Pengamat Maritim: Politik Luar Negeri Tak Boleh Mengawang-awang

Politik luar negeri Indonesia dinilai harus memberi manfaat dan kontribusi.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 23 Jun 2014, 20:53 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2014, 20:53 WIB
debat capres jilid 3
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden nomor urut 2 Joko Widodo sempat menyampaikan Indonesia akan menjadi poros maritim dunia. Hal itu itu dikatakan pria yang akrab disapa Jokowi itu pada saat Debat Capres jilid III yang digelar pada Minggu 22 Juni malam.

Menanggapi hal itu, pengamat maritim Rizal Sukma mengapresiasi visi misi Jokowi mengenai poros maritim tersebut. Menurut Rizal, visi misi Jokowi itu lebih realisistis untuk membangun perairan Indonesia. Mengingat, Indonesia diapit oleh 2 samudra besar yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

"Prioritas mengamankan sumber daya maritim, prioritas upaya penyelesaian batas-batas negara dengan negara tetangga. Seharusnya upaya seperti itu yang harusnya ada, selain juga untuk meredam pertikaian antara negara-negara besar untuk menguasai kedua samudra ini," ujar Rizal dalam diskusi di Jokowi-JK Center di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2014).

Meski mengapresiasi visi misi Jokowi soal membangun poros maritim, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) ini juga menekankan ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam membangun poros maritim dunia tersebut.

Salah satunya menurut Rizal, politik luar negeri Indonesia harus memberi manfaat dan kontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah mendasar yang dihadapi Indonesia dalam membangun poros maritim tersebut.

"Jadi politik luar negeri yang harus diterapkan tidak boleh mengawang-awang," anjur Rizal. (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya