Cina VS Palestina, Upaya Diplomasi di Tengah Perang

Cina vs Palestina menjadi salah satu isu yang hangat diperbincangkan setelah pecahnya perang antara Israel dan Palestina.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 21 Mei 2024, 13:20 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2024, 13:20 WIB
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI China Wang Yi di pertemuan dengan para menlu ASEAN dalam ASEAN Post Ministerial Conference with China di Jakarta, Kamis (13/7/2023). (Dok: Kemlu RI)
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI China Wang Yi di pertemuan dengan para menlu ASEAN dalam ASEAN Post Ministerial Conference with China di Jakarta, Kamis (13/7/2023). (Dok: Kemlu RI)

Liputan6.com, Jakarta Cina vs Palestina menjadi salah satu isu yang hangat diperbincangkan setelah pecahnya perang antara Israel dan Palestina. Dalam dinamika konflik global, setiap negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki tanggung jawab dan potensi untuk berkontribusi dalam upaya penyelesaian perdamaian. Sejak berdirinya, PBB telah menjadi wadah bagi komunitas internasional untuk bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

Perang Israel-Palestina, salah satu konflik paling berkepanjangan di dunia, membutuhkan partisipasi aktif dari semua negara anggota PBB untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Perang ini tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi pihak-pihak yang terlibat langsung, tetapi juga mengancam stabilitas regional dan global.

Peran setiap negara, baik besar maupun kecil, menjadi sangat penting. Negara-negara dengan pengaruh geopolitik yang signifikan dapat memediasi negosiasi dan menawarkan platform dialog, sementara negara-negara lain dapat mendukung melalui bantuan kemanusiaan, dukungan diplomatik, dan partisipasi aktif dalam forum-forum internasional. Itulah mengapa Cina vs Palestina banyak dibicarakan.

Sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Cina memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya penyelesaian konflik ini. Keterlibatan Cina dalam diplomasi perang Israel-Palestina mencerminkan tanggung jawab globalnya serta kepentingan nasional dan ekonominya di kawasan tersebut. 

Dengan ketergantungannya pada impor minyak dari Timur Tengah dan ambisinya untuk memperluas pengaruh melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan, stabilitas di Timur Tengah menjadi krusial bagi Cina. Berikut ulasan lebih lanjut tentang Cina vs Palestina yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (21/5/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Posisi Cina dalam Perang antara Israel dan Palestina

Xi Jinping Kembali Terpilih Presiden China
Presiden China Xi Jinping mengambil sumpahnya setelah terpilih secara aklamasi sebagai Presiden dalam sesi Kongres Rakyat Nasional (NPC) China di Aula Besar Rakyat di Beijing, Jumat, 10 Maret 2023. Pemimpin China Xi Jinping terpilih secara aklamasi sebagai Presiden dalam sesi Kongres Rakyat Nasional (NPC) China. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Cina memposisikan dirinya dalam perang Israel-Palestina dengan pendekatan diplomatis yang mengutamakan seruan untuk perdamaian dan pengakhiran kekerasan.  Cina mengirimkan utusannya untuk Timur Tengah, Zhai Jun, sebagai langkah pertama dalam keterlibatan mereka. Namun, baik Presiden Xi Jinping maupun Menteri Luar Negeri Wang Yi belum mengunjungi wilayah tersebut secara langsung sejak pecahnya pertempuran, menunjukkan pendekatan tidak langsung dalam diplomasi mereka.

Presiden Xi Jinping telah menyerukan gencatan senjata dalam perang ini, menunjukkan komitmen Cina untuk mengakhiri kekerasan secara cepat dan mendesak pihak-pihak yang bertikai untuk berhenti berperang. Menteri Luar Negeri Wang Yi menyatakan bahwa sumber konflik terletak pada ketidakadilan yang dialami oleh rakyat Palestina. Dia menekankan bahwa "hukuman kolektif" terhadap rakyat Palestina harus diakhiri, menunjukkan sikap pro-Palestina yang konsisten dengan kebijakan luar negeri Cina yang lebih luas.

Menurut William Figueroa, asisten profesor di Universitas Groningen, Cina mengambil sikap hati-hati pada awalnya, menyerukan perdamaian dan mengutuk kekerasan terhadap warga sipil. Cina fokus pada keluhan dan penderitaan Palestina sambil mengamati perkembangan situasi dengan cermat sebelum bertindak lebih lanjut.

Yao Yuan Yeh, profesor studi internasional di Universitas St Thomas, mencatat bahwa meskipun ada peningkatan keterlibatan diplomatik Cina di Timur Tengah, hal ini tidak berarti Cina mengambil peran kepemimpinan utama dalam konflik Hamas-Israel saat ini. Ini menunjukkan bahwa Cina tetap pada pendekatan diplomatik tradisionalnya tanpa terlibat terlalu dalam dalam mediasi konflik ini.


