Pilkada DKI 2007 Jadi Perhelatan Politik yang Bersejarah, Ini Penjelasannya

Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007, yang dikenal sebagai Pilkada DKI Jakarta 2007, merupakan perhelatan politik yang bersejarah

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 19 Jul 2024, 19:45 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2024, 19:45 WIB
pilkada
Ilustrasi.

Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Umum Kepala Derah atau Pilkada DKI 2007 merupakan perhelatan politik yang bersejarah. Pada tanggal 8 Agustus 2007, masyarakat DKI Jakarta secara langsung memilih kepala daerah mereka untuk pertama kalinya, setelah diberlakukan otonomi daerah.

Sebelumnya, pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun, dengan adanya otonomi daerah, kewenangan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur beralih kepada rakyat. Hal ini adalah perubahan signifikan yang menunjukkan perkembangan demokrasi di Indonesia.

Perhelatan Pilkada DKI 2007 ini merupakan yang pertama dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Jakarta. Proses pemilihan ini diawali dengan pendaftaran calon pada April 2007. Selanjutnya, calon-calon yang telah terdaftar melakukan kampanye untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Pilkada DKI 2007 menjadi tonggak penting dalam transformasi demokrasi lokal di Indonesia. Dengan dilakukannya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, diharapkan terwujudnya pemimpin yang terpilih berdasarkan kehendak rakyat dan dapat mewakili kepentingan masyarakat secara lebih baik.

Berikut ini perhelatan Pilkada DKI 2027 yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (19/7/2024). 

Pilkada DKI 2007

Ilustrasi Kampanye Pemilu Pilkada Pilpres (Freepik/Rawpixel)
Ilustrasi kampanye. (Freepik/Rawpixel)

Tahun 2007 menandai tonggak penting dalam sejarah Pilkada di Indonesia, berkat adanya perubahan signifikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007. Undang-undang ini diterbitkan dua tahun setelah pengenalan Pilkada dan membawa beberapa perbaikan penting dalam tata laksana Pilkada, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemilihan pemimpin daerah di seluruh Indonesia.

Salah satu perubahan yang sangat penting adalah penerapan undang-undang baru ini dalam Pilkada DKI Jakarta 2007. Pilkada tersebut menjadi yang pertama kali dilaksanakan, berdasarkan ketentuan undang-undang yang baru. Perubahan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat Jakarta, untuk memilih pemimpin daerah mereka melalui mekanisme yang lebih demokratis dan transparan.

Setelah pelaksanaan Pilkada 2007, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 diterbitkan untuk memberikan kesempatan tambahan bagi calon kepala daerah. Undang-undang ini memungkinkan calon kepala daerah berasal dari pasangan calon perseorangan yang mendapatkan dukungan dari masyarakat, bukan hanya dari partai politik.

Dengan adanya peraturan ini, peluang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah menjadi lebih luas, termasuk bagi mereka yang tidak terafiliasi dengan partai politik tertentu. Perubahan-perubahan ini tentu berkontribusi pada penguatan demokrasi lokal di Indonesia, dengan melibatkan langsung partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan pemimpin daerah. Pilkada diharapkan dapat menciptakan transparansi, akuntabilitas dan keadilan dalam memilih pemimpin yang benar-benar mewakili kepentingan masyarakat.

Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007 (Pilkada DKI Jakarta 2007) diselenggarakan pada tanggal 8 Agustus 2007. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemilihan kepala daerah tidak lagi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, tetapi dipilih langsung oleh rakyat.

Pilkada Jakarta pada Agustus 2007 merupakan pemilihan kepala daerah pertama yang dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat Jakarta, menandai langkah baru dalam proses demokrasi lokal. Untuk pelaksanaan Pilkada ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan sekitar Rp 194 miliar untuk seluruh rangkaian pemilihan yang dilaksanakan dalam dua putaran. Anggaran tersebut terbagi menjadi Rp 124 miliar untuk putaran pertama dan Rp 70 miliar untuk putaran kedua.

Menurut Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan kepala daerah biasanya dilaksanakan dalam satu putaran jika ada calon yang meraih lebih dari 25 persen suara. Namun, Pilkada dapat dilanjutkan ke putaran kedua jika tidak ada calon yang mencapai ambang batas tersebut.

Khusus untuk DKI Jakarta, perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) mewajibkan calon kepala daerah memenangkan minimal 50 persen plus satu suara untuk memperoleh kemenangan dalam pemilihan.

Hasil Pilkada DKI 2007

Ilustrasi Pemilu, Pilkada, Pilpres
Ilustrasi Pemilu, Pilkada, Pilpres. (Image by pch.vector on Freepik)

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta sudah semakin dekat, hanya tinggal menunggu hitungan bulan. Namun, tidak ada salahnya untuk sejenak menilik kembali Pilkada pertama yang dilaksanakan pada tahun 2007. Berbeda dengan Pemilukada 2012 yang melibatkan sejumlah pasangan calon, Pilkada 2007 hanya diikuti oleh dua pasangan calon utama.

Pasangan pertama adalah Drs. H. Adang Daradjatun dan H. Dani Anwar yang dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS pada Pemilu 2004 berhasil memperoleh 23,3% suara dan 24,0% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Pasangan calon kedua adalah Dr.-Ing. H. Fauzi Bowo dan Mayjen TNI (Purn.) Prijanto, yang diusung oleh koalisi 19 partai politik.

Koalisi tersebut terdiri dari Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Patriot Pancasila, Partai PPNUI, Partai PDK, PKPI, PPDI, Partai Pelopor, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Barisan Sosialis Demokrat (PBSD), Partai Indonesia Baru (PIB), dan Partai Pembangunan Daerah (PPD). Gabungan partai-partai ini memperoleh total 72,4% suara dan 70,7% kursi DPRD.

Pilkada 2007 mencatat dua rekor penting dalam periode Pilkada 2004-2009. Pertama, Pilkada ini menjadi yang paling banyak diliput oleh media. Kedua, Pilkada ini juga merupakan yang memiliki koalisi partai politik terbesar yang mendukung satu pasangan calon, yaitu 19 partai politik yang mendukung pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto.

Dengan jargon "Jakarta untuk Semua", pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto berhasil menarik simpati warga Jakarta dan memenangkan Pilkada 2007 dengan meraih 57,9% suara. Sementara itu, pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar yang mengusung jargon "Ayo Benahi Jakarta!" hanya berhasil memperoleh 42,1% suara.

Di tingkat kabupaten/kotamadya, pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto juga menunjukkan kemenangan yang konsisten di seluruh wilayah DKI Jakarta. Mereka meraih kemenangan terbesar di Kepulauan Seribu dengan 66,9% suara, diikuti oleh Jakarta Barat dengan 60,9% suara, Jakarta Utara dengan 57,6% suara, Jakarta Selatan dengan 57,4% suara, Jakarta Timur dengan 56,8% suara, dan kemenangan terkecil di Jakarta Pusat dengan 56,0% suara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya