Lulut (Kalimantan Selatan)
Bagajah Gamuling Baular Lulut merupakan pakaian adat klasik yang berkembang sejak zaman kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan. Pakaian ini sering dipakai dalam upacara pernikahan sebagai simbol kemegahan dan keindahan tradisi. Pengantin wanita mengenakan kemben yang disebut udat, menampilkan keanggunan dan keelokan dalam setiap hiasan dan detailnya.
24. Kustin (Kalimantan Timur)
Kustin adalah pakaian adat khas dari Suku Kutai di Kalimantan Timur, yang mengandung makna kebesaran dan kehormatan. Terbuat dari beludru hitam, pakaian ini dipakai dalam upacara pernikahan oleh masyarakat golongan menengah ke atas. Kustin mencerminkan keindahan dan keanggunan dalam tradisi adat Kutai, menampilkan kekayaan budaya dan warisan leluhur yang dipelihara dengan cermat.
25. Pattuqduq Towaine (Sulawesi Barat)
Di Sulawesi Barat, pakaian adat dari suku Mandar untuk wanita disebut pattuqduq towaine. Pattuqduq towaine terdiri dari beberapa komponen yang meliputi rawang boko sebagai atasan, lipaq saqbe sebagai sarung khas Mandar untuk bawahan, dan lipaq aqdi diratter duattdong sebagai hiasan tambahan. Pakaian ini juga dilengkapi dengan aksesoris seperti hiasan kepala, kalung, ikat pinggang (kliki), dan gelang, menambahkan keanggunan dan keelokan pada penampilan wanita Mandar.
Advertisement
26. Nggembe (Sulawesi Tengah)
Nggembe adalah pakaian adat tradisional suku Kaili di Sulawesi Tengah yang menampilkan keunikan dan keindahan budaya lokal. Pakaian ini terdiri dari baju terusan longgar dengan hiasan manik-manik yang mempercantik bagian kerah dan baju. Bawahan berupa rok panjang yang mekar, terbuat dari sarung tenun tradisional. Nggembe menciptakan tampilan yang anggun dan elegan, memperlihatkan keindahan serta kekayaan budaya suku Kaili kepada dunia.
27. Laku Tepu (Sulawesi Utara)
Laku Tepu adalah pakaian adat khas suku Sangihe di Sulawesi Utara. Busana ini digunakan oleh baik laki-laki maupun perempuan. Salah satu ciri khasnya adalah bentuknya yang berupa terusan panjang. Pakaian untuk laki-laki biasanya mencapai lutut dan telapak kaki, dilengkapi dengan ikat kepala yang disebut paporong, menambahkan sentuhan tradisional yang elegan.
28. Babu Nggawi (Sulawesi Tenggara)
Babu Nggawi adalah pakaian adat khas Sulawesi Tenggara, khususnya dari Suku Tolaki. Pakaian ini sering dikenakan dalam berbagai upacara adat dan resmi, termasuk pernikahan. Terdiri dari lipa hinoru sebagai atasan dan roo mendaa sebagai bawahan, pakaian ini menampilkan keanggunan dan keindahan budaya Tolaki. Warna lipa hinoru selalu disesuaikan dengan warna roo mendaa, menciptakan kesinambungan dan harmoni dalam setiap penampilan.
29. Baju Bodo (Sulawesi Selatan)
Baju Bodo adalah pakaian tradisional perempuan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Merupakan salah satu busana tertua di dunia, baju ini memiliki bentuk segi empat dengan lengan pendek yang mencapai siku. Kerap dipakai dalam upacara adat seperti pernikahan, baju bodo kini mulai dihidupkan kembali melalui berbagai acara budaya, menunjukkan keberlanjutan dan kebanggaan akan warisan leluhur.
30. Biliu dan Makuta (Gorontalo)
Makuta dan Biliu adalah sepasang pakaian adat Gorontalo yang digunakan dalam upacara pernikahan. Mengandung nuansa keagamaan, pakaian ini menghadirkan keanggunan dan keindahan dalam setiap aksesoris dan hiasannya. Dibandingkan dengan pakaian adat perempuan yang kaya akan pernak-pernik, pakaian adat pria lebih sederhana namun tetap menampilkan keistimewaan dan kehormatan dalam tradisi Gorontalo.Â
31. Cele (Maluku)
Baju cele adalah paduan kain kebaya dengan kain salele di pinggang, khas dari Maluku. Motifnya sering kali berupa garis geometris atau kotak-kotak kecil, mencerminkan keceriaan dan keberanian. Dipakai dalam berbagai upacara adat, baju cele tidak hanya menjadi lambang tradisi, tetapi juga menjadi bagian dari kebanggaan budaya Maluku yang kaya dan beragam.
32. Manteren Lamo (Maluku Utara)
Pakaian adat ini dipakai oleh para sultan kerajaan di Maluku Utara. Terdiri dari jas merah dengan bordir emas, celana hitam, dan aksesori kepala yang khas. Manteren Lamo bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga simbol kebesaran dan keagungan kerajaan, mengingatkan akan sejarah yang kaya dan berwarna di Maluku Utara.
33. Ewer (Papua Barat)
Pakaian adat Ewer dari Papua Barat terbuat dari bahan alami, yaitu jerami yang dikeringkan. Meskipun awalnya sederhana, dengan pengaruh modernisasi, Ewer kemudian dilengkapi dengan kain untuk atasan, menambahkan elemen kontemporer pada tradisi yang kaya dan berharga.
34. Koteka (Papua)
Koteka adalah bagian tak terpisahkan dari pakaian adat Papua yang melindungi kemaluan penduduk pria asli Papua. Lebih dari sekadar pakaian, Koteka adalah simbol kebanggaan dan identitas budaya bagi suku-suku Papua. Dengan bentuknya yang khas, Koteka mengajarkan nilai-nilai warisan leluhur dan kebanggaan akan identitas etnis.
35. Pummi (Provinsi Papua Selatan)
Pakaian adat Pummi terbuat dari anyaman daun sagu, memberikan kesan alami dan tradisional. Dipakai oleh laki-laki, Pummi menampilkan keanggunan dan keunikan dalam setiap helai daun sagu yang terurai di sekeliling pinggul dan paha. Sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Papua Selatan, Pummi mengajarkan kearifan lokal dan keindahan sederhana dalam kehidupan sehari-hari.