Hubungan CIna dan Palestina

Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan di Beijing, Rabu (14/6/2023). (Dok. WAFA)
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan di Beijing, Rabu (14/6/2023). (Dok. WAFA)

Sejak era Mao Zedong, Cina telah menunjukkan dukungan yang konsisten terhadap perjuangan Palestina. Dukungan ini sejalan dengan sikap Uni Soviet selama Perang Dingin, di mana kedua negara komunis mendukung perjuangan rakyat Palestina sebagai bagian dari strategi global mereka melawan blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Meskipun Cina telah memperkuat hubungan dengan Israel dalam beberapa dekade terakhir, terutama melalui kerja sama ekonomi dan teknologi, Beijing terus mempertahankan dukungan politik dan diplomatik untuk Palestina. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari strategi diplomatik yang lebih luas untuk mendapatkan sekutu di dunia Arab dan negara-negara berkembang lainnya.

Menurut Dr. Yu Jie, peneliti senior di Chatham House, Beijing secara aktif menentang kebijakan yang didukung oleh AS, termasuk dukungan kuat AS untuk Israel. Dukungan Cina untuk Palestina sebagian besar didorong oleh kebutuhan untuk membangun koalisi negara-negara berkembang dan memperluas pengaruhnya di panggung global sebagai tandingan terhadap dominasi AS.

Dukungan berkelanjutan Cina terhadap Palestina juga dimotivasi oleh keinginan untuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara Arab, yang sebagian besar mempertahankan hubungan persahabatan dengan Cina. Ini penting bagi Beijing dalam rangka memperkuat posisinya sebagai pendukung utama negara-negara Selatan dan memperluas pengaruhnya di Timur Tengah.

Timur Tengah merupakan sumber utama minyak bagi Cina dan wilayah kunci dalam inisiatif Belt and Road (Belt and Road Initiative, BRI), proyek infrastruktur global ambisius yang diluncurkan oleh Presiden Xi Jinping. Dukungan terhadap Palestina membantu Cina untuk menjaga stabilitas dan hubungan baik dengan negara-negara di wilayah ini, yang penting bagi pasokan energi dan keberhasilan BRI.

Para analis berpendapat bahwa dukungan Cina untuk Palestina juga bertujuan untuk mengimbangi kekhawatiran dunia Islam dan Arab mengenai perlakuan terhadap etnis Muslim Uighur di wilayah Xinjiang. Dengan mendukung Palestina, Cina berusaha menjaga citra positif di mata negara-negara Muslim.

Sejak konflik terbaru antara Israel dan Palestina dimulai, media pemerintah Cina telah mengkritik Israel dan menyalahkan AS atas meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut. Hal ini mencerminkan sikap politik Beijing dan juga mempengaruhi opini publik di Cina, meskipun ada peningkatan konten anti-semit di internet Cina yang diawasi secara ketat.

Ilustrasi bendera China dan Palestina. (Dok. Wafa)
Ilustrasi bendera China dan Palestina. (Dok. Wafa)

Cina terlibat dalam upaya diplomasi terkait perang Israel-Palestina karena beberapa alasan strategis dan ekonomi yang penting bagi kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri mereka. Berikut ini adalah beberapa alasan utama mengapa Cina memutuskan untuk terlibat.

1. Kepentingan Ekonomi di Timur Tengah:

Cina sangat bergantung pada impor minyak dari luar negeri, dengan perkiraan setengah dari impor tersebut berasal dari negara-negara Teluk. Stabilitas di Timur Tengah sangat penting untuk memastikan kelancaran pasokan minyak ke Cina.

Negara-negara Timur Tengah juga memainkan peran penting dalam BRI, yang merupakan proyek infrastruktur global ambisius Cina. Konflik yang berkepanjangan di kawasan ini dapat mengganggu proyek-proyek BRI dan merusak kepentingan ekonomi Cina.

2. Peluang untuk Meningkatkan Reputasi Global

Jika Cina berhasil membantu menyelesaikan perang Israel-Palestina, hal ini akan meningkatkan reputasinya sebagai kekuatan global yang mampu menengahi konflik internasional. Ini dapat memperkuat citra Cina sebagai alternatif yang lebih baik dibandingkan AS dalam menangani masalah global.

Keberhasilan diplomatik di Timur Tengah dapat memperkuat posisi Cina dalam persaingan geopolitik dengan AS, terutama di wilayah yang strategis secara ekonomi dan politik.

3. Respons terhadap Kebijakan AS

Meskipun Cina menahan diri untuk tidak secara langsung mengkritik AS karena dukungannya terhadap Israel, media pemerintah Cina telah memulai respons nasionalis yang menghubungkan ketegangan di Timur Tengah dengan kebijakan AS. Ini mencerminkan strategi Cina untuk menyalahkan AS atas ketidakstabilan di kawasan tersebut tanpa konfrontasi langsung.

4. Stabilitas Regional

Keterlibatan Cina dalam upaya diplomatik bertujuan untuk mencegah eskalasi konflik yang bisa mengancam stabilitas regional. Ketidakstabilan di Timur Tengah tidak hanya berdampak pada ekonomi global, tetapi juga dapat menimbulkan tantangan keamanan yang lebih besar di kawasan yang menjadi pusat kepentingan Cina.

Dengan terlibat dalam upaya stabilisasi dan perdamaian di Timur Tengah, Cina berinvestasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan kondusif bagi perdagangan dan investasi jangka panjang. Ini sejalan dengan strategi jangka panjang Cina untuk memperkuat pengaruh globalnya melalui hubungan ekonomi dan diplomatik yang lebih kuat.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya