Liputan6.com, Jakarta Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak normatif pekerja yang wajib dipenuhi oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan. Sebagai bagian dari upaya pemerintah melindungi kesejahteraan pekerja, THR telah diatur dalam berbagai regulasi yang komprehensif.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024, pemberian THR tidak hanya mencakup karyawan sektor swasta tetapi juga pegawai pemerintah. Regulasi ini semakin memperkuat posisi THR sebagai hak yang dilindungi undang-undang.
Advertisement
Untuk memastikan implementasi yang tepat, penting bagi pekerja dan pemberi kerja memahami detail aturan THR, termasuk kapan THR dibayarkan, mekanisme perhitungan, dan konsekuensi keterlambatan pembayaran. Simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (31/1/2025).
Advertisement
Kapan THR Dibayarkan?
Pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas mengenai waktu pembayaran THR untuk memastikan hak pekerja terpenuhi tepat waktu. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah terbaru yang memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
Sesuai regulasi yang berlaku, THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan yang dirayakan oleh pekerja. Ketentuan ini berlaku universal untuk semua hari raya yang diakui di Indonesia, termasuk Idul Fitri, Natal, Galungan, Waisak, dan Imlek. Penetapan tenggat waktu ini mempertimbangkan kebutuhan pekerja dalam mempersiapkan perayaan hari raya, seperti keperluan berbelanja, persiapan mudik, atau kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan perayaan hari raya.
Proses pembayaran THR harus dilakukan secara penuh dalam satu kali pencairan. Pemberi kerja tidak diperbolehkan membayar THR secara cicilan kecuali terdapat kesepakatan tertulis antara pekerja dan pemberi kerja yang telah mendapat persetujuan dari Dinas Ketenagakerjaan setempat. Kesepakatan ini harus dibuat secara formal dan transparan untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak.
Dalam hal metode pembayaran, THR dapat disalurkan melalui transfer bank atau pembayaran tunai. Pemberi kerja wajib memberikan bukti pembayaran yang jelas dan terperinci, mencantumkan komponen perhitungan THR serta potongan pajak jika ada. Transparansi dalam proses pembayaran ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memudahkan verifikasi jika diperlukan di kemudian hari.
Untuk menjamin ketepatan waktu pembayaran, perusahaan diharapkan sudah mempersiapkan anggaran THR jauh sebelum tenggat waktu yang ditetapkan. Hal ini termasuk melakukan perhitungan yang akurat untuk setiap karyawan, mempersiapkan dokumentasi yang diperlukan, dan memastikan sistem pembayaran berjalan dengan lancar. Perusahaan juga disarankan untuk mengkomunikasikan jadwal pembayaran THR kepada karyawan untuk menghindari keresahan dan memastikan transparansi.
Ketentuan waktu pembayaran THR ini berlaku sama untuk semua jenis pekerja, baik karyawan tetap, kontrak, maupun pekerja harian yang telah memenuhi syarat masa kerja. Penting bagi pemberi kerja untuk mencatat bahwa keterlambatan pembayaran THR dapat mengakibatkan sanksi administratif yang cukup berat, termasuk denda dan kemungkinan pembatasan kegiatan usaha untuk pelanggaran yang berulang.
Dengan adanya aturan yang jelas tentang kapan THR dibayarkan, diharapkan proses pemberian THR dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh pihak yang terlibat. Ketepatan waktu dalam pembayaran THR tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan dan profesionalisme dalam pengelolaan sumber daya manusia.
Advertisement
Siapa Saja yang Berhak Menerima THR?
Peraturan terbaru tentang THR memberikan cakupan yang luas mengenai penerima tunjangan ini. Regulasi yang komprehensif ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak pekerja di berbagai sektor. Berikut adalah rincian lengkap mengenai pihak-pihak yang berhak menerima THR:
1. Pegawai Sektor Pemerintah
Pegawai sektor pemerintah mencakup berbagai kategori aparatur sipil negara dan pejabat negara. PNS dan Calon PNS berhak menerima THR penuh sesuai dengan golongan dan masa kerjanya. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga memiliki hak yang sama dalam penerimaan THR, meskipun status kepegawaiannya berbeda dengan PNS. Ketentuan ini juga berlaku untuk anggota TNI dan Polri sebagai bagian dari aparatur negara yang bertugas menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
2. Para Pensiunan
Kebijakan pemberian THR juga mencakup para pensiunan sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka selama masa kerja. Para pensiunan PNS, TNI, Polri, dan pejabat negara berhak menerima THR sesuai dengan besaran pensiun yang mereka terima. Ketentuan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan para purnakarya yang telah mengabdi kepada negara.
3. Pekerja Sektor Swasta Tetap
Karyawan tetap di sektor swasta merupakan kelompok utama penerima THR. Mereka berhak mendapatkan THR penuh sebesar satu bulan gaji ditambah tunjangan tetap jika telah bekerja minimal 12 bulan. Hak ini berlaku tanpa memandang level jabatan atau bidang industri tempat mereka bekerja, selama perusahaan tersebut beroperasi di wilayah Indonesia.
4. Pekerja Kontrak dan PKWT
Pekerja dengan status kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) juga memiliki hak yang sama dalam penerimaan THR. Besaran THR dihitung secara proporsional sesuai masa kerja mereka, dengan minimal masa kerja satu bulan. Ketentuan ini menjamin bahwa status kepegawaian tidak menjadi penghalang dalam pemenuhan hak THR.
5. Pekerja Harian dan Paruh Waktu
Pekerja harian dan paruh waktu tidak luput dari cakupan penerima THR, selama telah memiliki masa kerja minimal satu bulan. Perhitungan THR untuk kategori ini didasarkan pada rata-rata penghasilan dalam tiga bulan terakhir. Ketentuan ini memastikan bahwa pekerja dengan jam kerja fleksibel tetap mendapatkan hak THR mereka secara adil.
6. Pejabat Negara dan Fungsionaris
Pejabat negara dan fungsionaris, termasuk anggota DPR, DPD, DPRD, serta pejabat negara lainnya, juga termasuk dalam kategori penerima THR. Besaran THR mereka ditentukan berdasarkan peraturan khusus yang mengatur tentang penghasilan pejabat negara.
Kejelasan tentang siapa saja yang berhak menerima THR ini sangat penting untuk memastikan tidak ada kelompok pekerja yang terlewatkan dalam penerimaan hak mereka. Bagi pemberi kerja, pemahaman yang baik tentang ketentuan ini membantu dalam perencanaan anggaran dan administrasi THR yang tepat. Sementara bagi pekerja, informasi ini menjadi dasar untuk memastikan hak mereka terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku.
Cara Menghitung THR dan Pajak
Perhitungan THR dan aspek perpajakannya merupakan komponen penting yang perlu dipahami baik oleh pemberi kerja maupun pekerja. Meskipun proses perhitungan dilakukan oleh bagian keuangan atau HR perusahaan, pemahaman tentang mekanisme ini membantu pekerja memverifikasi hak yang diterima dan merencanakan keuangan dengan lebih baik.
Rumus Perhitungan THR
THR dihitung berdasarkan masa kerja karyawan dengan formula yang berbeda. Bagi pekerja yang telah bekerja minimal 12 bulan, THR diberikan sebesar satu bulan penghasilan, yang terdiri dari gaji pokok ditambah tunjangan tetap. Sementara untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, perhitungan dilakukan secara proporsional dengan membagi masa kerja dengan 12 bulan, kemudian dikalikan dengan penghasilan satu bulan.
1. Untuk pekerja dengan masa kerja ≥ 12 bulan:
- THR = 1 bulan upah (gaji pokok + tunjangan tetap)
2. Untuk pekerja dengan masa kerja < 12 bulan:
- THR = (masa kerja ÷ 12) × penghasilan satu bulan
Rumus Pajak THR
Dalam aspek perpajakan, THR termasuk dalam komponen penghasilan yang dikenakan pajak. Perhitungannya menggunakan sistem Tax on Employment Related (TER) dimana pajak dihitung dari total penghasilan bruto yang mencakup gaji bulanan dan THR. Misalnya, jika seorang karyawan menerima gaji bulanan Rp8.000.000 dan THR sebesar Rp8.000.000, maka total penghasilan bruto adalah Rp16.000.000. Dengan asumsi tarif TER sebesar 7%, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp1.120.000.
Pajak THR dihitung menggunakan sistem TER (Tax on Employment Related):
- Pajak = Penghasilan Bruto (Gaji + THR) × Tarif TER
- Contoh: Jika gaji bulanan Rp8.000.000 dan THR Rp8.000.000, dengan tarif TER 7%, maka:
- Total penghasilan bruto: Rp16.000.000
- Pajak yang harus dibayar: Rp16.000.000 × 7% = Rp1.120.000
Pemberi kerja wajib memberikan rincian perhitungan yang jelas kepada pekerja. Rincian ini harus mencantumkan komponen-komponen yang digunakan dalam perhitungan, termasuk:
- Gaji pokok
- Tunjangan tetap yang masuk hitungan THR
- Masa kerja yang menjadi dasar perhitungan
- Besaran pajak yang dikenakan
- Total THR bersih yang diterima
Pekerja perlu mencermati komponen tunjangan yang masuk dalam perhitungan THR. Tidak semua tunjangan termasuk dalam perhitungan; hanya tunjangan tetap yang diberikan secara rutin yang diperhitungkan. Tunjangan tidak tetap seperti uang lembur, bonus proyek, atau insentif penjualan tidak termasuk dalam komponen perhitungan THR.
Dalam hal pembayaran pajak THR, perusahaan bertindak sebagai pemotong pajak (withholding tax). Artinya, perusahaan yang bertanggung jawab memotong, menyetor, dan melaporkan pajak THR karyawan ke kantor pajak. Pekerja akan menerima THR bersih setelah dipotong pajak, dan bukti potong pajak akan diberikan sebagai dokumentasi untuk pelaporan pajak tahunan.
Pemahaman yang baik tentang cara menghitung THR dan pajaknya membantu menciptakan transparansi dalam hubungan kerja. Bagi pekerja, pengetahuan ini memungkinkan mereka memverifikasi apakah THR yang diterima sudah sesuai dengan ketentuan. Sementara bagi pemberi kerja, kejelasan dalam perhitungan membantu menghindari perselisihan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Advertisement
Sanksi dan Konsekuensi Keterlambatan
Pemerintah telah menetapkan sanksi tegas bagi pemberi kerja yang terlambat atau lalai dalam membayar THR. Ketentuan ini diatur dalam berbagai regulasi ketenagakerjaan untuk memastikan hak pekerja terpenuhi tepat waktu. Berikut adalah rincian sanksi dan konsekuensi yang dapat dikenakan:
1. Sanksi Administratif Berupa Denda
Pelanggaran terhadap ketentuan pembayaran THR akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan. Denda ini bersifat akumulatif, artinya semakin lama keterlambatan pembayaran, semakin besar denda yang harus ditanggung perusahaan. Pembayaran denda tidak menghapuskan kewajiban perusahaan untuk tetap membayar THR secara penuh kepada karyawan.
2. Pembatasan Kegiatan Usaha
Bagi perusahaan yang berulang kali melanggar ketentuan pembayaran THR, sanksi dapat ditingkatkan menjadi pembatasan kegiatan usaha. Pembatasan ini dapat berupa penundaan izin operasional, pembatasan akses ke layanan pemerintah, hingga pencantuman dalam daftar hitam perusahaan. Sanksi ini bertujuan memberikan efek jera dan mendorong kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan.
3. Teguran Tertulis dan Pemeriksaan Khusus
Sebelum pengenaan sanksi yang lebih berat, Dinas Ketenagakerjaan akan memberikan teguran tertulis kepada perusahaan yang terlambat membayar THR. Teguran ini diikuti dengan pemeriksaan khusus untuk mengevaluasi kemampuan finansial perusahaan dan mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.
4. Pengawasan Intensif
Perusahaan yang pernah terlambat membayar THR akan masuk dalam daftar pengawasan intensif Dinas Ketenagakerjaan. Tim pengawas akan melakukan monitoring ketat terhadap kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban ketenagakerjaan, termasuk pembayaran THR di periode berikutnya. Pengawasan ini mencakup inspeksi mendadak dan audit berkala.
5. Konsekuensi Hukum Lanjutan
Jika perusahaan tetap tidak memenuhi kewajibannya setelah melalui berbagai tahap sanksi administratif, kasus dapat ditingkatkan ke ranah hukum pidana. Pekerja, melalui serikat pekerja atau secara individual, dapat mengajukan gugatan hukum yang dapat berujung pada sanksi pidana bagi pihak manajemen yang bertanggung jawab.
6. Dampak Reputasi Perusahaan
Selain sanksi formal, keterlambatan pembayaran THR juga berdampak pada reputasi perusahaan. Informasi tentang pelanggaran dapat tersebar luas melalui media dan komunitas pekerja, mempengaruhi citra perusahaan di mata publik, calon karyawan, dan mitra bisnis. Dampak reputasi ini dapat mempengaruhi keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang.
Keberadaan sanksi dan konsekuensi yang tegas ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak pekerja. Bagi pemberi kerja, penting untuk memandang kepatuhan terhadap ketentuan THR bukan sekadar menghindari sanksi, tetapi sebagai investasi dalam membangun hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan. Pemahaman yang baik tentang konsekuensi keterlambatan THR diharapkan dapat mendorong pemberi kerja untuk lebih disiplin dalam memenuhi kewajibannya.
Pemahaman yang baik tentang kapan THR dibayarkan dan aspek-aspek terkait lainnya akan membantu memastikan hak-hak pekerja terpenuhi sesuai ketentuan. Bagi pemberi kerja, kepatuhan terhadap aturan THR tidak hanya menghindari sanksi tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap kesejahteraan karyawan.